Bagikan:

YOGYAKARTA – Banyak yang berpandangan bahwa konflik ibu dan anak bermula dari bawaan biologis. Tetapi spesialis hubungan dan terapis keluarga serta penulis Rosjke Hasseldine mengungkap bahwa bukan situasi hormon yang berbeda antara anak perempuan dan ibunya. Namun lebih berkaitan dengan lingkungan sosial dan budaya yang melingkupi kehidupan keduanya.

Alasan umum lain yang dianggap mendasari seringnya selisih paham antara ibu dan anak perempuannya adalah tentang sifat kepribadian mereka yang berbeda. Namun, menurut Hasseldine, bukan hormon ataupun sifat kepribadian yang berbeda. Kesimpulannya setelah menghadapi klien ibu-anak perempuan selama 20 tahun, masyarakat yang mengatur ibu dan anak perempuannya untuk konflik. Penjelasan lengkapnya, berikut ini.

Melansir laman Counseling Today, Kamis, 22 September, hubungan ibu-anak perempuannya tidak sulit dipahami begitu menyadari hubungan keduanya berada dalam ruang budaya. Hubungan dalam lingkungan sosiokultural dan multigenerasi, memiliki dinamika yang memengaruhi.

Sebagai terapis keluarga, khususnya menangani hubungan ibu-anak perempuan, Hasseldine melibat bahwa peristiwa dalam kehidupan, peran gender yang membatasi, tujuan karir yang tidak terwujud, dan harapan bahwa perempuan harus mengorbankan kebutuhan mereka dalam peran pengasuhan, itu semua membentuk cara pandang seorang ibu. Itu juga memengaruhi bagaimana cara seorang ibu untuk berkomunikasi dan memandang diri mereka sendiri dan satu sama lain.

hubungan ibu dan anak perempuan tidak akur
Ilustrasi hubungan ibu dan anak perempuan tidak akur (Unsplash/Bence Halmosi)

Lebih mengerucut lagi, menurut Hasseldine, ibu dan anak perempuan jarang bertengkar karena apa yang mereka katakan sedang mereka perdebatkan. Hasseldine menceritakan tentang Sandeep, mahasiswa muda dari Inggris. Relasi Sandeep dengan ibunya tak mulus. Anak perempuan yang memiliki tiga saudara laki-laki ini, merasa tertekan tentang betapa kritisnya sang ibu. Sandeep akhirnya berjuang untuk menyesuaikan pekerjaan, kuliah, dan pekerjaan rumah yang diharapkan oleh ibu serta keluarga.

Sandeep mengatakan kalau ibunya akan menuduhnya ‘tidak menjadi pengurus rumah tangga’ yang cukup baik karena tak becus merawat ibunya ketika sakit. Hasseldine mengatakan tak bisa bekerja secara klinis karena tak pernah bertemu ibunya Sandeep. Perlu dipahami bahwa lingkungan dapat membentuk seseorang menjadi pemarah dan kritis.

Aspek yang digarisbawahi Hasseldine adalah cara berkomunikasi, peran yang tidak adil dalam keluarga, kesalahan memahami, dan terputus secara emosional dapat membuat hubungan ibu-anak perempuan yang buruk. Dalam rekomendasi Hasseldine, seorang ibu perlu mengenali gagasannya sendiri. Bahkan mengetahui apa yang dibutuhkan dalam semua hubungan.

Dalam tulisannya The Mother-Daughter Puzzle, ketika sebuah keluarga tidak berkomunikasi positif tentang kebutuhan masing-masing anggota keluarga, maka ibu dan anak perempuan siap bisa berkonflik. Rekomendasi selanjutnya, bertanya dan berkata jujur tentang apa yang dibutuhkan dapat membantu mencegah konflik. Ini dilakukan agar setiap kebutuhan setidaknya diakui.