Bagikan:

JAKARTA - Prisia Nasution menikmati peran barunya sebagai sutradara. Setelah mencoba membuat film pendek, kini Prisia sutradara series 12 Hari. Jika sebelumnya dikenal sebagai aktris, pengalaman di belakang layar ternyata membuatnya nyaman.

"Dulu saya pernah membuat film pendek yang dibintangi Lukman Sardi. Ini pertama kalinya saya menjadi sutradara serial," ujar Prisia Nasution ditemui di Gondangdia, Jakpus beberapa waktu lalu.

Prisia Nasution merasa nyaman ketika berkarya dan bekerja dibalik kamera film. "Kalau akting di depan kamera itu bawaannya masih aja deg-degan meski sering akting, sementara kalau menjadi sutradara, kayaknya asyik aja," ucapnya tertawa.

Wanita kelahiran 1 Juni 1984 ini debut akting lewat film layar lebar Sang Penari (The Dancer) pada tahun 2011. Perannya sebagai Srintil membawanya menerima penghargaan Aktris Utama Terbaik di Festival Film Indonesia 2011.

Prisia Nasution (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

Setelahnya, Prisia mengoleksi peran yang beragam. Dia membintangi lima film pada tahun 2013 yaitu Isyarat sebuah film omnibus bergenre drama, berperan sebagai istri Joko Widodo Iriana dalam Joko, berperan sebagai aktivis lingkungan Butet Manurung dalam Sokola Rimba, Rectoverso sebuah film adaptasi dari novel karya Dewi Lestari, dan sebuah film perjalanan Laura & Marsha.

Tahun 2014 Prisia kembali tampil dalam sebuah film drama Unlimited Love yang mengambil syuting di Eropa. Selain itu Prisia juga kembali berkolaborasi dengan Ifa Isfansyah untuk kedua kalinya dalam Pendekar Tongkat Emas.

Pada tahun 2015, Prisia membintangi film bergenre laga yaitu 3: Alif Lam Mim sebuah film fiksi ilmiah dan Comic 8: Casino Kings Part 1. Setelahnya, Prisia tak terbendung, dia membintangi 3-4 judul film setiap tahun.

Namun, pandemi COVID-19 memberi ruang jeda. Prisia terkena dampak ketika film Indonesia sempat mati suri karena tidak bisa syuting dan bioskop juga ditutup untuk menekan risiko penularan virus COVID-19.

Prisia Nasution (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

Namun, pandemi juga membuka kesempatan baru baginya. Ketika video over the top menjadi alternatif tontonan di rumah, banyak rumah produksi yang membuat serial Demikianlah tawaran untuk menjadi sutradara serial 12 Hari datang padanya.

"Sebenarnya prosesnya itu malah pada saat pandemi. Kita harusnya umpet-umpetan sama COVID ini malah di luar ya mau gak mau interaksi sama COVID. Ya Alhamdulillah semuanya aman, saya sampai sekarang belom kena ya jangan sampai dan karyanya bisa muncul setelah pandemi. Semoga malah ditonton ya karena ini untuk handphone ya jadi bisa ditonton di rumah, tapi justru ini tayangnya setelah pandemi dan saingan tontonan warna-warni banget," katanya.

Isu ketidakadilan menjadi topik utama dalam serial ini. Selain menyimpan pesan moral yang mendalam, serial ini juga menampilkan realita yang banyak terjadi di masyarakat, dikemas dengan alur cerita yang emosional dan penuh adegan aksi.

"Saya tertarik menyutradarai serial ini karena temanya tak biasa. Kalau mencari keadilan, keadilan yang mana yang mau diperjuangkan? Serial ini lebih mengajak untuk membangkitkan kemanusiaan kita," ujarnya.

Berbeda dengan penampilan sinematrografi visual lainnya, 12 Hari memberikan warna-warni pada kejadian masa lampau. Sedangkan kejadian masa kini dan masa depan justru monocrom.

"Karena gambaran yang jelas itu ya masa lalu. Untuk masa kini dan masa depan kita masih gamang, cuma bisa menebak-nebak. Makanya saya pakai monocrom untuk gambaran masa kini dan masa depan," ujar Prisia Nasution.

Prisia Nasution berharap dapat membuat sajian yang bisa jadi bahan pertimbangan yang lain, juga untuk bisa nonton.

DUNIA YANG SERU

Prisia Nasution (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

Memasuki dunia penyutradaraan, Prisia Nasution menemukan passion dirinya yang 'tertidur'. Berbeda saat akting, Prisia tak punya beban dan bisa lepas ketika menjadi sutradara.

"Sebenarnya dari dulu tuh senang sama dunia filmmaking walaupun background saya jauh dari filmmaking. Tapi di sini kesempatan awal filmmaking itu memang dari pemain. Yang disodorin awalnya pemain tapi kemudian saya pikir “Wah seru banget dunia ini” bermainlah sebagai pemain," katanya.

Prisia sempat berfikir passion-nya hanya sebagai pemain. "Karena setiap beradegan atau dunia panggung, nervous-nya luar biasa pas di panggung. Senang bisa dapat atau kontribusi tapi ketika mainin tuh deg-degan jadi kayak aduh gue mules nih susah tidur apa lah segala," ujar istri dari Edildzuhrie Putra Alaudin ini.

Namun, Prisia terus bertanya karena dari dulu passionnya mau meng-create, ingin memberi sudut pandang lain selain dari pemain. "Dari dulu udah bikin film pendek, segala macem akhirnya berkesempatan full berada di belakang layar kali ini. Dan justru happy karena kontribusi di dunia filmmaking tapi dari profesi lain," paprnya.

Prisia Nasution (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

Ternyata, Prisia memang suka berada di belakang layar. Tak ada grogi yang dirasakannya ketika menjadi sutradara. Bahkan dia tak merasa lelah, berbanding terbalik ketika dia menjadi pemain.

"Semangat banget. Gak ada capeknya. Kalau sutradara kan bangun paling pagi, tidur entar dulu. Kalau karakterku lagi gak main bisa istirahat tapi kok ini gak ada capeknya malah semangat terus jadi memang apa kah mungkin ini jawabannya? Sangat menyenangi apa yang dilakukan," katanya.

Rasa groginya tertutup oleh kesenangan mengarahkan kru dan pemain. "Kalau jadi pemain justru grogi banget. Apalagi mau di panggung. Aduh banyak mata orang, justru di depan panggung atau di depan layar itu grogi. Justru di belakang panggung atau di belakang layar itu kok enjoy. Excitement-nya terus-terusan ada gitu sih," kenangnya.

Ketika menjadi pemarin, Prisia bertanggung jawab dengan karakter itu sendiri. "Karakter itu bagaimana caranya kita deliver dan orang percaya gitu kita yang membawakan karakter itu dan orang ngeliatnya itu bukan Prisia oh itu si karakter A yang lagi dibawain. Tanggung jawabnya memang beda," jelasnya.

Sementara ketika menjadi sutradara, Prisia harus bertanggung jawab pada semua karakter. Selain itu, ada divisi lain yang harus dibahas juga dari artnya audio dan visual semua harus dipertanggung jawab diproses.

Prisia Nasution (Foto: Rifai, DI: Raga/VOI)

"Sebenarnya ya mungkin kalau nyaman itu pas di belakang layar, sutradara atau peran apa pun deh yang berkreasi. Tapi tampil di belakang yang akunya gak harus ada di depan kamera itu kok rasanya lebih menyenangkan. Jadi mau jadi sutradara lagi atau di balik layar lain pengen nyobain sih," tegasnya.

Dukungan suaminya memberikan ruang leluasa baginya untuk mencoba hal-hal baru. "Dia setuju-setuju aja. Dia besarnya di panggung jadi dia sangat memahami dunia seni, dunia panggung, dunia akting dan ketika sekarang ada di belakang layar dia juga bisa lihat kok lebih happy. Di serial ini kebetulan dia juga main kan, dan kita bisa lihat dia benar benar profesional maksudnya aku yang nge-direct atau di belakang monitor kita bisa menempatkan profesi di luar suami istri," terangnya.

Meskipun menikmati peran sebagai sutradara dan ingin mencoba peran lain di belakang layar, Prisia tak menutup diri untuk kembali menjadi aktris. Jika ada tawaran yang memikat hati, dia siap tampil di depan layar lagi.

"Bermain masih tetep masih karena itu yang membawa aku ya di jalur pemain jadi gak bisa gak mau main. Aku harus tetap bersyukur dengan profesi yang ditawarkan awalnya terus kalo men=direct ada beberapa yang lagi proses ada karya yang mau dikeluarkan," terangnya.

Apapun bentuk kreativitasnya, Prisia Nasution merasa antusias untuk berkarir di perfilman tanah air. Apa lagi, geliat industri sedang naik dengan pencapaian rekor penonton film terbanyak sepanjang masa.

"Ya itu senneg banget malah habis pandemi itu penonton 1 juta itu gampang banget. Dulu kan ada momen wah satu juta seneng banget liat hype audio visual jadi alternatif hiburan," katanya. Karena itu, Prisia Nasution ingin memberikan karya terbaiknya.