Eksklusif, Marthino Lio: Terobos Semua Genre dalam Pahit Manis Berkarya
Marthino Lio (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Marthino Lio hadir di industri hiburan layaknya bunglon. Kehadirannya mungkin masih dipertanyakan sebagian banyak orang, tapi tidak sedikit yang menantikan namanya terus muncul di barisan poster film lokal.

Tahun 2023 baru saja dimulai, namun Lio - begitu nama panggilannya, memulai tahun dengan promosi film terbarunya, Mangkujiwo 2. Film horor ini menjadi sekuel dari film berjudul sama yang diarahkan Azhar Kinoi Lubis.

Dalam film ini, Lio menjadi karakter baru bernama Rimba, seorang fotografer yang terlibat dengan sekte Mangkujiwo. Karakternya masih menjadi misteri dan sang aktor enggan berbicara banyak hal soal karakternya dalam film ini.

“Kalau diceritakan bakal ngejelasin semuanya tapi intinya dia (Rimba) datang ke suatu tempat untuk mencari kebenaran tentang masa lalunya dia. Itu mengangkat tema dari Mangkujiwo 2,” kata Marthino Lio menceritakan film terbarunya kepada VOI.

Keterlibatannya dalam Mangkujiwo 2 bukan tanpa alasan, sebab ia merasa bangga bisa bersanding dengan para aktor dan aktris senior di film ini.

“Waktu itu karena ada mba Djenar (Maesa Ayu) ama om Tejo (Sujiwo Tejo) sama om Yayu (Yayu Unru), ada mba Karina (Karina Suwandi). Senior-senior itu karakternya secara pribadi - kuat dan aku selalu suka beradu akting dengan yang senior. Ketemu mereka ya dapat ilmu baru dan justru ilmu yang mereka kasih itu enggak bakal dapat kalau cuma ikut kursus,” jelasnya.

Marthino Lio (VOI)

Salah satu yang Lio ingat ketika memandang akting Sujiwo Tejo. Menurutnya, sang seniman pandai menunjukkan bahasa tubuh yang turut menghidupkan karakternya.

“Satu komunikasinya baik, dua, aku selalu melihat dari sisi positifnya mbah Jiwo begtu karena lagi menjadi mba Tejo. Ya itulah mba Tejo, ada bahasa tubuh tertentu yang dilahirkan dari mbah Jiwo dan dikasih mba Tejo yang menurut aku lawas tapi eksotis. Cara dia menengok itu lawas tuh tapi dijadiin hak milik dan jadi bagus buat ke depannya kalau ada peran kayak gitu buat dicontoh,” katanya.

Proses pembuatan Mangkujiwo 2 menurut aktor kelahiran 26 Januari ini dirasa lancar. Syuting di tiga kota menjelang akhir tahun, ia tidak merasakan banyak tantangan dari segi teknis atau saat berada di lokasi.

“Semesta selalu mendukung sih gak tau kenapa. Karena Rimba ini orang yang sangat tertekan, Alhamdulillahnya selama proses syuting gue mendapat tekanan dari berbagai macam sisi baik itu di luar syuting, baik dari rumah karena kan syutingnya di Jogja, terus kalau misalnya telat nelpon ditanyain, “wah tekanan juga sih wah sangat membantu” katanya sambil tertawa.

“Selalu punya kebiasaan ketika masuk ke judul baru. “Lupakan Lio yang sekarang, datang sebagai gelas kosong”. Kalau kita datang sebagai gelas yang keisi, ya kapan mau belajarnya,” lanjutnya.

Marthino Lio (VOI)

Pertemuannya dengan Azhar Kinoi Lubis juga bukan sekali. Ia mengungkap satu dekade lalu, keduanya berkolaborasi ketika mereka masih menggeluti FTV (film televisi). Namun lewat pertemuan kedua ini, Lio mengaku Kinoi adalah sutradara yang unik.

“Sekarang bisa proyek bareng tuh unik, dia mikirin sampe hal-hal kecilnya sampai pernak-pernik ini gak sesuai, dulu fontnya gak gini, bisa gak framing di sini lu taruh sangkar burung,naruh secara gambar menjelaskan power yang dia punya dikurung. Oh artinya itu, di setiap frame ada filosofinya, setiap pernak-pernik ada korelasi dengan Mangkujiwo 1 dan juga Mangkujiwo 3 jadi ada easter egg,” jelasnya.

Pernyataan di atas seakan menegaskan bahwa kegilaan Mangkujiwo tidak berhenti di sekuelnya, namun seperti sebelumnya, Lio enggan membocorkan apa yang terjadi dari semesta Mangkujiwo ke depannya.

“Alasan kalian harus nonton Mangkujiwo 2 karena satu pemainnya legendaris semua mas Yayu Unru, Sujiwo Tejo, Djenar Maesa Ayu, Karina Suwandi, Kiki Narendra. Mereka semua aktor hebat dan ceritanya juga ups dan downs roller coaster dan darah-darahan,” lanjutnya tertawa.

Karier seorang Marthino Lio juga bisa diumpamakan bak roller coaster. Meskipun sudah menaruh hati dengan dunia akting, namun ia tidak langsung mendapatkan peran dalam film atau sinetron yang mampu membesarkan namanya.

“Perjalanan karier gue sangat panjang dan perih, sangat penuh dengan naik ya naik, turun ya turun. Gue mulai di tahun 2005 itu pertama kali syuting sama Multivision Plus di sinetron Kawin Gantung, gue jadi pemeran pembantu,” ceritanya.

“Lambat laun berjalan habis itu gue nemu di satu titik kayaknya wah bisa lebih. Karena suka syuting, gue suka dan belajar di balik layar. Gue belajar sama mas Umar Setiadi. Gue belajar tentang lampu, kamera dan sering main sama bang Umar lama kelamaan berasa dunia seni gak cuma ini pengen coba yang lain,” lanjut Lio.

Kemudian, ia bertemu dengan Yuke Sampurna, basis dari Dewa 19 yang mulai mengajari soal musik. Selain musik, Lio juga diperkenalkan dengan beberapa kerabat di dunia musik hingga sempat membentuk sebuah band, yang ujungnya lebih cepat dari prediksinya.

“Setelah bubar, gue mulai kangen sama akting terus gue balik lagi sama akting tapi gue kan absen 4 tahun jadi enggak bisa (langsung masuk), ya sudah masuk ke akting lewat musik lagi. Waktu itu teh Melly Goeslaw bikin audisi untuk featuring AADC 2 (Ada Apa Dengan Cinta 2), gue ikutan audisinya tiba-tiba dapat, gue nyanyi soundtrack AADC 2 terus gue liat momentum itu kesempatan gue buat akting,” ceritanya.

Ratusan Purnama menjadi momen Marthino Lio mulai dikenal sebagai duet Melly Goeslaw. Aquarius Musikindo menyebut audisi dilakukan dalam dua bulan dan diikuti 1000 orang untuk mengisi kolaborator ini. Beruntung, secara karakter dan penampilan Lio dianggap sesuai dengan lagu ini.

“Dari situ dikenalin sama pak Sunil Soraya, diajak main film The Guys-nya Raditya Dika. Dari The Guys kebuka lagi Eiffel I’m In Love 2 terus pintu akting kebuka satu-satu mulai masuk ke mas Hanung, Infinite, terus balik lagi ke MD ke Multivision ke semuanya lah dan itu cuma dikasitau momen saat kebukanya tapi proses menuju itu sampai kebuka itu perihnya alamak Alhamdulillah,” lanjut aktor 33 tahun berkilah.

Marthino Lio (VOI)

Berkarier lebih dari 10 tahun membuat Marthino Lio ingin menjadi seseorang yang secara utuh berkarya, bukan karena demi apresiasi atau piala. Bahkan peraih Festival Film Indonesia (FFI) 2022 ini merasa momentum kemenangan hanya terasa ketika di atas panggung.

“Kita menang misalnya piala untuk basket. Kita bisa dibilang juara pada saat penerimaan piala, setelah turun dari panggung ya kita kompetitor lagi. Ya momen juaranya cuma di atas panggung, kalau kita udah turun ya kita bukan siapa siapa lagi. Kiri kanan lawan. Ya namba mentality!” terangnya.

“Bersyukur sih pasti tapi juga penggalian diri berikutnya bikin apa karena ada momen spesial pas nerima piala dan turun dari panggung karena di panggung berikutnya itu ada senior kayak om Slamet (Rahardjo) ibu Christine (Hakim). Ibu Christine langsung manggil dan peluk. Dia bilang “Tetap menjadi kamu yang aku kenal” katanya mengenang masa tersebut.

Bicara musik, Marthino Lio merasa sedikit berbeda dari prinsip utamanya. Ia mengaku masih egois dengan karya musiknya. Ia juga belum siap menerima kritik jika musiknya masih dikritik oleh publik. Unik, namun Lio tegas membuat musiknya untuk diri sendiri.

“Gue orangnya banyak petimbangan. Jadi kalo gue mau satu, gue mikir efeknya seperti apa dampaknya seperti apa. Siap gak bangun tidur lo harus bikin lagu, harus bikin sesuatu karya yang bisa diterima sama orang banyak atau ditolak sama orang banyak. Musik kan personal dan gue mau menjaga itu untuk tetap personal,” kata Lio.

Prinsip yang diterapkan Marthino Lio hingga saat ini adalah berkarya demi karya. Kemenangan Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik tidak menghentikannya untuk terus berkarya. Lio pun santai menjalani hidup secara ikhlas dan menjajal peran-peran fantastis berikutnya.

“Mungkin mindsetnya bukan mengejar sesuatu tapi memberikan yang terbaik. Karena ketika gak dapet apa yang dikejar, kecewanya setengah mati. Katakanlah kita main film buat piala A, kita kasih yang terbaik buat piala itu, setelah dapat, kemungkinan tuh orang sombong gede kan?” lanjut Lio dengan semangat.

“Aku kerja supaya film ini bagus yang lainnya mengikut Alhamdulillah gak ada beban jalanin hidup ikhlas aja. Ekspektasi kan pusatnya kekecewaan dan kebahagiaan ya sudah gausah timbal balik, masa sama diri sendiri aja timbal balik,” katanya.

Selayaknya bunglon, Marthino Lio akan terus beradaptasi dengan karya terbarunya dan ia memastikan langkahnya tidak berhenti di satu titik saja.