Sejarah Hari Ini 4 Juli 1927: Pendirian Partai Nasional Indonesia Sebagai Kendaraan Politik Soekarno
Presiden Soekarno berpidato di atas mimbar. Dia bersama tujuh rekannya mendirikan Partai Nasional Indonesia di Bandung, yang menjadi bagian dari sejarah hari ini, 4 Juli 1927. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 95 tahun yang lalu, 4 Juli 1927, Soekarno dan kawan-kawannya mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung. PNI jadi kendaraan politik Bung Karno untuk memperjuangkan kemerdekaan kaum bumiputra.

Perjuangan PNI dikenal radikal. Saban hari PNI terang-terangan mengumandangkan Indonesia merdeka. Kiprah itulah yang buat petinggi PNI, termasuk Bung Karno diwaspadai Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Petinggi PNI pun dipenjara karenanya.

Masa penjajahan Belanda adalah periode terberat dalam sejarah bangsa. Nasib kaum bumiputra banyak diabaikan oleh Belanda. Empunya kuasa hanya melihat kaum bumiputra sebagai aset belaka – jika tak mau dikatakan bak sapi perah. Penderitaan itu makin hari makin bertambah karena Belanda selalu berlaku rasis kepada kaum bumiputra.

Kasta kaum bumiputra dianggap rendah. Kaum bumiputra pun geram. Soekarno yang tengah menuntut ilmu ke Bandung apalagi. Sebagai mahasiswa dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (kini: Institut Teknologi Bandung), Soekarno acap kali melihat ketidakadilan. Perlakuan Belanda yang semena-mena jadi fokus utamanya.

Presiden Soekarno berpidato dalam Kongres Partai Nasional Indonesia di Bandung pada 15 Desember 1954. (Khastara Perpusnas RI)

Bung Karno pun mengamati keadaan. Ia kadang kala berkeliling untuk merasakan langsung ketidakadilan yang terima oleh kaum bumiputra. Bung Karno kerap mendatangi tukang kayu hingga petani. Jawaban yang didapat selalu sama. Penjajahan Belanda membuat mereka menderita.

Putra Sang Fajar pun tergerak untuk memperjuangkan nasib kaumnya. Jalur politik dipilihnya sebagai alat berjuang. Saban hari, ia membakar semangat kaum bumiputra dengan retorikanya yang menggelegar dari mimbar ke mimbar. Momentum itulah yang kemudian membuat sosok Soekarno dikenal sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah Belanda.

“Kegairahan Soekarno menggeluti aktivitas politik sejak awal Soekarno berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) sudah mencemaskan rektor kampus, Profesor Klopper. Ia memanggil Soekarno empat mata. Profesor Klopper mengatakan: kamu harus berjanji kepada saya bahwa selama kuliah di THS tidak akan ikut kegiatan politik apa pun dan hanya konsentrasi untuk menyelesaikan kuliah,” tulis Akmal Nasery Basral dalam buku Buya Hamka: Setangkai Pena di Taman Pujangga (2020).

Jawabannya yang didapat Profesor Klopper tak begitu memuaskan. Soekarno hanya bisa berjanji kuliahnya tak akan terbengkalai. Artinya Soekarno tak mau meninggalkan kegiatan politik. Ia tetap muncul dalam tiap mimbar-mimbar acara guna membakar semangat kaum bumiputra untuk merdeka.

Foto Soekarno (duduk paling kiri) bersama para pendiri Partai Nasional Indonesia. (Wikimedia Commons)

Ia pun dengan dukungan enam orang kawannya mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927. Partai itu jadi kendaraan politik Bung Karno untuk melepaskan kaum bumiputra dari belenggu penjajahan. Soekarno pun mulai menggunakan kata-kata mengejek Belanda dalam tiap retorikanya. Demikian pula pekikan Indonesia merdeka sudah akrab diingatan kaum bumiputra.

“Pada tanggal 4 Juli 1927, dengan dukungan dari enam orang kawan dari Algemeene Studieclub, aku mendirikan PNI, Partai Nasional Indonesia. Rakyat sudah siap. Bung Karno sudah siap. Sekarang tidak ada yang dapat menahan kami —kecuali Belanda. Tujuan daripada P.N.I. adalah kemerdekaan sepenuhnya. Sekarang, bahkan pengikut‐pengikutku yang paling setia gemetar oleh tujuan yang terlalu radikal ini, oleh karena organisasi‐organisasi sebelumnya selalu menyembunyikan sebagian dari tujuannya, supaya Belanda tidak mengganggu mereka.”

“Denganku, tidak ada yang perlu disembunyikan, tanpa tedeng aling‐aling. Dalam perdebatan di ruangan yang tertutup, beberapa orang mencoba menggelincirkanku dari rel itu. Rakyat belum lagi siap, kata mereka. Rakyat sudah siap, jawabku dengan tajam. Dan menjadi semboyan kitalah: Indonesia merdeka Sekarang. Kukatakan Indonesia merdeka Sekarang,” ungkap Bung Karno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).

Pendirian Partai Nasional Indonesia di Bandung pada 4 Juli 1927 menjadi catatan sejarah hari ini di Indonesia.