Pelaksanaan ibadah haji, kata Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) H. Firman Muhammad Nur, M.Sc., harus dilakukan secara menyeluruh. Karena itu, semua pihak yang terlibat harus bersinergi, dan aturan serta undang-undang terkait juga harus diperbarui. Apalagi dalam enam tahun ke depan, kuota haji Indonesia diprediksi akan meningkat tiga kali lipat.
***
Idealnya, lanjut Firman, Indonesia memiliki Kementerian Haji yang fokus pada peningkatan pelayanan ibadah haji. Namun, pemerintah mengabulkan aspirasi AMPHURI dan asosiasi sejenis dengan membentuk Badan Penyelenggaraan Haji (BPH). “Kami tetap menyambutnya dengan senang hati. Jadi, saat ini ada tiga lembaga dan kementerian yang menyelenggarakan haji: Kementerian Agama, BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), dan BPH (Badan Penyelenggara Haji),” ujarnya.
Pemerintah Saudi Arabia sangat serius dalam menangani penyelenggaraan ibadah haji. Setelah berakhirnya musim haji tahun 2024, keesokan harinya mereka langsung menyiapkan penyelenggaraan haji untuk tahun berikutnya.
Apalagi sejak Muhammad bin Salman Al Saud menjadi Perdana Menteri. “Saudi tak hanya mengandalkan sektor migas, tapi juga mengoptimalkan sektor lain sebagai sumber pendapatan negara. Mereka memiliki visi 2030, yang salah satunya menargetkan pemasukan negara dari haji dan umrah,” paparnya.
Pemerintah Saudi menargetkan kedatangan jemaah haji meningkat tiga kali lipat dari sekarang (1,5 - 1,8 juta) dalam enam tahun ke depan. “Ini ambisi yang luar biasa dan harus kita respons. Untuk umrah, mereka menargetkan 30 juta jemaah per tahun; saat ini baru mencapai 15 juta jemaah umrah per tahun,” kata Firman.
Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia melibatkan banyak pihak. Namun, menurut Firman, pengelolaannya masih belum menyeluruh. “Makanya, dari Munas AMPHURI yang lalu, kami mengusulkan nomenklatur haji diubah dari sekadar penyelenggaraan menjadi ekosistem haji,” ujar Firman Muhammad Nur kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Meidianto saat berkunjung ke kantor VOI di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama berselang. Berikut petikan wawancaranya.
Beberapa waktu lalu, Anda sempat mengusulkan adanya Kementerian Haji dan Umrah untuk kabinet Presiden Prabowo. Namun, usulan itu diakomodasi dengan membentuk Badan Penyelenggara Haji. Apa respons Anda?
Kami menyampaikan apresiasi atas respons terhadap aspirasi yang sudah disuarakan. Sebelum Kabinet Merah Putih terbentuk, kami memang sudah mewacanakan perlunya Kementerian Haji. AMPHURI sebagai salah satu pengusul telah memberikan proposal konkret terkait pembentukan kementerian ini. Kementerian tersebut sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi penyelenggaraan haji dan umrah yang semakin kompleks di masa mendatang. Namun, ketika keputusannya adalah membentuk lembaga dalam bentuk badan, yaitu BPH, kami tetap menyambutnya dengan senang hati. Jadi, sekarang ada tiga lembaga yang menyelenggarakan haji: Kementerian Agama, BPKH dan BPH.
Artinya, pemerintahan Prabowo sudah menganggap ada sesuatu yang penting untuk didorong dalam penyelenggaraan ibadah haji demi memberikan manfaat dan kepastian keberangkatan. Tentunya, yang diperlukan adalah pelayanan maksimal bagi masyarakat yang akan berangkat haji.
BPH ini setingkat badan, sementara di Arab Saudi terdapat Kementerian Haji, jadi belum setara. Bagaimana menurut Anda cara menyiasati kesenjangan ini?
Itulah alasan utama mengapa kami mengusulkan adanya Kementerian Haji. Sejak menjadi Perdana Menteri Arab Saudi, Muhammad bin Salman Al Saud tidak hanya mengandalkan sektor migas, tetapi juga mengoptimalkan sektor lain sebagai sumber pendapatan negara. Mereka memiliki Visi 2030, di mana salah satu targetnya adalah pemasukan negara dari haji dan umrah. Dalam enam tahun ke depan, target mereka adalah peningkatan jumlah jemaah haji hingga tiga kali lipat dari sekarang (1,5–1,8 juta). Ini adalah ambisi yang luar biasa dan harus kita respons. Untuk umrah, mereka menargetkan 30 juta jemaah per tahun, sementara saat ini baru mencapai 15 juta per tahun.
Kementerian Haji yang berdiri sendiri ini memiliki fokus untuk meningkatkan pelayanan jemaah, memudahkan kedatangan, memberikan kemudahan pelayanan jemaah, dan bekerja sepanjang tahun. Di Indonesia, pelayanan ini cenderung insidental, hanya intensif menjelang musim haji saja. Padahal, jemaah asal Indonesia merupakan target utama pemerintah Saudi karena jumlahnya paling banyak. Dana yang berputar dari haji dan umrah ini juga sangat besar. Menurut Kementerian Keuangan, jumlahnya mencapai Rp160 triliun per tahun. Dalam bidang ekonomi, kita belum optimal mengkaji dan memanfaatkan dana haji yang ada. Karena itu, perlu adanya level setara dengan pemerintah Saudi untuk mendiskusikan berbagai hal dalam urusan haji, sehingga manfaatnya bisa benar-benar maksimal. Dari Munas AMPHURI, kami mengusulkan nomenklatur haji diubah dari sekadar penyelenggaraan menjadi ekosistem.
Ini yang perlu dipahami oleh pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan, bukan?
Mengapa kita berbicara tentang ekosistem haji? Karena dalam UU No. 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, penyelenggaraan haji ini adalah keistimewaan untuk WNI yang beragama Islam. Saat ini sudah ada sekitar 200 penyelenggara perjalanan umrah yang memiliki lisensi. Artinya, ini telah menjadi sebuah ekosistem yang dijalankan oleh puluhan bahkan ratusan ribu orang.
Antara BPH dan BPKH harus ada keseimbangan sebagai badan yang sama-sama menangani persoalan haji. Menurut saya, eksekutif dan legislatif perlu duduk bersama untuk membuat atau merevisi undang-undang tentang haji guna mengantisipasi perkembangan yang pesat. Kementerian Haji Saudi telah bekerja sejak hari terakhir musim haji 2024 selesai, bahkan mereka sudah membagikan kuota haji untuk tahun berikutnya. Indonesia sendiri telah mendapatkan kuota sebanyak 211.000. Persiapan mereka berlangsung lama dan tak pernah berhenti. Timeline pemerintah Saudi Arabia sudah sangat jelas, dan kita harus segera menyesuaikan diri, tidak boleh berhenti.
Apa saja persoalan krusial dalam urusan haji dan umrah selama ini?
Secara umum, pelaksanaan ibadah haji yang baru selesai sudah berjalan baik. Banyak perubahan yang dilakukan pemerintah untuk membantu jemaah haji kita. Tingkat kepuasan masyarakat di atas 85%, artinya sangat puas. Tidak ada kejadian besar yang menjadi catatan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024.
Tapi DPR RI membuat pansus haji?
Soal pansus haji itu hal lain, itu bagian dari evaluasi. Maksud saya, kalau dibandingkan dengan 2023, ada kasus jemaah yang terlantar di Muzdalifah. Tahun ini relatif aman dan lancar. Kami menghargai semuanya, terutama semangatnya untuk meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji kita.
Kuota haji yang terbatas menimbulkan beragam masalah; daftar tunggu lama, terjadi penyalahgunaan kuota haji, dll. Bagaimana menyikapi hal ini?
Enam tahun ke depan, Saudi menargetkan peningkatan jumlah jemaah haji tiga kali lipat dari sekarang. Kita harus siap karena kuota juga akan bertambah. Kita akan memberangkatkan 500.000 hingga 600.000 jemaah haji per tahun. Daftar tunggu saat ini mencapai 5,6 juta jemaah, dengan waktu tunggu 15 hingga 40 tahun. Saudi telah merancang daftar tunggu tidak lebih dari 10 tahun. Karena itu, kami mendorong agar urusan haji ini diurus oleh kementerian sendiri, sehingga kita bisa memenuhi harapan Saudi dalam penyelenggaraan haji ini. Kemarin saja, dengan tambahan 20.000 kuota sudah cukup membuat ramai, bagaimana jika penambahannya lebih besar lagi? Ini yang harus menjadi perhatian kita.
Kita perlu persiapan agar bisa head-to-head dengan Kementerian Haji Saudi. Karena banyak sekali dimensi dalam urusan haji, seperti soal keuangan, dana abadi, dan pemanfaatan dana haji, dll. Jadi, kepercayaan Saudi dalam memberikan tambahan kuota kepada kita harus dimanfaatkan dengan baik. Sebagai regulator, pemerintah harus melaksanakan pengawasan agar penyelenggaraan haji terus meningkat. Kami berharap pemerintah menjadikan asosiasi haji dan umrah sebagai mitra strategis untuk meningkatkan pelayanan haji. Selama ini asosiasi perjalanan haji belum diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah lainnya.
Jadi selama ini asosiasi perjalanan haji dan umrah merujuk ke mana?
Kami masih dianggap seperti LSM. Kami mengusulkan agar asosiasi dilibatkan dalam pengawasan, sehingga pemerintah dapat memperoleh masukan resmi dari unsur masyarakat dan melibatkan asosiasi dalam ekosistem haji.
Biaya haji dan umrah masih menjadi perhatian, apa upaya untuk meminimalisirnya?
Saudi Arabia menginginkan visa haji itu tidak berbiaya. Disepakati bahwa kuota haji adalah satu orang per satu juta. Ketika daya beli meningkat sementara kuota terbatas, permintaan pun meningkat. Saat ada sumber kuota lain selain yang resmi, muncullah haji furoda yang harganya sangat tinggi. Saya yakin dengan diplomasi yang baik, Saudi akan memberikan tambahan kuota. Seperti pada musim haji terakhir, kita mendapat tambahan 20.000 kuota secara gratis dari Saudi. Yang penting adalah tata kelola dan pembagian yang adil. Jika diplomasi kita baik, kita bisa mendapat kuota tambahan lagi. Upaya efisiensi juga diharapkan dapat menekan biaya haji seminimal mungkin.
Pembangunan Indonesia City atau Kampung Indonesia di Saudi memang bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan dana tambahan. Indonesia City ini adalah investasi jangka panjang yang dapat digunakan sebagai tempat menginap jemaah serta wahana promosi komoditas Indonesia dan tempat pengenalan budaya Indonesia.
BACA JUGA:
Dari asosiasi, apakah ada upaya untuk meminimalisir penipuan yang berkedok layanan haji dan umrah?
Kami prihatin masih ada ketidaksesuaian dalam pelaksanaan ibadah, khususnya umrah. Bersama Kemenag, kami terus mendorong agar pelaksanaan umrah sesuai harapan. Yang paling utama adalah penyelenggara perjalanan haji dan umrah harus berlisensi sehingga ada jaminan bagi jemaah. Oknum penyelenggara umrah dan haji yang tidak resmi harus bisa dihentikan. Perlu ada standarisasi bagi penyelenggara ibadah haji dan umrah; mereka harus memiliki kemampuan penyelenggaraan yang baik dan dapat mengantisipasi jika terjadi ketidaksesuaian.
Untuk keberangkatan umrah, maksimal hanya satu kali transit. Mengapa masih diperbolehkan transit? Karena harga tiket lebih murah. Namun, risikonya adalah jika terjadi penundaan dari pos keberangkatan awal. Saat ada penundaan, jemaah mungkin tidak sempat mengejar pesawat berikutnya karena jumlah jemaah umrah yang banyak. Penyelenggara harus menjaga reputasi mereka agar terus dipercaya oleh masyarakat. Untuk mengecek apakah sebuah travel umrah dan haji memiliki lisensi, publik bisa memeriksa melalui laman resmi Kemenag. Hindari travel yang tidak berlisensi, karena risikonya tinggi untuk gagal berangkat.
Apakah negara lain seperti Malaysia dan Pakistan menghadapi persoalan haji dan umrah yang sama peliknya dengan Indonesia? Bagaimana mereka menyelesaikan masalah tersebut?
Di Malaysia, terdapat lembaga Tabung Haji yang menyelenggarakan haji, sementara pemerintah hanya bertindak sebagai regulator. Di Pakistan, masyarakat membayar biaya perjalanan haji secara penuh tanpa subsidi dari pemerintah. Mana yang akan dipilih, saya kira kita memilih yang terbaik. Selama pandemi kemarin, asosiasi perjalanan haji dan umrah termasuk sektor yang tidak mendapat stimulus dari pemerintah. Masing-masing berusaha untuk bertahan, alhamdulillah kami bisa bertahan. Situasinya akan berbeda ketika urusan haji sudah menjadi ekosistem; pemerintah harus hadir untuk membantu saat terjadi gejolak.
Apa harapan Anda kepada Presiden Prabowo agar penyelenggaraan haji ke depan lebih baik lagi?
Terima kasih kepada pemerintah yang sudah membentuk BPH. Kami berharap Kemenag, BPH, BPKH, dan Komisi VIII yang membidangi haji dan umrah bisa merangkul asosiasi perjalanan haji dan umrah, untuk duduk bersama mengatur tata kelola agar berjalan dengan baik. Peraturan dan perundang-undangan yang sudah tidak relevan perlu diperbarui. Ini perlu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) dan menjadi prioritas. BPH juga memerlukan landasan hukum agar ke depan tidak kontra produktif dengan lembaga yang sudah ada.
Sebagai asosiasi, kami ingin diatur dalam undang-undang agar status dan fungsinya jelas. Kami juga ingin terlibat dalam pengawasan agar penyelenggaraan haji ke depan semakin baik. Kami sebagai pelaku bisa bersikap lebih fair. Semoga upaya ini bermanfaat dalam membangun ekosistem haji yang lebih baik ke depannya.
Firman Muhammad Nur: Ada Keseimbangan di Kampung Maghfirah
Apa yang dihasilkan dari usaha Maghfirah Travel yang bergerak dalam bidang pelayanan haji dan umrah, sebagian disisihkan untuk lembaga pendidikan yang diberi nama Kampung Maghfirah. Lewat lini pendidikan dan dakwah ini, menurut H. Firman Muhammad Nur, MSc, diharapkan bisa menjadi penyeimbang kegiatan bisnis yang dijalani.
“Kami ingin membagikan sebagian dari hasil usaha, kemanfaatan dari usaha yang notabene berasal dari Ka’bah dan Allah SWT, untuk dikembalikan lagi bagi kemaslahatan umat. Jalannya melalui lembaga pendidikan dan pengkaderan dakwah,” kata Firman yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI).
Menurut Firman, pada tahun 2016 didirikanlah Kampung Maghfirah yang terletak di Caringin, Bogor. KH Ahmad Hatta, Lc., MA, PhD, salah satu pemilik Maghfirah Travel, mendirikan lembaga pendidikan dengan konsep pendidikan terpadu dan terintegrasi dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi.
“Yang pertama didirikan adalah Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Islam (STIPI) Maghfirah. Karena mereka membutuhkan tempat untuk mempraktikkan ilmunya, berikutnya didirikan Madrasah Aliyah (SMU) Milbos (Maghfirah Islamic Leadership Boarding School) dan kemudian juga Madrasah Tsanawiyah (SMP) Milbos,” katanya, sambil menambahkan bahwa setelah itu akan didirikan pula Madrasah Ibtidaiyah (SD) serta PAUD dan TK Alquran.
Melepas Kerinduan
Bukan tanpa alasan lembaga pendidikan yang berdiri di atas lahan seluas 40 hektar itu menggunakan itilah kampung. “Karena kami ingin menjadikan Kampung Maghfirah ini tempat orang untuk melepas kerinduan pada kampung halaman. Lokasinya memang di kampung, di lereng Gunung Pangrango yang sejuk dan asri,” ujar pria kelahiran Palembang, 23 Februari 1972 ini.
Nama Maghfirah bukan sekadar entitas bisnis travel yang dilakoni. Lebih dari itu, Maghfirah atau ampunan dari Allah adalah tujuan setiap muslim dalam menjalankan ibadah. “Setiap muslim yang ingin beribadah, khususnya ke tanah suci Makkah dan Madinah, tentu mengharapkan ampunan dari Allah SWT,” terang Firman Muhammad Nur.
Mahasiswa yang belajar di STIPI Maghfirah mendapat beasiswa 100%. “Semua mahasiswa yang belajar mendapat beasiswa penuh. Selanjutnya mereka ini akan dididik menjadi tenaga pengajar di sekolah-sekolah Islam di lingkungan kami dan juga di lembaga lain yang membutuhkan,” ujarnya.
Pesantren Husnul Khotimah
Selain STIPI, MA, dan MTs yang sudah beroperasi, ada juga program Pesantren Husnul Khotimah. “Ini adalah program pesantren kilat selama sepekan yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mempersiapkan akhirat yang lebih baik. Ternyata program ini banyak diminati,” ungkap Firman.
Pada awal dibuka, peserta Pesantren Husnul Khotimah adalah mereka yang sudah purnatugas atau pensiunan. “Setelah mengikuti program ini, mereka menyadari bahwa seharusnya program ini diikuti sejak awal bekerja. Program ini membantu pemantapan visi dan misi dalam menjalani hidup,” katanya.
Sekarang, menurut Firman, yang mengikuti program Pesantren Husnul Khotimah ini malah banyak anak muda. Beberapa perusahaan sengaja mengirim karyawan level manajer untuk mengikuti program ini. “Tujuannya agar para manajer memiliki perspektif akhirat. Dengan perspektif ini, mereka diharapkan menjadi pekerja yang aktif dan produktivitas mereka memiliki dimensi dunia dan akhirat,” paparnya.
Kampung Maghfirah bagi jemaah yang pernah beribadah haji atau umrah melalui travel Maghfirah diharapkan menjadi "zamzam," yaitu amal saleh yang berkelanjutan. “Kampung Maghfirah ini juga diharapkan seperti zamzam, menjadi kebaikan yang berkelanjutan. Kami mengajarkan calon pendidik yang akan mengembangkan dan menyebarkan ilmu,” tandas Firman Muhammad Nur.
"Sejak menjadi Perdana Menteri Saudi Arabia, Muhammad bin Salman al Saud tak hanya mengandalkan sektor migas, tapi juga mengoptimalkan sektor lain untuk sumber pendapatan negara. Mereka punya visi 2030, salah satunya menargetkan pemasukan negara dari haji dan umrah. Dalam enam tahun ke depan targer mereka jemaah haji yang datang meningkat tiga kali lipat dari sekarang (1,5 -1,8 juta). Ini ambisi yang luar biasa dan harus kita respons. Dan umrah mereka targetkan 30 juta per tahun, sekarang baru 15 juta jemaah umrah per tahun,"