Bagikan:

JAKARTA - Setelah 19 tahun dipenjara, Mary, Ratu Skotlandia dihukum penggal di Fotheringhay Catle, Inggris, pada 8 Februari 1857. Hukuman tersebut didapat karena Mary terlibat dalam rencana pembunuhan Ratu Elizabeth I.

Ratu Mary atau Mary Stuart atau dalam istilah bahasa Inggris adalah Mary of Scots, adalah ratu Skotlandia yang memerintah dari Desember 1542 hingga Juli 1567. Mary harus menjadi seorang ratu di usia enam hari karena kala itu ayahnya meninggal akibat depresi atas kekalahan perang.

Mengingat Mary saat itu masih bayi, paman buyutnya yaitu Henry VIII menawarkan dirinya untuk memerintah sementara. Namun, akhirnya ibu Mary lah yang mendapatkan hak memerintah hingga Mary masuk di usia dewasa.

Pada usia lima tahun, Mary dikirim ke Prancis untuk dibesarkan di negara tersebut. Ibu Mary adalah orang Prancis dan orang-orang Skotlandia memiliki aliansi yang lama dengan Prancis. Jadi, Mary bertunangan dengan Francis yang berusia empat tahun.

Pada 1558, Mary menikah dengan Francis, putra tertua Raja Perancis, Henry II dan Catherine de Medicis. Pada 1559, suami Mary dinobatkan sebagai Raja Francis II, menjadikan Mary sebagai Ratu Skotlandia dan permaisuri Prancis. Sayangnya, Francis meninggal karena infeksi telinga setahun setelah dia naik takhta, membuat Mary menjanda pada usia 18 tahun.

Pada 1565 Mary jatuh hati dan menikahi sepupunya, Henry Stewart yang bergelar Earl of Darnley. Suami baru Mary adalah cucu dari Margaret Tudor. Masuknya Mary dalam keluarga Tudor membuat Elizabeth Tudor (Elizabeth I) marah. Pernikahannya dengan Henry Stewart juga membuat saudara tiri Mary menentangnya.

Tak lama setelah pernikahan mereka, ambisi Henry Stewart yang kejam menyebabkan masalah. Pada 1566 Henry dan sekelompok bangsawan dari kalangan Protestan dengan kejam membunuh David Rizzio, sekretaris Mary of Italy. Mereka menikamnya sebanyak 56 kali. Mary pun tidak mau lagi meneruskan pernikahannya dengan Henry. 

Henry Stewart lalu tewas terbunuh secara misterius oleh ledakan di Kirk o 'Field, Edinburgh, pada Februari 1567. Banyak yang mengira bahwa itu rencana dari Mary, namun tidak ada yang dapat membuktikannya.

Tak butuh waktu lama bagi Mary untuk mengakhiri masa jandanya. Pada Mei 1567 Mary menikah dengan James Hepburn, tersangka utama dalam pembunuhan Henry Stewart. Selama bertahun-tahun, James menjadi teman dekat Mary dan dikatakan memberi pengaruh besar padanya. James sendiri juga memiliki ambisi untuk menjadi raja dan dia menculik Mary dan menahannya di Kastil Dunbar.

Perkawinan Mary dengan James yang berlangsung hanya tiga bulan setelah pembunuhan Henry, membuat bangsawan Skotlandia melawan Mary. James Hepburn pergi ke pengasingan, di mana ia akhirnya ditangkap dan ditawan hingga wafat. Sementara itu, pada Juli 1567, Mary terpaksa turun takhta sebagai Ratu Skotlandia demi putranya yang masih bayi. Mary lalu dipenjara di Lochleven Castle. 

Kaburnya Mary yang Berakhir dengan Hukum Penggal

Sebagai cicit dari Raja Henry VII, Mary memiliki klaim kuat atas takhta Inggris. Ayah mertuanya, Henry II, juga mengklaim hal tersebut. Namun Mary tidak pernah menjadi ratu Inggris.

Pada November 1558, putri Henry VIII, Elizabeth I, menjadi Ratu Inggris setelah kematian saudara perempuannya, Mary of Tudor. Banyak kalangan dari Katolik Roma tidak mengakui keabsahan pernikahan Henry VIII dengan ibu Elizabeth, Anne Boleyn, dan mereka menganggap pemerintahan Elizabeth I tidak sah.

Melansir History, Sabtu 8 Februari 2020. Mary melarikan diri dari Lochleven Catle pada 1568, di mana ia dipenjara oleh bangsawan Skotlandia karena pernikahannya yang dianggap tidak pantas dengan James Hepburn. Mary sempat membuat sebuah pasukan tetapi kalah dengan mudah. Ia lalu melarikan diri ke Inggris, di mana dia mencari perlindungan kepada Ratu Elizabeth I. Alih-alih membantu sepupunya, sang ratu justru memenjarakan Mary.

Setelah diusut, ternyata umat Katolik Inggris berencana untuk membawa Mary, yang juga penganut Katolik, naik takhta menjadi Ratu Inggris dengan membunuh Elizabeth I. Mary terbukti berkorespondensi dengan salah satu komplotan yaitu Anthony Babington.

Ketika mata-mata Elizabeth I mengungkap surat-surat pada 1586, Mary dibawa ke pengadilan. Dia dinyatakan bersalah atas pengkhianatan dan dihukum mati.

Terlepas dari hasil persidangan, Elizabeth I masih ragu untuk mengeksekusi Mary, mengingat preseden buruk yang akan muncul yaitu "pembunuhan seorang Ratu". Elizabeth I juga prihatin dengan kemungkinan putra Mary yang suatu hari ingin membalas dendam dan Gereja Katolik akan membantunya. Namun demikian, Elizabeth I akhirnya menandatangani surat hukuman mati.

Mary akhirnya dieksekusi di Fotheringhay Catle. Algojo menebaskan kapaknya sebanyak dua kali untuk menyelesaikan hukuman mati tersebut. 

"In manus tuas, Domine, commendo spiritum teum (Ke dalam tanganmu, Tuhan, kuserahkan jiwaku)," itulah kata-kata Mary sebelum dipenggal, dikutip dari Today I Found Out.