Film Kambodja Masukkan Kondisi Politik Paska Kemerdekaan Indonesia
Film Kambodja (Puput Puji/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - KlikFilm secara ekslusif menghadirkan film produksi Falcon Pictures, berjudul Kambodja mulai 13 Mei. Film besutan sutradara Rako Prijanto ini dibintangi oleh Adipati Dolken, Della Dartyan, Revaldo, dan Carmela van der Kruk.

Cerita ini berlatar belakang kota Jakarta di tahun 1955. Indonesia baru merdeka belum genap 10 tahun. Danti dan suaminya, Sena mendatangi sebuah rumah kos milik Cik Mei. Danti bekerja di perpustakaan sedangkan Sena aktif di sebuah partai. Rumah kosan itu hanya punya tiga kamar.

Kamar pertama dihuni Bayu, seorang penulis lepas kolom opini dan cerita pendek di surat kabar. Sedangkan istrinya, Lastri adalah seorang biduan. Kamar kedua nantinya akan dipakai Danti dan Sena. Sedangkan kamar ketiga, lebih sering kosong, padahal disewa seseorang bernama Erwan.

Kehidupan kosan berasa sunyi, saat Sena pergi ke luar kota untuk urusan partai. Sedangkan Lastri juga keliling kota untuk bernyanyi di acara kampanye suatu partai. Maklum saat itu bulan-bulan menuju pemilu tahun 1955.

Danti dan Bayu nyaris tidak pernah bercakap. Setiap kali berpapasan di selasar atau ruang makan, keduanya hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Seakan itu batasan mereka berdua. Suatu malam, Bayu yang kegerahan membawa mesin tiknya ke ruang tamu. Ternyata di situ duduk Danti tengah mengipas-ngipas kegerahan.

Bayu minta maaf dan mau beranjak ke tempat lain. Tapi Danti mencegah, karena udara memang amat panas. Ruang tamu adalah ruangan yang sirkulasinya paling baik, udara mengalir deras. Bayu tersenyum kaku dan mulai mengetik. Ia tak sadar, saat diam-diam Danti beringsut pergi.

Bayu menyetorkan tulisannya pada Redaktur surat kabar. Redaktur menganggap tulisan Bayu terlalu dangkal. Tulisannya ditolak. Bayu yang kesal, memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mencari referensi. Ia tak menduga bertemu Danti di situ. Bayu membaca dan mencatat, hingga lupa waktu. Karena berpapasan di depan perpustakaan saat tutup, Bayu dan Danti mau tak mau berjalan bersama untuk pulang ke kosan. Saat menunggu bis umum, mereka berteduh di bawah pohon Kambodja. Mereka bercakap-cakap untuk pertama kalinya.

Hidup berjalan terasa membosankan. Danti menunggu-nunggu Sena pulang. Bayu pun selalu ditinggal Lastri. Tanpa sadar Bayu dan Danti memiliki ikatan, karena kesamaan. Sama-sama merasa sepi. Sama-sama diabaikan.

Suatu hari, Danti memeriksa dompet Sena dan mendapatkan tiket perjalanan dari Surabaya. Di kamar sebelah, tanpa sengaja Bayu mendapatkan tiket perjalanan Lastri dari Surabaya. Danti mengajak bicara Bayu. Percakapan itu menguak kisah tentang perselingkuhan Sena dan Lastri. Danti dan Bayu amat terpukul dengan kenyataan itu. Padahal baik Danti dan Bayu punya banyak kesempatan untuk melakukan itu. Tapi mereka tidak pernah mengambil kesempatan itu.

Sesuai dengan tema dan ceritanya, sutradara Rako Prijanto memasukkan kondisi politik paska kemerdekaan. "Keputusan yang diambil setiap karakter mengikuti cerita di masa itu. Karena pilihan politik juga mempengaruhi endingnya," ujarnya ditemui di kantor Falcon, Duren Tiga, Rabu, 12 Mei.

"Production design kita sesuaikan, radio-radio kita sesuaikan. Ini tidak banyak dialog, lebih banyak adegan yang mengandalkan rasa," ujarnya lebih lanjut.