Bagikan:

YOGYAKARTA – Seorang ahli emosi terkemuka mengatakan emosi dilabeli negatif karena memiliki konsekuensi yang merugikan. Tentu dengan catatan apabila emosi tersebut diekspresikan dengan cara yang tidak tepat. Seperti kemarahan, ketakutan, kesusahan, kesedihan, rasa malu, dan rasa bersalah, bisa saja diekspresikan dengan tepat.

Menurut profesor di Departement of Psychology, State University of New Jersey, Richards Contrada, Ph.D., banyak pendapat bahwa emosi mencerminkan mekanisme yang berevolusi. Pada suatu waktu, emosi memiliki nilai adaptif bagi manusia. Ulasan Contrada dilansir Psychology Today, Rabu, 11 Oktober, ia mencatat bahwa seorang filsuf Aristoteles tertarik pada kemarahan. Yang mana kemarahan kadang memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat. Sebagai kekuatan destruktif yang kerap dinilai buruk, sebenarnya juga berpotensi pada tujuan baik. Seperti ketika mengekspresikan kemarahan yang benar dan tulus sebagai respons atas pelanggaran. Ini bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat.

mengekspresikan emosi negatif untuk tujuan baik
Ilustrasi mengekspresikan emosi negatif untuk tujuan baik (Freepik/krakenimages.com)

Kehati-hatian perlu juga jadi pegangan saat mengungkapkan rasa marah. Yang pasti, marah perlu dipandang secara luas, bukan karena tidak suka terhadap orang lain, lantas bisa sesuka hati mengungkapkan kemarahan karena selisih paham. Ini menurut Contrada, kemarahan juga bisa berpegang pada prinsip moral. Artinya, bukan melihat kesalahan orang lain yang menyebabkan kita marah, tetapi juga melihat diri yang berpegang pada prinsip moral. Nah, refleksi atas rasa marah tersebut, bisa mengingatkan kita untuk hidup sesuai standar kita sendiri lalu berperilaku secara pantas.

Emosi negatif juga bisa sebagai sumber informasi. Yang jika kemarahan bisa menjadi respons terhadap dugaan pelanggaran standar dalam menilai benar dan salah. Maka, beberapa manfaat dari respons tersebut, untuk memperingatkan kita akan kemungkinan pelanggaran terhadap keyakinan dan nilai-nilai penting yang dilakukan oleh diri sendiri dan orang lain. Ditambah lagi, kemarahan atau emosi negatif lain bisa mendorong evaluasi kritis terhadap prinsip-prinsip yang terlibat. Manfaat ketiga dari emosi negatif, bisa membantu kita memutuskan apakah prinsip-prinsip yang kita pegang benar-benar memberikan dasar yang valid untuk menilai perilaku.

Selain sebagai sumber informasi, emosi negatif juga melibatkan motivasi. Motivasi, pada gilirannya dapat menerjemahkan perasaan emosional, penilaian yang diwakili, dan mempertimbangkan tindakan. Melalui manfaat ini, emosi dapat mengarahkan dan meningkatkan atau mengurangi energi yang tersedia untuk berperilaku baik.

Sebagai penutup, Contrada menjelaskan banyak faktor yang bisa berkontribusi dalam memanfaatkan emosi negatif menjadi tujuan baik. Termasuk diantaranya kondisi yang diinginkan, cara hidup, kondisi aktual yang tidak sesuai, standar internal, dan intesitas emosi yang kita alami.