JAKARTA - Raline Shah menjadi narator film dokumenter berjudul Eating Our Way To Extinction yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Kisah Manusia Merangkai Punah. Pengalaman itu membuat Raline banyak belajar tentang lingkungan.
Film berdurasi sekitar 81 menit itu mengajak penonton berkeliling dunia mulai dari kedalaman hutan hujan Amazon, Pegunungan Taiwan, gurun di Mongolia, hingga Fjord Norwegia untuk melihat kondisi menyedihkan lingkungan saat ini, akibat hadirnya peternakan hewan. Sejumlah akademisi dan tokoh-tokoh terkemuka ambil bagian dalam memberikan paparan mereka terkait kondisi yang terjadi.
"Saya belajar banyak dari proses ini. Senang melihat hasilnya karena secara visual, audio visual itu benar-benar dapat kita resapi daripada membaca suatu informasi atau ditakut-takutin dengan fakta-fakta bumi kita sudah lelah, tidak produktif karena ulah kita sendiri," ujar Raline di Jakarta.
Eating Our Way To Extinction awalnya dinarasikan oleh selebritas Kate Winslet. Film itu diluncurkan secara internasional di Inggris, Kanada, Australia, dan negara lainnya pada April lalu dan dinarasikan selebritas lokal dalam bahasa asli mereka.
Di Indonesia, film itu dinarasikan oleh Raline Shah dan tayang perdana hari ini di YouTube. Raline mengatakan, keterlibatannya sebagai narator karena hubungan pertemanan dengan sang direktur fotografer sekaligus sutradara film itu, Ludovic Brockway.
"Keterlibatan saya di sini karena ada teman saya, dia director of photographer untuk film ini dan kebetulan kami suka go hiking bareng. Terakhir itu kami ke (gunung) Kilimanjaro untuk documantary ini," kata dia dikutip dari ANTARA, Rabu, 7 September.
BACA JUGA:
Selama berada di Kilimanjaro, dia dan Ludovic mendiskusikan berbagai hal termasuk apakah menjadikan film ini komersil atau sesuatu yang lebih menginformasi atau mendidik publik, serta ide agar film dialihbahasakan ke berbagai bahasa termasuk Indonesia.
Ludovic yang menyarankan Raline menjadi narator untuk versi film yang berbahasa Indonesia. Raline mengaku tertantang sekaligus senang karena film dalam versi bahasa Indonesia akan lebih mudah dipahami masyarakat di tanah air.
"Dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, biasanya lebih banyak kata-kata untuk menjelaskan dalam satu kalimat dalam bahasa Indonesia, untuk disempitkan ke dalam satu scene pendek kadang-kadang susah juga untuk bisa menjelaskan dengan baik dan benar," tutur dia.