JAKARTA - Masa penjajahan Jepang adalah periode menyedihkan dalam sejarah bangsa. Kaum bumiputra diperdaya dan diperas kekayaannya lewat narasi saudara tua. Kebencian itu bertahan hingga Indonesia merdeka.
Semuanya berubah ketika Indonesia-Jepang sepakat damai. Apalagi, Indonesia kebagian dana pampasan perang yang tak sedikit. Bak durian runtuh, Soekarno menggunakan dana pampasan perang untuk melejitkan proyek mercusuarnya. Pembangunan Ambarrukmo Palace Hotel, salah satunya.
Hotel yang kini Bernama Royal Ambarrukmo itu menjadi tempat akad serta resepsi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, di Yogyakarta pada Sabtu malam 10 Desember 2022.
Kenangan buruk masa penjajah Jepang kerap menghantui kaum bumiputra. Jepang menjadikan kaum bumiputra bak sapi parah. bahkan, lebih parah dari penjajah Belanda. Kebencian itu tertanam di sanubari kaum bumiputra dari tahun ke tahun sekalipun Indonesia telah merdeka.
Namun, kedua negara ingin membuka ruang perdamaian. Jakarta-Tokyo pun bersepakat untuk menandatangi dua buah perjanjian penting pada 1958. Satunya perjanjian perdamaian. Lainnya, perjanjian pampasan perang. Alias, Jepang bersedia membayar ganti rugi yang diminta Indonesia akibat perang.
Perjanjian itu disambut baik oleh Presiden Soekarno. Orang nomor satu di Indonesia merasa negaranya butuh banyak membangun gedung hingga monumen penting. Semua dilakukan untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia.
Dana pampasan perang itu digunakan Bung Karno untuk mendirikan sejumlah proyek mercusuarnya. Semenjak itu, kontraktor Jepang berbondong-bondong mendekati Soekarno. Kinoshita Shigeru dan Kubo Masao adalah yang paling santer terdengar. Keduanya berebut kuasa untuk membangun sederet proyek mercusuar inisiasi Bung Karno.
“Kinoshita Shigeru adalah direktur utama perusahaan dagang Baja Kinoshita. Ia melakukan bisnis tidak hanya di Jepang tetapi juga di Manchuria masa sebelum Perang Dunia II dan di Filipina. Perkenalannya dengan Soekarno diawali saat ia dan beberapa politisi Jepang melobi Soekarno dalam hal pengadaan kapal tanker di Indonesia.”
“Atas lobi-lobinya ia berhasil memasukkan proyek sembilan kapal ke dalam proyek pampasan. Kepiawaiannya dalam bernegosiasi dan melobi membuat Kinoshita mendapatkan kembali proyek pampasan, yaitu pembangunan empat hotel besar di Indonesia (termasuk Hotel Indonesia) dan gedung perkantoran Wisma Nusantara di Jakarta,” ungkap Moh. Gandhi Amanullah dalam buku Matahari Khatulistiwa: Hubungan Indonesia-Jepang dalam Perspektif Sastra dan Sosial Budaya (2020).
Kesepakatan Sultan Hamengkubuwono IX
Gaung Yogyarta sebagai ibu kota revolusi tak boleh dianggap sepele. Gairah itu mampu mendatangkan pelacong-pelancong dari dalam dan luar negeri berkunjung ke Yogyakarta. realita itu membuat Bung Karno merencanakan proyek mercuar tak melulu di Jakarta, tetapi di Yogyakarta.
Alhasil, Soekarno dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersepakat membangun Ambarrukmo Palace Hotel pada 1960-an. Sebuah hotel mewah pertama di pusat Yogyakarta. Lokasi yang dipilih adalah aset Kesultanan Yogyakarta.
Sebab, di tanah itu terdapat pula Pesangrahan Ambarrukmo. Tanah itu sempat dijadikan rumah dari mantan penguasa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono VI.
Proyek itu ditangani kontraktor Jepang. Antara lain Konishita, Tonichi, dan Keisei Construction. Hotel itu terdiri dari dua sayap. Sayap pertama dengan panorama menghadap ke arah Gunung Merapi dibangun pada 1965. Sedang sayap kedua dibangun pada 1974.
Hotel ini mulai dioperasikan sejak Maret 1966, atau satu tahun setelah pembangunan sayap pertama rampung. Kala itu, Ambarrukmo Palace Hotel mampu merebut hati para pelancong dalam dan luar negeri.
Apalagi, Bung Karno acap kali terjun sendiri dalam memilih karya-karya seni yang ditampilkan di Ambarrukmo Palace Hotel. Ia ingin supaya cita rasa seni dan budaya Indonesia dapat menonjol. Karenanya, mereka yang bermalam di Ambarrukmo dapat merasakan pengalaman yang tak terlupakan.
Kemudian hotel itu digadang-gadang jadi satu-satunya hotel dengan fasilitas terlengkap di Yogyakarta. Pemerintah pun turut serta dalam mengiklankan gaung kebesaran Ambarrukmo Palace Hotel di Yogyakarta di berbagai media massa, tepat satu tahun sebelum hotel itu beroperasi.
“Sebelum akhir tahun ini Ambarukmo Palace Hotel di Yogyakarta akan menyabut siap menyambut pengunjung ke kota bersejarah ini, ibu kota Revolusi Indonesia. sebagai perpaduan gemilang antara kepribadian Indonesia dan kemajuan-kemajuan terakhir di bidang perhotelan internasional.”
“Ambarukmo Palace Hotel direncanakan dan dilengkapi dengan segala sesuatu untuk menjamin kepuasan para tamunya. Dengan 102 kamar, 3 bungalow tersendiri, dihiasi dengan indah dan penuh selera, serba lengkap dengan air conditioned, restoran, nightclub, bar, kolam renang, fasilitas untuk sidang, pertemuan, dan resepsi,” terang salah satu iklan Ambarukmo Palace Hotel di Majalah Djaja, 18 September 1965.