Pangkat dan jabatan sejatinya adalah ujian. Karena itu harus amanah dalam menjalankan tugas yang diemban. Prinsip itu dipegang teguh oleh Ilham Saputra, selaku Plt. dan kini Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia 2021-2022. Ia terpilih setelah pejabat sebelumnya Arief Budiman dinonaktifkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menjadi komisioner dan kini Ketua KPU adalah pembuktian, seperti apa dia bersiasat menghindari godaan kiri dan kanan? Ia berbagi kisah pada Tim VOI.
***
Ilham Saputra menambah daftar putra daerah Aceh yang dipercaya sebagai pemegang pucuk pimpinan KPU. Sebelumnya Putra Aceh lainnya yang memegang jabatan ini adalah Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA, yang menjabat Ketua KPU RI periode 2003-2008.
Menduduki jabatan sebagai komisioner Plt. Ketua dan kini Ketua definitif membuat Ilham Saputra harus ekstra hati-hati. Ia tak boleh masuk dalam lubang yang sama seperti pendahulunya yang harus merelakan jabatannya. “Sebagai anggota KPU kami berupaya untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan. Misalnya memanipulasi suara, kemudian juga melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan moralitas,” ujar pria yang hobi sepak bola dan bersepeda ini.
Sebelum menjadi duduk di singgasana Ketua KPU RI, menggantikan Arief Budiman yang nonaktif karena terkait masalah etika dan hukum, ia memang sudah menjadi komisioner KPU RI. Dan Ilham memiliki rekam jejak yang dalam dunia pemilihan. Ilham memang sudah berkutat dalam organisasi yang fokus pada persoalan Pemilu (Pemilihan Umum). Sejak 1999 hingga 2004 ia terlibat dalam Program Officer Center for Electoral Reform. Dia juga menjabat sebagai wakil Ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh merangkap anggota 2008-2013.
Sebagai pejabat yang melajutkan masa jabatan Ketua KPU sebelumnya, ia tak muluk-muluk, tugas utamanya adalah melaksanakan beberapa Pemilihan Suara Ulang (PSU) dan menyiapkan agenda Pemilu dan Pilpres yang akan datang. Kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, dan Irfan Meidianto dari VOI ia bercerita banyak saat dilakukan sesi wawancara dan pemotretan di Kantor KPU RI, Jl. Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini. Inilah petikan wawancara selengkapnya.
Apa yang akan dilaksanakan dalam masa kepemimpinan Anda ini?
Saya baru menjabat sebagai Pelaksana tugas Ketua KPU pada bulan April 2021. Setahun lagi masa jabatan kami sebagai komisioner KPU selesai. Tugas yang harus kami selesaikan bersama teman-teman anggota komisioner adalah menyelesaikan beberapa pemungutan suara ulang (PSU) di berbagai daerah. Kemudian kami juga sedang menyiapkan rancangan tahapan Pemilu dan Pemilukada di tahun 2024. Kami ingin menyelesaikan program-program itu agar punya legacy pada teman-teman yang akan duduk sebagai anggota komisioner periode berikutnya.
Menjadi anggota KPU RI itu seperti duduk di kursi panas, ketua dan beberapa anggota tersandung masalah hukum. Sebut saja; Arief Budiman, seperti apa Anda menghadapinya keadaan ini?
Menjaga integritas itu penting, kenapa saya bilang seperti itu karena memang lembaga ini disorot oleh publik dan mereka yang punya ketertarikan dalam dunia politik. Sebetulnya sudah ada pengawasan internal dan eksternal dari Bawaslu. Kemudian jika penyelenggara pemilu seperti saya ini ada dugaan pelanggaran etik bisa dilaporkan. Sebagai anggota KPU kami berupaya untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan. Misalnya memanipulasi suara, kemudian juga melakukan tindakan-tindakan apa yang tidak sesuai dengan moralitas.
Sebenarnya yang terjadi dengan Pak Arief Budiman itu debateable. Kalau saya mengatakan itu bukannya pelanggaran etik. Tetapi karena sudah ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan itu, kita menghormati apa yang sudah diputuskan oleh DKPP .
Dalam konteks sebagai Ketua KPU saya banyak diminta untuk ketemu orang. Kalau saya kalau terkait dengan penyeleggaraan pemilu lebih baik bertemu di kantor KPU. Saya juga akan mengajak beberapa komisioner dalam pertemuan itu. Karena KPU itu kolektif kolegial. Bukan Ilham Saputra sendiri yang memutuskan. Dalam pertemuan tersebut bukan dalam sepatutnya ada di saya menjaga betul seperti itu dan kemudian seluruh bukan kita itu benar-benar sesuai dengan undang-undang dan diketahui oleh semua anggota.
Anda sendiri pernah diperiksa oleh polisi terkait tugas sebagai sebagai komisiner KPU (laporan Oesman Sapta Odang), apakah hal itu menjadi pelajaran buat Anda?
Sebetulnya setelah jadwal pemeriksaan Pak Pramono dan Pak Arief Budiman, saya yang diperiksa besoknya. Jadwalnya sudah tidak ada lagi pemeriksaan. Kami sebagai lembaga penyelenggara Pemilu kita bertindak dan bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus Pak Oso (Oesman Sapta Odang) itu kami tetap berpegang pada putusan MK walapun ada putusan PTUN dan Mahkamah Agung. Kami menganggap apa yang sudah diputuskan oleh MK benar. Apa yang kami putuskan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menjadi anggota KPU dan juga KPUD, banyak sekali godaannya, Anda sendiri seperti apa menghadapinya?
Saya sudah berpengalaman, sebelumnya saya sudah pernah di Wakil Ketua Komisi Independen pemilihan Aceh atau KPU yang ada di Aceh. Saya menghindari bertemu orang. Biasanya orang itu datang saat rekapitulasi, mereka mencoba mengubah suara. Kalau sudah begitu saya selalu menghindari pertemuan-pertemuan yang mengajak di luar. Ada juga yang coba datang ke rumah saya, lansung ditemui oleh kerabat saya dengan bawa koper dan sebagainya. Ketika ada sidang MK terkait dengan hasil Pemilu itu biasanya juga banyak sekali yang kemudian menghubungi, tetapi saya percaya bahwa saya bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Saya tidak berani melanggar apa yang saya janjikan/sumpah. Ini soal prinsip dan hal seperti itu harus dijaga. Kalau mau kaya ya bisnis saja di luar, jangan di KPU.
Anggota KPU harus menjaga netralitasnya berada di atas semua Parpol (Partai Politik), seperti apa Anda menjaga netralitas itu?
Bahwa setiap kita pasti punya kecenderungan. Ketika sudah menjadi anggota KPU RI, harus bekerja sesuai aturan dan di atas semua golongan. Pelayanan kepada masyarakat pemilih melayaninya harus dengan porsi yang sama. Dengan partai A, B dan seterusnya dengan seimbang. Kami akan melayani sesuai dengan porsi yang ada. Menjaga keadilan dalam memperlakukan calon dengan sama. Sampai saat ini laporan soal netralitas tidak terjadi.
Sama halnya yang terjadi pada abang saya (Yuga Aden) di Tim Sandiaga Uno. Dia bekerja di sana sebagai profesional sejak Sandiaga Uno menjadi calon Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017. Kemudian saya sudah nyatakan kepada teman-teman di KPU RI kalau saya punya abang sebelumnya dia adalah jurnalis yang bekerja profesional dengan Sandiaga Uno. Selama saya bertugas Yuga tidak bisa mempengaruhi saya. Selama saya declare soal ini menurut aturan KPU tidak masalah.
KPU itu bukan pejabat negara, tapi sorotan kepada komisioner KPU amat sering dilakukan. Terutama saat Pilpres kemarin bagaimana meme-meme tentang komisioner dibikin netizen yang tidak suka dengan kinerja kami. Seperti misalnya Pak Arief Budiman saat masih menjadi Ketua KPU dibikin meme sebagai penemu kotak suara kardus. Saya juga pernah dibuat begitu. Itulah risiko pekerjaan. Terpengaruh iya, tetapi saya enggak marah meski sempat kecewa. Kami tidak bisa memuaskan semua pihak, kami bekerja sesuai dengan aturan yang ada
Pandemi masih terjadi di Indonesia, akhir tahun lalu sempat terjadi polemik apakah pemilu dilaksanakan atau tidak, namun dengan berbagai pertimbangan akhirnya terlaksana dengan Prokes (Protokol Kesehatan) yang ketat. Seperti Apa Anda mengevaluiasi Pemilukada langsung di akhir tahun 2020 itu?
Ya sekali lagi saya ingin sampaikan bahwa KPU bekerja sesuai dengan undang-undang yang ada. Orang kita sesuai dengan undang-undang yang ada itu berjalan karena. Pemilu 2019 pertama kali kita menyelenggarakan Pemilu dengan menggabungkan antara Pilpres (Pemilihan Presiden) dengan Pileg (Pemilihan Legislative) yang sebelum tidak pernah. Kami mencoba mengatur secara teknis. Bagaimana pelaksanaannya tadinya kalau kita lihat di Pemilu 2009 di undang-undang itu.
Di setiap Pemilu ada saja petugas yang meninggal tapi mungkin kemarin karena pertama kali kita menyelenggarakan penggabungan Pileg dan Pilpres ada 700-an orang petugas yang meninggal karena sakit karena berbagai sebab, seperti kelelahan, dan kecelakaan. Ada isu ini dibunuh atau apa, itu tidak benar. Akhirnya ada pihak UGM dan UI melakukan penelitian, yang hasilnya tidak ada unsur seperti itu. Di tahun 2020 Pemilukada dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat. Meski dengan berbagai keterbatasan akhirnya Pemilu bisa dilaksanakan. Saya terharu menyaksikan di lapangan orang datang memberikan suara sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pemilu di Indonesia itu sebenarnya rekor loh, karena bisa dilaksanakan dalam satu hari. Bandingkan dengan di India yang dilakukan beberapa tahap.
Untuk Pilpres 2024 masih perdebatan apakah calon akan dua atau lebih, seperti apa mengantisipasi keadaan ini dan seperti apa peluang e-voting diterapkan?
Calon presiden lebih dari dua sudah pernah terjadi di Pilpres 2004, waktu itu putaran pertama ada 5 pasangan calon (Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati-Hasyim Muzadi, Amien Rais – Siswono, SBY-JK, dan Hamza Haz - Agum Gumelar). Karena tidak ada yang dapat suara 50% lebih dilakukan putaran kedua Mega-Hasyim dan SBY-JK. Dan saat itu yang berhasil terpilih adalah SBY-JK. Untuk Pileg kami minta diajukan bulan Februari 2024. Jika bulan April baru Pileg belum ada hasil yang bisa dijadikan patokan untuk memilih pencalonan. Kalau Pilpres hanya soal teknis saja.
Soal e-voting, persoalan kita itu pada rekapitulasi bukan pada pencoblosan. Kalau e-voting infrastruktur kita belum mendukung. Masyarakat kita lebih suka berkumpul ngobrol dan saat penghitungan itu kan heboh, dengan gaya yang khas dan bikin ketawa. Jadi bukan itu masalah Indonesia.
BACA JUGA:
Ada warga negara asing di NTT yang bisa jadi calon dan ikut Pemilukada dan menang, bagaimana KPU melihat hal ini?
Hal seperti ini pernah juga terjadi di Aceh saat GAM baru berubah menjadi Partai Aceh. Saat itu ada Calegnya yang ternyata masih warga negara Norwegia. Akhirnya dirundingkan dan disepakati suara yang masuk untuk Caleg (calon legislatif) yang bersangkutan suaranya untuk partai. Terkait dengan Sabu Raijua, ternyata dia WNA, KPU punya kewenangan yang terbatas. Dan akhirnya pemilihan suara ulang. Yang menentukan soal ini adalah Kepolisian, Imigrasi dan Kemendagri.
Agar tak terulang lagi kasus seperti ini apa yang bisa dilakukan?
Harus ada ada pemutakhiran data kependudukan dari Kemendagri. Soal ini harus ada koordinasi antarpihak agar hal ini bisa diselesaikan.
Selama ini kesannya KPU itu melaksanakan tugasnya saat Pilpres dan Pileg saja lima tahun sekali, seperti apa Anda menanggapi hal ini?
Orang banyak yang salah paham soal penyelenggara Pemilu, Pemilu itu tidak hanya soal Pemilu dan pencoblosan, menghitung suara. Ada yang namanya siklus Pemilu sudah merencanakan. Bagaimana mempersiapkan Pemilu, sosialisasi, kemudian pendidikan pemilih kemudian apa persiapan logistik dan seterusnya. Setelah Pemilu ada program pendidikan pemilih. Ada juga yang kita urusi pergantian antarwaktu anggota DPR RI. Jadi ada banyak hal yang dilakukan KPU, bukan hanya agenda lima tahun sekali.
Ilham Saputra Belajar Team Work dari Sepak Bola
Sepak bola adalah olahraga yang amat disukai Ilham Saputra. Dengan mengocek si kulit bundar bersama rekan-rekannya ia bisa melepas ketegangan dan stres karena tekanan pekerjaan yang menuntutnya. Selain sebagai olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh, ia juga bisa memetik pelajaran dari strategi permainan sepak bola yang diterapkan untuk memenangkan pertandingan.
Sepak bola itu membutuhkan team work yang bagus. Boleh saja seseorang memiliki kemampuan individual yang tinggi di lapangan, namun kemampuan itu tak akan muncul maksimal kalau tidak didukung oleh kesepuluh pemain lainnya. Kerjasama tim (team work) adalah kunci dalam setiap pertandingan. Tujuannya untuk membobol gawang lawan.
“Kita harus bekerja sama dalam sebuah tim sepak bola. Enggak boleh ada orang yang individualis kalau ingin meraih kemenangan. Tujuan tidak akan tercapai kalau main sendiri tanpa Kerjasama tim yang bagus. Hal ini yang saya terapkan dalam pekerjaan saya di kantor,” kata pria kelahiran Jakarta, 21 Mei 1976 ini.
Lalu apa posisi Ilham saat bermain sepak bola? “Kalau saya biasanya di sayap kanan dan membantu mengatur serangan di lapangan tengah. Ya seperti posisi Steven Gerrald atau Zinedine Zidane yang lebih banyak mengatur serangan dan memasok bola untuk pemain yang ada di posisi penyerang, sebagai ujung tombak. Tapi sesekali dia juga menyerang jika ada peluang,” ungkap pria berkepala plontos yang pernah bekerja sebagai Program Manager pada Aceh Development Fund (2005-2008) ini.
Liverpool (Inggris) dan Juventus (Italia) adalah dua klub sepak bola yang menjadi favoritnya. Khusus untuk Liverpool, ia termasuk penggemar berat klub yang berjuluk The Reds itu. Maklum saja sejak kecil ia memang tumbuh dan berkembang bersama klub yang kini menjadi tempat bernaung Mohamed Salah itu.
“Saat kecil saya memang kagum sekali dengan sepak terjang klub Liverpool yang saya saksikan di TVRI. Saat itu belum ada televisi swasta seperti sekarang yang rajin menyiarkan pertandingan Liga di negara Eropa seperti Liga Inggris. Aksi pemain Liverpool itulah yang membuat saya terpesona dan mengagumi klub itu hingga sekarang di era Mohamed Salah,” akunya.
Asal tahu saja, saat itu Liverpool memang sedang bagus-bagusnya permainannya. Mereka bisa menjuarai Liga Inggris kemudian juga beberapa kali menjuarai liga domestik. Satu lagi soal suporternya yang fanatik membuat ia makin terkesan pada klub yang punya slogan You’ll Never Walk Alone ini. Tidak heran kalau di atas pintu masuk ruang kerjanya terpampang tulisan itu dengan warna merah khas Liverpool. Beberapa cinderamata yang berhubungan dengan The Reds juga menjadi koleksinya dan ikut menghiasi ruang kerjanya. Mulai dari poster, bantal kursi, patung pemain dan lain sebagainya.
Selain sepak bola, olahraga yang juga digemari Ilham Saputra adalah bersepeda dan mendaki gunung. “Saya baru saja mencapai puncak Gunung Lawu pada bulan Maret kemarin. Olahraga itu memang penting sekali, lebih-lebih untuk orang yang sudah berusia 40 tahun lebih seperti saya. Alhamdulillah sampai saat ini saya belum pernah sakit parah. Atau masuk masuk rumah sakit karena beban pekerjaan saya terima,” kata Ilham yang juga pernah mendaki Gunung Seulawah di Aceh.
Dari Gunung Seulawah juga ia pernah besepeda ke Banda Aceh. Jarak tempuhnya dengan medan turun naik sekitar 80 km. “Bagi saya itu adalah pencapaian terbaik dalam bersepeda. Dan menurut saya itu luar biasa,” kata Ilham tetap bersepeda di sela-sela aktivitasnya yang tinggi di KPU RI.
Untuk sepeda ia masih bisa kompromi dengan memilih harga sepeda yang tak terlalu mahal. Tapi untuk sepatu bola, ia amat fanatik dengan sebuah merek sepatu olahraga yang dia nilai bagus. Menurutnya, tak bisa dipungkiri sepatu bagus dan dari merek yang dia sukai itu amat mendukung performanya saat berada di lapangan hijau ketika menggocek si kulit bundar. Harga memang engga bohong. Seperti kata orang bijak, ada rupa ada harga. Untuk mendapatkan kualitas barang yang bagus harus merogoh kocek yang agak dalam.
Ilham tak pelit berbagi resep kesuksesannya meniti karier. Menurut dia sebelum menjadi pemimpin yang baik harus melalui proses dulu secara alamiah dan menjadi follower yang bagus. “Proses itu penting sekali. Sebelum menjadi good leader ya harus menjadi good follower. Ikuti saja prosesnya dari hal yang kecil seperti membuat surat dan mengatarkan surat,” kata Ilham yang juga melalui proses ini. Ia melakoni proses menjadi pengantar surat.
“Saya dulu tukang antar surat ke DPR. Dan jangan pernah menganggap remeh pekerjaan. Anda harus mengikuti tahapan-tahapan menjadi good follower dahulu sebelum menjadi good leader. Jangan terlalu banyak komplain saat menjalankan tugas,” kata alumni S-1 pogram studi Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2006 ini.
Selain menjalankan tugas lembaga yang fokus dalam persoalan pemilu, Ilham Saputra juga aktif di organisasi lain, seperti Muhammadiyah dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Hikmah, Hukum dan Hubungan antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah, 2006-2010 dan menjadi Anggota Majelis, Hukum, Kebijakan Publik, Hikmah dan HAM Pengurus Wilayah Muhammadiyah Provinsi Aceh, 2016-2020.
Bagi Ilham organisasi adalah miniatur dan tempat belajar menyelesaikan beragam persoalan hidup. “Lewat organisasi kita belajar menyelesaikan persoalan. Soalnya organisasi itu menjadi miniatur masalah-masalah yang kita hadapi di depan,” katanya.
***
“Biasanya orang itu datang saat rekapitulasi, mereka mencoba mengubah suara. Kalau sudah begitu saya selalu menghindari pertemuan-pertemuan yang mengajak di luar
.”
***