Bagikan:

JAKARTA - Fajar Nugros dikenal sebagai sutradara yang suka kereta api. Dia suka mengoleksi miniatur kereta api. Bahkan dari belasan filmnya, selalu ada adegan yang menampilkan kereta api.

Tak selalu mudah mendapatkan izin resmi untuk melakukan pengambilan gambar. Fajar, di hadapan para penonton mengaku bahwa sebuah adegan stasiun yang muncul di film ketika ia baru berkarir, ternyata diambil diam-diam. "Saya syuting di Juanda, enggak pakai izin," kata dia, sebelum penayangan film pendek Bergerak dengan Bahagia, Bergerak untuk Indonesia dan "Strangers with Memories" di Jakarta, Selasa, 15 November.

Bertahun-tahun setelah menjadi sutradara, dia mendapatkan pesan di media sosial dari Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo yang melahirkan kolaborasi lewat dua film pendek. Film pertama adalah film pendek fiksi berjudul Strangers with Memories untuk mengungkapkan perubahan commuter line menjadi lebih baik dan tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Film omnibus yang bercerita tentang pengguna kereta commuter line secara tak sadar saling terhubung menjadi teman seperjalanan saat menaiki kereta. Film pendek omnibus ini adalah gabungan dari empat cerita pendek yang berlatar berlakang di area stasiun dan commuter line.

Film pendek ini menyiratkan pesan bahwa perubahan commuter line yang lebih baik harus dibarengi dengan perilaku para konsumen agar menjadi penumpang yang lebih baik.

Film kedua yang ia buat adalah dokumenter Bergerak dengan Bahagia, Bergerak untuk Indonesia diwarnai dengan narasi dari Ibnu Jamil, menyuguhkan kisah-kisah di balik kereta api yang tak semua orang tahu.

Fakta-fakta menarik dari sejumlah stasiun di berbagai kota, kesibukan para pekerja di saat gerbong sudah kosong. Dokumenter ini juga mengangkat cerita dari orang-orang yang bersentuhan dengan kereta api, mulai dari pengguna setia hingga penjaga lintasan yang sudah setia bekerja selama belasan tahun.

Produk pertama ini melihat dengan dekat apa sih yang membuat pelayanan KAI lebih cepat dari sebelumnya. Fajar mengaku mendapat kebebasan dari KAI untuk mengeksplorasi tema tersebut.

Bersama kru yang berjumlah 30 orang, Fajar berkejaran dengan waktu, naik turun gerbong bersama penumpang untuk mendapatkan shot terbaik di stasiun yang ada di Sumatra hingga Jawa, mencari momen dramatis yang terjadi di dunia nyata juga mencari penumpang yang bersedia dimintai testimoni. Pengalamannya membuahkan rekaman berdurasi 16 jam yang dirangkum menjadi 50 menit.

"Saya enggak boleh ganggu pelayanan ke penumpang, jadi enggak bisa minta kereta untuk berhenti lebih lama biar bisa diambil untuk adegan," ujar Fajar dikutip dari ANTARA.

Salah satu momen paling seru dalam membuat dokumenter ini adalah merasakan kabin lokomotif.

Kabin tersebut memang tidak boleh dinaiki penumpang, sehingga tidak ada kursi lebih untuk orang-orang yang tidak berkepentingan.

Secara fisik dia harus berdiri dua jam dari Cirebon ke Purwokerto. Meskipun izinnya sampai Yogyakarta, dia kapok dan turun di Purwokerto karena tidak tahan lagi berdiri lama.

Ada sejumlah fakta menarik yang Fajar ceritakan dalam film Bergerak dengan Bahagia, Bergerak untuk Indonesia, misalnya jam antik di stasiun Klaten, kemudian stasiun Cibatu yang pernah menjadi saksi kedatangan komedian Charlie Chaplin yang berlibur ke Garut.

Di film itu, seorang pencinta kereta yang juga YouTuber dalam dokumenter tersebut mengungkapkan stasiun favorit yang menyuguhkan pemandangan indah rupawan: stasiun Lebakjero yang terletak paling timur dari Bandung. Stasiun Lebakjero menawarkan pemandangan indah karena diapit Gunung Kaledong dan Mandalawangi.

Baik Bergerak dengan Bahagia, Bergerak untuk Indonesia maupun Strangers with Memories, adalah upaya PT. KAI dalam mendekatkan diri dengan konsumen yang mungkin belum tahu sisi-sisi lain dari kereta api. Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo berharap dua film ini bisa membuat masyarakat semakin mengenal KAI yang terus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.