Bagikan:

JAKARTA - Industri busana di Indonesia selama beberapa tahun belakangan terlihat berkembang dengan  pesat. Hal ini ditandai dengan hadirnya brand-brand lokal yang mengusung tema kain tradisional Indonesia khususnya NAWA.

NAWA menjadi salah satu brand lokal yang menyasar anak-anak muda dengan desain kain tradisional Indonesia yang hip-hop dan kekinian. Selain itu, NAWA menampilkan desain dengan teknik jahit dan finishing touch yang sangat cermat.

Kain tradisional yang menjadi pilihan NAWA adalah batik dari Solo dan kain-kain tenun ikat asal Sumba. Desainnya unik dengan keberagaman kain tradisional Indonesia, secara keseluruhan menampilkan sentuhan “muda” dan “segar” yang diharapkan akan disukai generasi muda saat ini, terutama generasi milenial dan generasi Z.

Kata NAWA berasal dari bahasa Sangsekerta yang artinya sembilan. Dalam filosofi Jawa angka sembilan dianggap simbol dari kesempurnaan. Banyak makna filosofi di balik angkat sembilan, salah satunya dari falsafah Jawa Kuno yang mengatakan bahwa hidup itu terdiri dari 8 elemen dan 1 pancer atau pusat (rohani). Pancer ini yang membuat ke 8 elemen tadi menjadi hidup. Jadi NAWA sendiri bisa diartikan sebagai kehidupan.

Personal NAWA sendiri terdari tiga sahabat – Latisha Soeryadjaya, Yusuf Hantha Raszanov, Dasril Buyung – yang berkolaborasi dengan peran-peran masing-masing. Latisha berperan sebagai creative director, Yusuf menangani Creative Visual, sementara Dasril lebih ke Produksi.

Ketiga sahabat ini sangat mencintai budaya Indonesia, oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka menggunakan batik dan tenun ikat Sumba untuk koleksi pertama mereka. Selanjutnya, mereka tetap akan menggunakan kain-kain tradisional Indonesia dan tidak berencana memproduksi kain sendiri.

Alasannya, “Lebih baik kami mendukung para pengrajin atau Usaha Mikro Kecil dan Menangah dengan menggunakan kain-kain produksi mereka agar mereka bisa lebih berkembang,” ucap mereka.