Bagikan:

YOGYAKARTA – Menjadi ortu yang membersamai anak-anaknya tumbuh, perlu belajar banyak dari pengalaman. Sebab, pola pengasuhan yang tidak sesuai bisa berefek panjang pada mental bahkan membentuk kepribadian anak-anak. Buat ibu-ibu yang mempunyai anak perempuan, penting mengenali pola toxic hubungan buat bahan refleksi.

1. Merermehkan

Anak perempuan yang dibesarkan oleh ibu yang meremehkan dan meragukan validitas kebutuhan emosional, mereka merasa tidak layak mendapatkan perhatian. Anak perempuan tersebut juga mengalami keraguan diri yang dalam dan menyayat hati.

Perilaku meremehkan, menurut Peg Streep, penulis Daughter Detox: Recovering from an Unsolving Mother and Reclaiming Your Life, perilaku meremehkan terjadi di seluruh spektrum. Sedangkan seorang anak secara alamiah membutuhkan dan mencari kedekatan dengan ibu mereka. Itulah kenapa perilaku meremehkan dan tidak memberikan validasi emosional pada anak-anak, menjadi pola hubungan yang toxic.

pola toxic hubungan ibu dan anak perempuannya
Ilustrasi pola toxic hubungan ibu dan anak perempuannya (Freepik)

2. Mengontrol

Meremehkan sama seperti mengabaikan, dan efeknya sama seperti mengontrol penuh. Mengontrol berarti tidak percaya pada anak. Mengatur anak secara detail, justru menanamkan rasa tidak aman dan tidak berdaya pada anak-anak.

3. Berjarak secara emosional

Ibu yang tidak tersedia secara emosional, artinya tidak aktif dan menarik diri saat anak perempuannya membutuhkan dukungan. Perilaku toksik yang menggambarkan jarak emosional, antara lain kurang kontak fisik, tidak responsif pada tangisan anak, pun tidak memperhatikan emosi anak.

4. Tak memberikan kebebasan

Kebebasan tentu saja ada batasnya, tetapi bisa jadi toksik kalau seorang ibu “menjerat” anaknya sampai-sampai tidak memiliki otoritas dalam memilih. Seorang anak membutuhkan cinta dan perhatian. Ibu juga perlu memfasilitasi kebutuhan anak tanpa mengoksploitasi anaknya demi tujuan lain. Artinya, beri kesempatan anak untuk memilih sesuai preferensinya dibarengi dengan pengetahuan akan batasannya supaya hubungan ibu-anak tak lagi beracun.

pola toxic hubungan ibu dan anak perempuannya
Ilustrasi pola toxic hubungan ibu dan anak perempuannya (Freepik/peoplecreations)

5. Agresif

Agresif dalam pola hubungan ibu-anak, melansir Psychology Today, Selasa, 3 Septemberr, termasuk merendahkan anak perempuan mereka, terlampau kritis, terlalu protektif, hingga bersaing dengan anak-anak mereka. Streep menggambarkan, pola hubungan yang “mempermainkan kekuasaan” tidak akan sehat bagi anak-anak.

6. Tidak dapat diandalkan

Dalam banyak hal, anak-anak membutuhkan ortu yang bisa diandalkan. Apa yang terjadi apabila ibu seorang anak tidak dapat diandalkan? Menurut Streep, semua anak membentuk gambaran mental tentnag seperti apa hubungan di dunia nyata berdasarkan hubungan mereka dengan ibu mereka.

Anak perempuan bisa memahami hubungan yang menegangkan, tidak menentu, bahkan tidak aman, juga dari hubungannya dengan ibunya. Efek dari pola hubungan toksik yang mana ibu tidak dapat diandalkan oleh anak perempuannya, membuat anak pada masa dewasa kurang rasa percaya diri dan sering merasa memiliki hubungan tidak aman.

7. Mementingkan diri sendiri

Pola hubungan toksik antara ibu-anak selanjutnya, kurangnya rasa empati. Kurang empati dalam hubungan ibu-anak, akan membangun hubungan yang dangkal. Selain juga banyak taktik manipulative, ibu toksik juga mengendalikan putrinya untuk kepentingannya sendiri.

8. Peran terbalik

Seorang anak membutuhkan kehangatan dari ibunya. Tetapi dalm pola hubungan toksik, terbalik. Anak diminta mengambil peran lebih dewasa daripada usianya. Anak tentu tidak memiliki kapasitas untuk bertindak sebagai orang dewasa. Sehingga anak merasa harus berperan sebagai ibu bagi dirinya sendiri.

Itulah pola hubungan toxic antara ibu dan anak perempuannya. Sebagai bahan refleksi, penting kiranya bagi ibu-ibu untuk mengidentifikasi dan terus-menerus belajar menjadi orang tua yang bisa membuat anak-anaknya merasa aman hingga tumbuh mandiri.