YOGYAKARTA – Catatonia dialami 0,5 hingga 2,1 persen orang yang menerima perawatan psikiatri. Menurut penelitian, angka tersebut naik hingga 10 persen uang membutuhkan perawatan kesehatan mental rawat inap. Apa yang membuat catatonia perlu perawatan? Catatonia adalah kelainan yang mengganggu cara kerja otak dan cara seseorang memproses atau bereaksi terhadap dunia di sekitarnya.
Orang dengan catatonia atau katatonia, seringkali tidak bereaksi terhadap hal yang terjadi di sekitarnya. Mereka apatis atau mungkin bereaksi dengan cara yang tampak tak biasa. Selain itu, orang dengan catatonia berkomunikasi, berperilaku, dan memiliki kepekaan yang mencolok.
Para peneliti telah mempelajari katatonia sejak psikiater Jerman Karl Kahlbaum pada tahun 1874. Tetapi masih sangat kurang terdiagnosis hingga beberapa dekade terakhir karena keliru diyakini hanya terjadi pada orang dengan skizofrenia. Tantangan lebih lanjut untuk diagnosis termasuk ketidaksepakatan dalam psikiatri tentang berapa banyak kriteria dan kriteria mana yang diperlukan untuk mendiagnosis katatonia. Selain itu, beberapa tanda katatonik, seperti agitasi dan mutisme, tumpang tindih dengan kondisi lain.
Melansir Cleveland Clinic, Senin, 26 Juni, catatonia bisa dialami setiap orang. Gejalanya dikaitkan dengan kondisi kejiwaan, kondisi neurologis, dan kondisi medis. Pada seseorang dengan catatonia, cara kerja bagian tertentu pada otak terganggu. Area otak memengaruhi cara seseorang untuk mengontrol dan mengelola pergerakan, indera, memori, kemampuan berpikir dan konsentrasi, motivasi, emosi, penghakiman dan pengendalian diri, Nah, karena catatonia dapat mengganggu banyak area otak yang berbeda, gejalanya bisa berbeda-beda. Inilah kenapa pakar sulit mendiagnosis catatonia.
Secara resmi, terdapat 12 gejala catatonia menurut American Psychiatric Association dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5). Diantaranya adalah sebagai berikut:
- Agitasi, yang berarti seseorang bertindak kesal dan mudah tersinggung.
- Katalepsi, terjadi ketika seseorang memegang posisi di mana orang lain menempatkannya.
- Echolalia, ketika seseorang menggemakan suara yang dibuat orang lain.
- Echopraxia, saat seseorang meniru atau mencerminkan gerakan orang lain.
- Ekspresi wajah meringis yang biasanya dilakukan ketika otot wajah kaku dan tegang. Kadang berupa senyuman dalam konteks yang tidak tepat.
- Melakukan gerakan yang mungkin normal tetapi melakukannya dengan cara tidak biasa atau berlebihan.
- Mutisme, ketika seseorang sangat atau benar-benar pendiam.
- Negativisme, seseorang tidak bereaksi terhadap sesuatu yang terjadi di sektiar mereka dan secara aktif menolah apa yang terjadi di sekitar tanpa alasan rasional.
- Postur tertentu yang seringkali tidak nyaman dilakukan bagi orang yang tidak katatonik.
- Stereotypy, yaitu melakukan gerakan berulang yang sepertinya tidak memiliki tujuan.
- Tidak menanggapi apa yang terjadi di sekitar, biasanya mereka tidak menanggapi rangsangan yang menyakitkan, seperti dicubit.
- Fleksibilitas lilin yang ditandai dengan anggota tubuh menekuk seperti lilin yang hangat ketika merespons dorongan.
Di atas merupakan gejala yang dialami orang dengna catatonia. Catatonia juga dapat melibatkan perubahan perilaku yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, termasuk gerakan yang berlebihan atau bahkan konstan. Seperti mondar-mandir, agitasi, dan agresi.
Dalam beberapa kasus, katatonia dapat menyebabkan komplikasi yang mematikan. Ketika ini terjadi, itu dikenal sebagai katatonia ganas. Kondisi ini menyebabkan disautonomia, yaitu saat sistem saraf otonom tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sistem saraf otonom adalah yang mengontrol proses tubuh otomatis yang tidak perlu pikirkan, seperti detak jantung, tekanan darah, mencerna makanan, dan lainnya.
Gangguan catatonia, menurut para ahli tidak ada penyebab khusus. Tetapi paling sering berkaitan dengan gangguan bipolar, skizofrenia, dan gangguan depresi mayor. Gangguan neurologis medis yang paling sering melibatkan catatonia, antara lain gangguan spektrum autism, penyakit autoimun, penyakit otak degeneratif, sindrom down, ketidakseimbangan elektrolit, stroke, epilepsy, dan hidrosefalus tekanan normal.
BACA JUGA:
Penting dicatat, catatonia tidak menular. Dalam mendiagnosis, penyedia layanan kesehatan akan menggunakan metode kombinasi. Perawatan yang dilakukan untuk gangguan catatonia juga tergantung kondisi yang dialami, baik lewat terapi elektrokonvulsif dan obat-obatan.