Bagikan:

JAKARTA - "Presiden! Presiden! Presiden!"

Pekikan rakyat Amerika Serikat di Chicago itu menyambut Barack Obama naik ke atas panggung untuk menyampaikan pidato pertamanya sebagai Presiden AS. Antusiasme mereka begitu besar. Tak heran, sebab itu pertama kali mereka punya presiden keturunan Afrika-Amerika.

"Jika ada orang di luar sana yang masih meragukan bahwa Amerika adalah tempat di mana segala sesuatu mungkin terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah impian para pendiri kita masih hidup di zaman kita, siapa masih mempertanyakan kekuatan demokrasi kita, malam ini adalah jawabannya," kata Obama, membuka pidatonya. Pidato itu berlangsung hari ini 5 November 12 tahun lalu atau pada 2008.

"Suara-suara itu telah dijawab oleh pemuda dan orang tua, muda dan tua, kaya dan miskin, Demokrat dan Republik, hitam dan putih, hispanik, asia, warga asli Amerika... Yang mengirim pesan kepada dunia bahwa bukan hanya sekadar kumpulan individu atau kumpulan orang-orang blue states atau red states, tapi kita adalah dan akan selalu sebagai Amerika Serikat," ujar Obama diselingi tepuk tangan meriah pendukungnya.

Obama menjadi Presiden ke-44 AS setelah memenangkan  electoral college sebanyak 365 suara dan meraup suara populer dengan selisih besar. Ia berhasil menyabet basis suara partai Republik di Colorado, Florida, Indiana, Iowa, Nevada, New Mexico, North Carolina, Ohio, dan Virginia. 

Selain itu, Obama adalah kandidat dari Partai Demokrat pertama yang memenangkan mayoritas suara populer sejak Jimmy Carter pada 1976. Obama berhasil mendapatkan suara populer sebesar 69,5 juta yang juga merupakan jumlah terbesar yang pernah dimenangkan oleh seorang calon presiden sebelumnya. 

Namun rekor itu kini telah dipecahkan oleh rekannya sesama politisi partai Demokrat Joe Biden. Ia meraup lebih dari 71 juta suara populer pada Pilpres 2020.

'Yes, we can' kerap dikatakan Obama selama kampanye. Bukan sekadar slogan, 'yes, we can' menginspirasi banyak orang dan menunjukkan bahwa masing-masing dari mereka memiliki hak yang sama. 

Presiden yang pernah tinggal di Indonesia saat kecil ini dianggap sebagai calon presiden yang paham rasanya menjadi minoritas dan berada di kalangan menengah. Barack Obama juga dipercaya mengerti perasaan keluarga yang khawatir secara finansial. 

Obama lahir dari seorang ibu berusia remaja, lalu ditinggalkan oleh ayahnya pada usia 2 tahun. Ia dibesarkan di sebuah apartemen kecil oleh kakek-neneknya. Obama, ibu, dan adik perempuannya pernah hanya mengandalkan kupon makanan gratis. 

Harapan-harapan yang dijanjikan Obama terdengar realistis, seperti fasilitas kesehatan dan fokusnya kepada warga menengah ke bawah. Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa Obama dipandang jauh lebih memenuhi syarat dalam menghadapi permasalahan tersebut daripada rivalnya, John McCain. 

Berani berharap

Sikap tenangnya dalam menghadapi masalah juga membuat masyarakat berani menggantungkan hidup kepadanya. Obama juga membuat masyarakat AS melihat bahwa memiliki harapan adalah energi baru, karena mereka melihat posisi Obama saat itu datang dari harapan. 

"Jalan di depan akan panjang. Pendakian kita akan terjal. Kami mungkin tidak sampai di sana dalam satu tahun atau bahkan dalam satu periode. Tapi, Amerika, saya tidak pernah lebih berharap dari ini. Malam ini kita akan sampai di sana," ujar Obama dalam pidato kemenangannya. 

"Kemenangan ini sendiri bukanlah perubahan yang kita cari. Ini hanya kesempatan bagi kita untuk membuat perubahan itu. Dan itu tidak bisa terjadi jika kita kembali ke keadaan semula. Itu tidak dapat terjadi tanpa Anda, tanpa semangat pelayanan yang baru, semangat pengorbanan yang baru," ujar Obama. 

Pada Pemilu AS 2008, Obama tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melihat hilal kemenangannya. Di hari pemungutan suara dilakukan, di hari itu juga Obama menyampaikan pidato kemenangannya. Hal tersebut berbeda dengan Pilpres AS 2020 yang bahkan lebih dari sehari untuk menghitung suara yang terkumpul.