Pandemi corona membuat banyak perusahaan terdampak. Sektor penerbangan termasuk yang paling parah terdampak. Tak sedikit maskapai yang harus menutup operasinya. Garuda Indonesia sebagai maskapai kebanggan bangsa Indonesia juga mengalami pukulan parah, tapi masih tetap bertahan. Irfan Setiaputra sebagai Direktur Utama punya strategi khusus untuk bisa membawa Garuda Indonesia terbang lepas dari pandemi. Inilah curhatnya kepada tim VOI.
***
Menangani perusahaan penerbangan pelat merah seperti Garuda Indonesia bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi dalam situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang. Namun ini buat Irfan Setiaputra yang didapuk sebagai Direktur Utama adalah kepercayaan yang harus ia jaga sebaik-baiknya.
Ir. Irfan Setiaputra menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia sejak keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dilakukan pada 22 Januari 2020. Ia terpilih dalam RUPSLB menggantikan Ari Askhara yang dibebastugaskan bersama direktur lainnya karena beberapa kasus pada tahun 2019. Sejatinya tugas berat sudah menanti saat dia baru dilantik. Tak lama setelah itu pandemi menghantam, makin beratlah tugas yang diemban di pundaknya.
Sebelum menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan sudah memimpin banyak perusahaan baik swasta maupun perusahaan milik negara (BUMN). Berbekal pengalaman di berbagai perusahaan itu ia mencoba menerapkan berbagai strategi agar Garuda Indonesia bisa keluar dari krisis yang melanda kini. Ini berat dan bukan perkerjaan muda, namun buat Irfan ini adalah tantangan.
Belum lama ini Garuda Indonesia dinyatakan kalah dalam kasus gugatan Arbitrase di London Court of International Arbitration (LCIA). Putusan pengadilan memenangkan lessor pesawat Helice Leasing S.A.S dan Atterisage S.A.S (Goshawk) terkait dengan kewajiban pembayaran sewa pesawat Perseroan yang diajukan kepada LCIA di awal tahun 2021. Terhadap dua perusahaan ini juga tengah dijajaki penyelesaian melalui restrukturisasi utang. Pola penyelesaian yang sama juga dilakukan untuk pihak-pihak lainnya.
Meski mengalami berbagai persoalan secara institusi, Irfan Setiaputra menegaskan kepada karyawannya untuk tetap memberikan layanan yang prima kepada penumpang. “Fokus pertama kita harus diselesaikan restrukturisasi utang, ini amat menantang dan bukan pekerjaan mudah dan mayoritas tim kita akan dikerahkan di sana. Yang kedua memastikan bahwa apapun yang terjadi pelayangan Garuda Indonesia kepada penumpang tidak berubah,” katanya kepada Iqbal Irsyad dan Edy Suherli dari VOI dalam sebuah perbincangan secara virtual belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.
Nyaris semua lini usaha terdampak pandemi COVID-19, begitu juga di sektor penerbangan. Garuda Indonesia sendiri pada semester 1 masih rugi 12,8 T, meningkat dari sebelumnya 10,17 T. Sementara pendapatan turun 24 persen. Apa langkah yang anda lakukan dengan kondisi ini?
Kalau kita lihat angka-angka dibandingkan tahun sebelumnya 2020, tolong dipahami bahwa kuartal pertama 2020 itu kondisi masih normal. Paling enak kalau kita mau membandingkan dengan pada kuartal sebelumnya. Kedua saya sebenarnya memulai semester pertama 2021 itu dengan penuh keyakinan optimisme dan semangat tinggi, meski kita mengalami situasi keuangan yang sulit. Pertumbuhan pendapatan dan upaya kita menekan pengeluaran sepanjang semester 2 tahun 2020 khususnya di kuartal keempat 2020 itu sebenarnya cukup menjanjikan. Kita berhasil menekan banyak sekali pengeluaran tetap, kita berhasil melakukan negosiasi dengan para lessor, kita menawarkan pensiun dini pada karyawan, ada lebih dari 600 yang mengambil pensiun dini.
Sampai akhir 2020 perkembangannya menjanjikan?
Sebenarnya ada peningkatan jumlah penumpang yang sangat baik sampai akhir Desember 2020. Jadi kami memulai hari pertama pertama 2021 itu dengan penuh optimisme, tapi ketika terjadi pembatasan, kemudian peningkatan jumlah penderita COVID-19 keadaan mulai berubah. Sementara pembatasan perjalanan di sana-sini dan puncak masa lebaran, optimisme itu meredup. Kita harus menghadapi realita. Tapi kepada teman-teman di Garuda saya tekankan untuk jangan pernah mengeluh. Mari kita cari solusi sambil kita jangan lupakan juga mandat untuk mempercepat kesehatan bangsa ini. Kami memperoleh penghargaan sebagai airline yang paling aman, pilot dan awak kabin kita yang pertama kita vaksin, ini sangat cepat dibandingkan yang lain. Sementara kita terus berupaya menunggu recovery ini berjalan. Memang di satu sisi Garuda Indonesia ini babak-belur. Tetapi di sisi lain kita adalah partisipan aktif menghadapi situasi ini dan melakukan recovery secepat-cepatnya.
Ketika maskapai lain dengan muda mengumumkan mereka berhenti beroperasi, Garuda tidak bisa begitu. Garuda saya katakan ke internal menghentikan operasi adalah sebuah perbuatan yang haram dan tak terpuji. Karena mandat kami mendukung Bhinneka Tunggal Ika. Dalam kondisi apapun kita harus terbang.
Meski penumpang menurun, tapi kargo dan pesawat carter meningkat, apa ada strategi khusus?
Secara umum memang kontribusi kargo itu memang simple. Sedangkan mengurus pengumpang itu jauh lebih ribet. Waktu awal pandemi ada salah seorang direktur yang mengatakan kita fokus di kargo. Karena ada pembatasan selama PPKM, sementara kalau kargo tak perlu PCR, vaksin, dll. Pergerakan orang boleh terbatas, tetapi barang tidak. Kita mengupayakan untuk mengirim barang ke luar negeri dari daerah, tidak perlu melalui Cengkareng dulu. Kita pernah terbang dari Manado ke Narita Jepang langsung membawa ikan tuna yang masih hidup, bukan yang beku. Kita juga pernah terbang dari Makassar ke Singapura dari Denpasar ke Hong Kong. Kita juga pernah terbang dari Padang ke Guangzhou, China membawa 30 ton manggis. Peningkatan jumlah kargo kita memang tinggi. Saya tugaskan kepada pimpinan cabang Garuda di daerah dan luar negeri untuk fokus di kargo. Kalau ada penumpang alhamdulillah, kalau engga ada semoga penerbangan berikutnya ada. Jadi penumpang itu bonus.
Untuk kargo udara itu kan mahal, kargo lewat kapal laut tentu lebih bersaing, seperti apa menghadapi hal ini?
Ya memang demikian kenyataannya, kita tak mungkin borong semua, ya bagi-bagi rezeki pada kapal laut. Tidak semua kita angkut karena berbagai kondisi pengiriman lebih memungkinkan dengan kontainer dan kargo kapal laut. Yang menjadi perhatian kami juga adalah UMKM yang selama pandemi mereka juga tertunda ekspornya. Masih dikaji apakah ada pemberian harga khusus buat UMKM. Kita harus pastikan kalau proses recovery ekonomi ini bisa berjalan lebih cepat. Kalau recovery berhasil Garuda Indonesia juga yang akan menikmatinya.
Harga tiket pesawat Garuda itu memang beda karena dia full service airline bagaimana Anda menjelaskan hal ini?
Garuda memang fokus di full service airline, sedangkan untuk Low Cost Carrier (LCC) ada di Citilink. Tapi memang ada alasan mengapa harga Garuda berbeda. Kepada teman-teman di Garuda saya menekankan betul bahwa harga tiket kita mahal, jadi harus ada reason sehingga orang mau membelinya. Ada gengsi sendiri yang didapat penumpang dengan naik Garuda Indonesia. Psikologis penumpang berbeda saat mereka terbang dengan Garuda. Mereka jadi lebih pede dan bangga saat naik Garuda. Jadi pelayanan kepada penumpang juga harus prima.
Bagaimana dengan sektor carter pesawat?
Di saat pandemi ini yang carter pesawat untuk keperluan logistik. Ada juga kelompok orang tertentu yang lebih memilih mencarter pesawat untuk bepergian ke suatu tempat. Alasannya macam-macam, ada yang demi keamanan karena tak mau bergabung dengan orang lain. Pesawat Garuda juga pernah dicarter untuk even agar waktunya bisa lebih pas. Saya lihat carter pesawat ini masih bagus prospeknya.
BACA JUGA:
Bagaimana dengan penerbangan untuk umrah dan haji?
Umrah dan haji ini amat menguntungkan, namun regulasinya kita masih menunggu dari pemerintah Saudi. Kalau sudah dibolehkan kita siap penerbangan dari Makassar, Solo, Surabaya, Medan, Palembang, Padang ke Jeddah. Insya Allah Oktober 2021 akan dibuka. Kita menunggu saja untuk ini. Tahun depan insya Allah haji bisa kita laksanakan.
Terobosan apa lagi yang Anda lakukan sebagai Dirut?
Fokus pertama kita harus selesaikan restrukturisasi utang, ini amat menantang dan bukan pekerjaan mudah dan mayoritas tim kita akan dikerahkan di sana. Yang kedua memastikan bahwa apapun yang terjadi layangan garuda tidak berubah. Dan ada pembuatan gift untuk penumpang, seperti jaket dan termos. Ada juga layanan premium dengan BMW seri 7 dan masih ada lagi terobosan lain yang kami lakukan. Situasinya memang berat, tapi kami optimis untuk ke depan bisa lebih baik lagi.
Soal utang Garuda yang tidak sedikit, seberapa optimis Anda untuk menyelesaikannya?
Garuda dengan utang bukan situasi yang unik, di seluruh dunia sama kejadiannya. Kita dalam beberapa bulan ini kita akan melakukan restrukturisasi utang. Kita akan cari cara agar Garuda bisa sehat dan restrukturisasi bisa dilaksanakan. Untuk mereka yang sportif seperti ini kita akan memberikan apresiasi yang tinggi. Jadi tetap optimis, kondisi ini amat berat dalam sejarah saya bekerja. Tetapi saya mensyukuri kesempatan ini.
Selain harus berurusan dengan arbitrase internasional di London dalam penyelesaian utang, apa lagi suka duka melakoni proses restrukturisasi?
Tipikal mereka itu bermacam-macam, ada yang menagih utangnya dengan wajar, ada juga yang marah-marah. Saya dan tim harus menghadapi itu semua dengan sabar. Tapi kalau sudah kebangetan, marah-marah terus tak berkesudahan, saya tinggal matiin HP saja. Daripada pusing mendengarkan dia nyerocos terus. Untuk mereka yang kooperatif, misalnya pada pemasok kertas, kita minta penundaan pembayaran kalau dia bisa kooperatif. Dan kita akan ingat itu sebagai budi baik. Ke depan setelah Garuda Indonesia sehat kita tidak akan melupakan jasa-jasa itu. Buat yang tidak kooperatif juga akan kita catat. Anda di mana dan apa yang dilakukan untuk kami saat Garuda dalam kesulitan. Untuk orang yang seperti ini kita berhak dong mengesampingkannya dan mendahulukan orang-orang yang benar-benar berjasa pada kami.
Kiat Irfan Setiaputra Menghadapi Situasi Pandemi, Senang dan Jaga Silaturahmi
Banyak orang yang sudah terpapar COVID-19, Irfan Setiaputra juga pernah merasakan betapa serunya saat virus tersebut bersarang di raganya. Dia terpaksa menjalani isolasi mandiri bersama istri tercinta selama dua pekan. “Alhamdulillah saya sudah melewati masa-masa sulit saat harus isoman. Yang penting kita masih bisa tertawa, sehat dan selalu jaga silaturahmi,” katanya.
Irfan selalu percaya kalau kesehatan jasmani dipengaruhi oleh kesehatan rohani. “Mau ditekan seperti apa pun, seperti kondisi finansial, kondisi perusahaan (kantor), kondisi keluarga dan segala macam, ya kalau diratapi semuanya akan bikin repot sendiri,” katanya.
Justru, ia melanjutkan, keadaan apa pun harus disyukuri. “Dalam kondisi pandemi sekarang ini untung masih ada pekerjaan, untung masih digaji oleh perusahaan. Ada persoalan di rumah, untung masih dibukain pintu oleh istri saat pulang. Untuk masih dimasakin sama istri di rumah. Semua itu disyukuri saja,” lanjut pria kelahiran 24 Oktober 1964 ini.
Kepada teman-teman di kantor dia tak pernah berhenti berpesan untuk menjaga kesehatan. “Selalu jaga kesehatan dan jangan lupa bahagia dan gembira. Untuk membuat hati kita bahagia banyak caranya. Ngobrol-ngobrol begini sudah bikin kita ketawa-ketawa, walau pun nanti setelah ini ada yang mengingatkan saya, hehehe,” katanya sembari menambahkan setiap orang kata Irfan punya cara dan trik sendiri-sendiri untuk menjaga kesehatannya.
Saat dirinya dinyatakan positif COVID-19 beberapa waktu yang lalu, diakuinya sempat panik juga. Yang dilakukan adalah telpon sana-sini bagaimana mengatasi keadaan saat dinyatakan positif COVID-19. “Teman saya menyarankan untuk tetap makan, saya bilang kalau soal itu gampang. Apa saja saya makan, saya tidak ada persoalan dalam urusan makan,” katanya.
Selain itu menurut saran dari temannya tak perlu terlalu dipikirkan. “Teman saya bilang jangan terlalu dipikirikan kalau sedang terpapar COVID-19. Saya tetap menjalani aktivitas seperti biasa meski di rumah saja. Video conferensi dengan teman dan orang kantor saya lakukan sehari sampai 5 kali. Jadi dengan menyibukkan diri dengan kegiatan seperti itu kita tidak punya waktu untuk memikirkan keadaan tubuh kita. Saat capek ya istirahat, begitu saja sampai saya bisa melewati masa isoman bersama istri tercinta,” lanjutnya.
Setelah usia pernikahannya lebih dari 30 tahun, Irfan baru menyadari kalau kebersamaan saat isoman selama dua pekan itu adalah saat terlama mereka hanya berdua saja. “Saya bilang kepada istri kayaknya ini adalah waktu terlama kita berdua saja sejak 30 tahun menikah,” katanya mengulangi pernyataan kepada istrinya -- Luthfiralda Sjahfirdi-- saat sama-sama menjalani isoman.
Gerak Badan
Saat ditanya olahraga apa yang dia lakoni, Irfan ternyata punya jawaban sendiri. “Saya ini termasuk orang yang kurang berolahraga. Tapi kalau di kantor pindah dari satu tempat ke tepat yang lain saya upayakan dengan jalan kaki. Saya tidak menekuni salah satu olah raga tertentu. Tapi saya juga tidak bisa duduk diam seperti bos,” akunya.
Kadang kata Irfan dia mengunjungi terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, dan dari ujung yang satu ke ujung yang lain di terminal itu dia capai dengan berjalan kaki. Kadang ia menghitung jumlah langkah yang dilalui selama seharian. Tapi kadang ia tak peduli sudah berapa banyak Langkah yang ia lalui. “Jadi engga terasa eh dalam sehari ternyata sudah 8.000 langkah yang saya lalui. Saya engga punya target dan engga terlalu ditargetin soal olahraga ini,” kata lulusan S-1 Teknik Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB) 1989 ini.
Soal terpukul, depresi adalah hal yang wajar dialami manusia. Begitu juga yang alami oleh Irfan. “Kita ini manusia biasa, siapa bilang saya tidak pernah mengalami apa yang disebut terpukul dan depresi. Bagaimana tidak depresi selama satu setengah tahun kerja di Garuda Indonesia keadaannya seperti ini. Atasi saja semuanya sendiri tanpa harus ditunjukkan kepada orang lain,” katanya.
Sebagai pemimpin dia tidak pernah menunjukkan rasa putus asa dan depresi yang dialaminya. Kalau hal itu ditunjukkan bisa berpengaruh pada bawahan di kantor. “Sekali Anda menujukkan depresi kepada bawahan semuanya bisa rusak. Saya selalu percaya ada jalan untuk melewati semua masalah ini. Tolong doa dan dukungannya,” pinta Irfan Setiaputra.
“Ketika maskapai lain dengan mudah mengumumkan mereka berhenti beroperasi, Garuda Indonesia tidak bisa begitu. Garuda Indonesia saya katakan ke internal menghentikan operasi adalah sebuah perbuatan yang haram dan tak terpuji. Karena mandat kami mendukung Bhinneka Tunggal Ika. Dalam kondisi apapun kita harus terbang,”