Hari Kanker Sedunia: Penanganan Kasus di Indonesia Masih Buruk, Angka Kematian Tinggi
Hari Kanker Sedunia. (Foto: health.mil)

Bagikan:

JAKARTA - Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari menjadi pengingat bahwa penyakit yang satu ini tidak boleh diremehkan. Sebab itu tema Hari Kanker Sedunia 2022 bertajuk Close The Care Gap (Tutup Kesenjangan Perawatan) dengan maksud meniadakan kesenjangan dalam masyarakat berkaitan dengan perawatan kasus kanker.

Menurut data Global Burden of Cancer Study (Globocan), pusat data daring yang menyediakan statistik kanker global dari 185 negara yang meliputi 36 jenis kanker, pada tahun 2020 ada peningkatan kasus penderita sebanyak 19,2 juta. Angka kematian akibat kanker juga meningkat sebanyak 9,9 juta jiwa.

Dari total 19,2 juta kasus baru tersebut, sebagian besar didominasi kanker payudara yaitu sebanyak 2,3 juta kasus baru dengan 680 ribu kematian. Di Indonesia sepanjang 2020 ada 396.914 kasus kanker baru dengan jumlah kematian 234.511.

Linda Agum Gumelar, banyak kendala mengatasi masalah kanker di Indonesia. (Foto: Dok. YKPI)

Dari jumlah itu, 66 ribu kasus baru adalah kanker payudara dengan jumlah mortalitas 22 ribu kasus. Statistik yang buruk ini disebabkan 70 persen pasien terlambat berobat, dan baru menyadari dirinya terkena kanker setelah mencapai stadium lanjut.

“Kondisi ini bisa terjadi karena berbagai hal apakah karena keterlambatan berobat dari sisi pasien, atau keterlambatan dari penyedia layanan, misalnya dari sisi tenaga medis, sarana dan prasarana,” ujar Linda Agum Gumelar, Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dalam rilis yang diterima VOI.

Kanker Dapat Menyerang Segala Usia

Kanker merupakan masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Penyebabnya tidak lain karena kanker dapat menyerang manusia di segala usia, mulai anak-anak hingga usia lanjut. Melihat fakta tersebut, menurut Linda deteksi dini adalah kunci untuk mencapai kesembuhan bagi penderita kanker.

“Pencegahan harus dilakukan sejak awal dengan melakukan deteksi dini. Kemudian melakukan pencegahan dengan menghilangkan faktor risiko,” ujar Linda menambahkan.

Menurut Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wicaksono Sudoyo, pemicu utama kanker adalah faktor lingkungan yang kurang sehat. Faktor lingkungan yang dimaksudkan dokter spesialis penyakit dalam dan subspesialis hematologi onkologi medic tersebut adalah: makanan dan minuman, udara, dan kebiasaan hidup.

Aru Wicaksono menambahkan satu faktor pemicu lagi yaitu genetik. Namun menurutnya faktor genetik hanya berkisar 10 persen penyebab kanker. Faktor lingkungan jauh lebih dominan, bahkan bisa mencapai 95 persen sebagai pemicu kanker.

Konsumsi makanan sehat adalah salah satu cara pencegahan kanker. (Foto: Pixabay)

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Elvieda Sariwati, menambahkan bahwa aspek budaya dan ekonomi juga merupakan hambatan dalam penanganan kasus kanker di Indonesia.

“Aspek budaya dan pembiayaan menjadi tantangan dalam menangani penyakit kanker di Indonesia. Namun masih ada tantangan lain yang harus kita hadapi, yaitu kepedulian masyarakat soal kurangnya pengetahuan soal kanker, juga perasaan takut bahkan malu untuk melalukan pemeriksaan,” ujar Elveida.

“Semakin dini kasus kanker terdeteksi, makin banyak pilihan terapi. Itu membuat kesempatan sembuh semakin besar, selain tentu saja menghemat biaya,” kata Elveida menambahkan.

Indonesia memang harus berjuang lebih keras untuk memerangi kanker. Menurut data Pan American Health Organization (PAHO), hingga 2040 bakal ada peningkatan jumlah kasus kanker hingga 30 juta. Sebagian besar kasus bakal terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Mumpung sedang Hari Kanker Sedunia, sebaiknya Indonesia segera berbenah.