Review Film <i>The Architecture of Love</i>: Kisah Romansa Padukan Cinta Arsitektur dan Literatur
Putri Marino - Nicholas Saputra (tangkapan layar)

Bagikan:

JAKARTA - Teddy Soeriaatmadja kembali dengan film terbarunya, The Architecture of Love yang diadaptasi dari novel karya Ika Natassa. Film ini juga menampilkan sederet aktor papan atas Indonesia, di antaranya Putri Marino dan Nicholas Saputra.

Terpilihnya Putri Marino sebagai pemeran Raia sudah terungkap sejak tahun 2020, namun butuh beberapa tahun hingga film ini memasuki proses produksi dan akhirnya tayang pada tahun ini. Film ini juga menjadi penantian penggemar materi aslinya yang berbuah manis.

The Architecture of Love menceritakan Raia Risjad (Putri Marino), seorang penulis best seller yang memilih kabur ke New York, Amerika Serikat setelah menemukan suaminya selingkuh. Beberapa bulan di sana, ia mengalami writer’s block yang membuat tidak ada tulisan yang selesai.

Raia juga mengambil paruh waktu di sebuah toko buku dan tinggal dengan Erin (Jihane Almira). Sosok Erin juga membantu Raia melupakan masa lalunya dengan mengenalkannya kepada Aga (Jerome Kurnia). Suatu hari, Raia bertemu dengan River Jusuf (Nicholas Saputra) di acara malam kebudayaan. Perbincangan singkat berujung pada pertemuan demi pertemuan.

Seperti Raia, River juga mengaku melarikan diri ke New York dari kepenatan Jakarta. River yang bekerja sebagai arsitek banyak menunjukkan Raia tentang gedung dan cerita-cerita di baliknya. Raia mulai memiliki semangat menulis dengan kehadiran River dan menaruh perasaan kepadanya.

Raia yang menyukai River di satu sisi merasa River tidak membalas perasaanya. River selalu menghilang dari Raia dan kemudian muncul sesuka hatinya.

Film ini mengalun dengan manis layaknya romansa klasik. Interaksi antara Raia dan River dibangun secara perlahan dan penuh detail. Penonton diajak berkenalan dengan Raia dan River, dua orang yang kabur dari ibukota atas satu alasan, trauma.

still TAOL (tangkapan layar)

Salah satu yang paling menarik adalah ekspresi di wajah pemain yang sangat bersinar. Putri Marino menunjukkan kerapuhan Raia yang disimpan rapat dalam senyumannya, begitu juga dengan Nicholas Saputra yang menghadirkan berbagai emosi dalam karakternya.

“Setiap gedung punya cerita” dan itu terpancar dari bagaimana gedung-gedung di film ini bukan tempelan tapi membantu perkembangan hubungan Raia dan River. Premisnya mungkin terdengar tipikal, tapi eksekusinya berhasil menjadi kesegaran mengingat jarang sekali film romansa Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang.

still TAOL (tangkapan layar)

Beberapa bagian juga mungkin membuat plotnya sedikit membosankan, tapi momen klimaksnya menyelamatkan filmnya. Topik yang konsisten membuat film ini mengalir dengan mulus tanpa banyak twist atau subplot yang melebar ke mana-mana.

The Architecture of Love menjadi film romansa yang mudah dicintai dengan ceritanya, karakternya, visualnya yang tampil dengan baik. Sebagai salah satu film romansa yang hadir di tengah jarangnya film bergenre serupa, The Architecture of Love sangat direkomendasikan untuk ditonton.

Film The Architecture of Love tayang mulai hari ini, Selasa, 30 April 2024 di bioskop Indonesia.