Bagikan:

Warung Madura dan peritel moderen yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) diberitakan berseteru di berbagai media cetak nasional. Menurut Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, pihaknya menghargai keberadaan warung Madura dan warung tradisional lainnya. Antara peritel moderen dan warung tradisional adalah sama-sama pelaku usaha. Keduanya bersaing merebut hati konsumen dengan caranya masing-masing.

***

Bagi Roy, antara anggotanya dengan Warung Madura dan warung tradisional lainnya adalah sama-sama pelaku usaha. “Ada dua hal yang mau saya garis bawahi. Pertama, secara prinsip kami menghormati keberadaan warung Madura dan warung tradisional. Kedua, antara kami sebagai peritel dengan pengusaha warung Madura ini sama-sama sebagai pedagang,” katanya.

Soal warung Madura mau buka 24 jam, bagi Roy tidak ada persoalan. “Selama kuat dan memang ada pasarnya, silahkan buka 24 jam,” ujarnya.

Yang menjadi perhatian Roy adalah soal keamanan dan keselamatan di Warung Madura dalam menjual bensin dan LPG. “Saat mereka menjual bensin atau LPG, itu diperlukan keamanan agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan. Harus ada APAR (alat pemadam kebakaran) yang dibutuhkan jika terjadi kebakaran,” ujarnya.

Kini, kata Roy, pihaknya sudah melakukan pengecekan langsung ke daerah Klungkung, Bali, di mana persoalan ini pertama kali mencuat. “Saya sudah cek soal ini, tidak ada anggota kami yang mempermasalahkan keberadaan Warung Madura. Soalnya bisa saja ada yang menyuarakan tapi menggunakan nama kami, bisa saja mereka itu minimarket. Itu bukan anggota Aprindo,” tegasnya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Medianto saat melakukan wawancara khusus di kantor VOI di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama berselang.

Selain itu, Roy Nicholas Mandey juga bicara soal utang rafaksi minyak goreng, pemberdayaan UMKM, dan upaya mengangkat level UMKM untuk bersaing di pasar global, rencana pemerintah menaikkan PPN 1%, dan penerapan cukai untuk minuman berpemanis. Inilah petikan selengkapnya.

Menurut Ketum Aprindo Roy Nicholas Mandey antara peritel moderen dan tradisional seperti warung Madura pada dasarnya saling bersaing dalam menarik perhatian konsumen. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Menurut Ketum Aprindo Roy Nicholas Mandey antara peritel moderen dan tradisional seperti warung Madura pada dasarnya saling bersaing dalam menarik perhatian konsumen. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Belum lama ini sempat heboh soal warung Madura yang head to head dengan ritel moderen. Bagaimana duduk persoalannya?

Ada dua hal yang mau saya garis bawahi. Pertama, secara prinsip kami menghormati keberadaan warung Madura dan toko tradisional. Kedua, antara kami sebagai peritel dengan pengusaha warung Madura ini sama-sama sebagai pedagang. Tapi ada aturan dalam berdagang yang perlu kami utarakan untuk keselamatan dan kesehatan kita bersama. Kalau mereka mau jualan 24 jam, silakan jika kuat atau memang ada pasarnya. Saat mereka menjual bensin atau LPG, itu diperlukan alat keamanan agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan. Harus ada APAR (alat pemadam kebakaran) yang sangat dibutuhkan jika terjadi kebakaran.

Selain soal BBM dan LPG, juga soal minuman, harus jelas daftarnya. Jangan sampai ada minuman yang tidak layak dijual di warung. Ini bisa merusak kesehatan masyarakat kalau dibiarkan. Ini untuk kenyamanan pedagang dan juga konsumen.

Sampai saat ini, apakah masih ada perselisihan antara pengusaha ritel dan warung Madura?

Mulanya kasus ini mencuat dari Klungkung, Bali. Saya sudah cek ini. Tidak ada anggota kami yang mempermasalahkan keberadaan warung Madura. Karena bisa saja ada yang menyuarakan tapi menggunakan nama kami, bisa saja mereka itu minimarket. Itu bukan anggota Aprindo. Jadi kami menghormati saudara-saudara kita pengusaha warung Madura. Concern kami hanya mengingatkan untuk dua hal tadi: soal penjualan bensin/LPG dan minuman yang dilarang.

Soal persaingan adalah hal yang lumrah dalam bisnis. Seperti apa iklim persaingan yang terjadi selama ini?

Karena anggota Aprindo dan warung Madura itu sama-sama pelaku usaha. Keduanya bisa saling bersaing satu sama lain. Cuma koridornya harus yang sehat. Soal beroperasi 24 jam kalau kuat, silakan.

Sejauh mana ketahanan pelaku bisnis ritel moderen ini? Soalnya peritel seperti Giant, TransMart, Gramedia, ACE, Golden Truly, Centro, dan Matahari, ada yang tutup total, ada juga yang menutup sebagian gerainya?

Setelah pandemi COVID-19 kita masuk di era baru yang kita sebut next normal. Hampir semua pengusaha terdampak karena pandemi. Sekarang perilaku konsumen polanya sudah berubah. Peritel yang tidak berubah akan tertinggal. Akhirnya ada yang menutup gerai sebagian dan juga ada yang tutup seluruhnya. Konsumen akan melihat kalau ada toko yang antre, barangnya tidak lengkap, pelayanan yang tidak nyaman. Faktor ini akan membuat konsumen berubah pikiran dan pindah ke toko lain.

Secara umum memang demikian. Namun ada beberapa peritel yang meski antre tapi konsumen tetap setia. Mengapa bisa seperti ini?

Itu adalah fenomena. Di balik itu pasti ada kelebihan yang dimiliki ritel ini. Bisa jadi karena ketersediaan barangnya lengkap dan harganya bersaing atau terjangkau, serta pelayanan yang baik. Jadi meski antre namun pelayanannya bagus. Ini yang membuat ada peritel yang menjadi favorit konsumen.

Soal realisasi kenaikan PPN 1% yang akan berlaku 1 Januari 2025 menurut  Ketum Aprindo Roy Nicholas Mandey mestinya dipertimbangkan kembali oleh pemerintah, karena akan berdampak ke banyak pihak.  (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Soal realisasi kenaikan PPN 1% yang akan berlaku 1 Januari 2025 menurut  Ketum Aprindo Roy Nicholas Mandey mestinya dipertimbangkan kembali oleh pemerintah, karena akan berdampak ke banyak pihak.  (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Soal utang rafaksi minyak goreng kepada peritel, apakah sudah beres? Berapa besar tunggakan yang harus dibayar pemerintah dalam hal ini Kemendag?

Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman media yang terus berkomunikasi soal utang rafaksi minyak goreng ini. Kami terus berharap agar utang rafaksi ini segera diselesaikan oleh pemerintah, soalnya sampai hari ini belum juga dibayarkan. Padahal ini sudah masuk dua tahun lima bulan.

Mengapa belum dibayar juga, apa kendalanya?

Itulah yang kami tunggu jawaban dari pemerintah, mengapa belum dibayarkan. Padahal kami ini peritel yang diminta untuk menalangi penjualan harga minyak goreng yang saat itu di atas harga pokok. Kami diminta untuk menutupi subsidi harga dengan Perpendag No. 3 Tahun 2022. Kami sudah melaksanakan tugas menjual minyak goreng dengan harga Rp14.000 seperti yang diminta pemerintah. Saat itu harga pasaran waktu itu sudah Rp22.000. Saat itu kami nombok, makanya kami menagih uang yang sudah kami keluarkan.

Kalau hal ini diabaikan, akan menjadi preseden yang tidak baik. Pemerintah bukannya mendukung sektor bisnis, malah memberatkan. Dan ini juga tidak bagus untuk investor asing yang akan masuk, karena mereka melihat ada ketidakpastian hukum di sini.

Dananya ada tidak untuk membayar?

Dananya ada dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), jadi bukan dana dari Kemendag. Dana itu dikumpulkan dari ekspor pelaku usaha CPO. Setiap satu metrik ton mereka ekspor wajib menyumbang 50 Dolar Amerika. Hasil verifikasinya masih di Kemendag. BPDPKS sudah siap membayarkan, namun karena belum ada rekomendasi dari Kemendag akhirnya tertunda.

Sekarang soal pengembangan UMKM, seberapa besar peluangnya?

Saat ini Aprindo mendapat kepercayaan untuk memimpin ritel di forum The Federation of Asia-Pacific Retailers Associations (FAPRA). Jadi Aprindo sekarang memimpin 20 asosiasi ritel di 20 negara Asia Pasifik. Kami juga menjadi ambassador dari World Retail Congress yang beranggota lebih dari 300 asosiasi ritel dari seluruh dunia. Ini adalah kesempatan untuk membuat UMKM naik kelas. Kami akan mengkomunikasikan agar produk UMKM kita bisa dipasarkan di jaringan ritel di 20 negara FAPRA. Kita dorong UMKM untuk masuk ke pasar global. Tapi kita tidak bikin seremoni, kita utamakan jalan dulu. Daripada sudah seremoni ternyata tidak jalan

Apakah UMKM kita siap untuk menuju pasar global?

Memang banyak yang belum siap. Untuk masuk pasar global, kualitas nomor satu, lalu perizinan dan kemudian kemasan harus baik. Selanjutnya, konsistensi dan juga strategi harga yang bagus. Ini yang harus dimiliki UMKM kita.

Pemerintah berencana menaikkan PPN 1%, apa reaksi Aprindo untuk rencana ini?

Menurut kami, PPN yang akan naik per 1 Januari 2025 hendaknya dipertimbangkan lagi. Besarnya memang 1%, dari 11% naik menjadi 12%, tapi dampaknya bisa besar sekali. Soalnya, situasi geopolitik belum stabil. Ini bisa berpengaruh ke dalam negeri. Perubahan iklim; adanya El Niño dan kemudian ada juga La Niña, ini juga berpengaruh. Dalam suasana seperti ini, jika PPN naik akan besar pengaruhnya. Naiknya memang 1%, tapi realitasnya itu bisa jadi 15%. Saat PPN naik, semua biaya akan terkerek naik. Akhirnya daya beli masyarakat terdampak. Publik akan menahan belanja, ini akan mengurangi konsumsi rumah tangga. Artinya, bagaimana kita mengharapkan ekonomi tumbuh 6% kalau keadaannya begini berat.

Penundaannya menurut Anda berapa lama?

Sampai keadaan membaik, setidaknya satu setengah sampai dua tahun. Kalau tetap dipaksakan PPN naik 1%, akan ada yang terdampak. Nanti, belum 100 hari pemerintahan baru berjalan, keadaan sudah amat sulit. Padahal harapan kita, pemerintah baru juga harus concern pada persoalan ini, soal daya beli masyarakat yang terancam turun.

Lalu soal cukai minuman berpemanis yang akan diterapkan pemerintah, apa tanggapan Aprindo?

Memang tujuannya mulia untuk kesehatan masyarakat. Tapi menurut kami ini juga perlu dikaji ulang. Apakah penerapan cukai ini sudah tepat sasaran atau belum. Soalnya, kesehatan itu keputusan pribadi, bukan keputusan kolektif. Mengurangi minuman manis itu keputusan pribadi. Yang lebih penting bagaimana kesehatan itu disosialisasikan sejak dini. Boleh diobservasi, apakah cukai minuman berpemanis yang nanti akan masuk itu sebanding dengan penurunan daya beli masyarakat. Saya pribadi tidak yakin.

Menurut Anda apa alternatifnya kalau cukai minuman berpemanis tidak diterapkan?

Masih ada alternatif lain yang bisa digunakan. Salah satunya adalah ekstensifikasi NPWP. Perlu sosialisasi agar yang belum punya NPWP bisa punya. Dan yang sudah punya bisa lebih aktif dalam membayar pajak. Ini bisa jadi solusi.

Roy Nicholas Mandey: Kacamata Antara Kebutuhan dan Gaya Hidup

Bagi  Roy Nicholas Mandey kacamata selain memiliki fungsi dasar membantu penglihatan, ada juga fungsi lain dalam meningkatkan penampilan. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Bagi  Roy Nicholas Mandey kacamata selain memiliki fungsi dasar membantu penglihatan, ada juga fungsi lain dalam meningkatkan penampilan. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Kacamata memiliki fungsi dasar sebagai alat bantu penglihatan. Tapi ada juga yang menjadikan kacamata sebagai pelengkap dalam berpenampilan. Bagi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, kacamata berfungsi untuk membantu penglihatan dan membuatnya tampil dengan gaya yang oke dengan model kacamata unik.

Secara umum ada dua kategori orang memakai kacamata. “Sebagian besar orang berkacamata karena memang memerlukannya. Tapi ada juga sebagian lagi orang berkacamata untuk tampil terlihat cerdas dan dewasa. Bagi saya, menggunakan kacamata memang kebutuhan. Saya memerlukan kacamata untuk memperjelas saat membaca,” ujar Roy yang berhasil mempertahankan ukuran kacamatanya dalam dua puluh lima tahun terakhir.

Karena ukuran kacamatanya tetap, setiap ganti bingkai kacamata tidak perlu diukur ulang. “Jadi ukuran plus kacamata saya selama dua puluh lima tahun terakhir ini tidak bertambah ukurannya. Petugas tinggal mencocokkan lensa dengan frame yang baru,” ujar pria yang sudah malang melintang di dunia ritel moderen ini.

Apa resepnya agar ukuran kacamata tidak terus bertambah? Ternyata tidak sulit. “Jangan membaca sampai posisi tidur. Karena itu akan memberatkan beban mata, retina bekerja lebih berat. Kalau hal ini dilakukan terus menerus bisa membuat ukuran kacamata bertambah. Kalau sudah capek lebih baik istirahat dan tidur. Tidak perlu memaksakan diri sembari membaca,” ungkapnya.

Selain itu, tips yang dilakukan Roy adalah sering menggunakan tetes mata. “Jangan setahun sekali, baiknya sepekan sekali. Karena itu akan berguna untuk kesehatan mata kita. Selain untuk membuat mata bersih juga meringankan beban mata. Jadi sedia payung sebelum hujan,” lanjutnya.

Tak cukup dari luar, dari dalam juga perlu dilakukan agar mata sehat. “Makanlah makanan yang banyak mengandung vitamin A, wortel misalnya. Makanya kelinci yang suka makan wortel tidak berkacamata, hehehe,” candanya.

Mencari Model Kacamata

Setiap semester  Roy Nicholas Mandey berganti kacamata. Berburu kacamata yang unik baginya adalah tantangan yang seru, dan dia menikmati proses pencarian itu. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Setiap semester  Roy Nicholas Mandey berganti kacamata. Berburu kacamata yang unik baginya adalah tantangan yang seru, dan dia menikmati proses pencarian itu. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Karena ukuran lensa yang dipakai Roy Nicholas Mandey tak pernah berubah, dalam urusan frame kacamata dia lebih fleksibel. “Untuk urusan frame kacamata saya mengikuti zaman. Terus terang saya mendukung produsen frame kacamata. Menghargai inovasi yang mereka lakukan. Setiap enam bulan saya berganti frame kacamata,” akunya.

Dalam mencari frame kacamata, Roy punya patokan sendiri. “Pokoknya saya mencari frame yang tidak umum. Kalau yang sudah digunakan sejuta umat, akan saya hindari. Soal harga buat saya nomor dua, yang penting bentuknya unik dan tidak pasaran,” ungkapnya.

Mencari frame yang unik itu sendiri bagian dari tantangan buat Roy. “Memang tidak mudah menemukan frame kacamata yang unik. Tapi itu sangat menantang dan saya menikmati proses pencarian itu,” tegasnya.

Frame kacamata yang unik yang pernah digunakan Roy beraneka ragam. “Saya pernah dapat frame kacamata yang beda, sebelah bentuknya kotak dan sebelahnya bulat. Ada saja yang bertanya kok beda bentuknya, saya bilang bukan hanya usaha kita yang terdisrupsi, tapi model kacamata juga, hehehe,” candanya.

Batik dan Kacamata

Nyaris dalam setiap suasana Roy Nicholas Mandey mengenakan busana batik. Ini adalah bentuk penghargaan pada perajin batik yang tersebar di seantero negeri. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Nyaris dalam setiap suasana Roy Nicholas Mandey mengenakan busana batik. Ini adalah bentuk penghargaan pada perajin batik yang tersebar di seantero negeri. (Foto Bambang Eros, DI: Raga Granada VOI)

Meski modis dalam urusan frame kacamata, Roy Nicholas Mandey tidak sampai menyelaraskan busana dan kacamata. “Kacamata saya masuk semua untuk busana yang saya pakai. Soalnya setiap momen saya selalu menggunakan batik. Kecuali untuk momen yang sangat kasual,” ujarnya.

Soal busana batik ini ternyata ada alasan ideal yang ia gunakan. “Mengapa saya nyaris selalu menggunakan busana batik dalam setiap aktivitas, karena saya ingin membantu memberdayakan UMKM kita. Banyak perajin batik kita dari golongan UMKM. Kalau tidak kita, siapa lagi yang menghargai karya mereka,” paparnya sembari menambahkan model baju batiknya hanya dua, lengan panjang dan satunya lagi lengan pendek.

Dan, masih kata Roy, kelebihan busana batik itu bisa sesuai dengan segala macam situasi. “Batik itu fleksibel, mau acara resmi dan acara tak resmi bisa masuk semua,” katanya.

Dan saat menghadiri acara World Retail Congress di Paris, Perancis beberapa waktu yang lalu, Roy yang selalu berbusana batik kerap menjadi perhatian delegasi dari negara lain. “Mereka bilang jaket yang saya kenakan bagus sekali. Saya bilang ini bukan jaket, tetapi ini baju dengan motif batik. Karena dia sudah berkomentar saya jelaskan apa itu batik,” tambahnya.

Karena batik itu unik, lanjut Roy Nicholas Mandey, harusnya kita bangga menggunakan busana ini. “Original batik itu dari kita lho. Siapa lagi yang menggunakan kalau tidak kita. Malaysia saja mengklaim batik. Semua elemen batik itu ada unsur seni dan kreativitas. Setiap daerah punya ciri khas batik masing-masing dan saya hargai itu,” tegas Roy yang punya koleksi batik dari berbagai daerah di Indonesia.

 

"Menurut kami, PPN yang akan naik per 1 Januari 2025 hendaknya dipertimbangkan lagi. Besarnya memang 1%, dari 11% naik menjadi 12%, tapi dampaknya bisa besar sekali. Soalnya, situasi geopolitik belum stabil. Ini bisa berpengaruh ke dalam negeri. Perubahan iklim; adanya El Niño dan kemudian ada juga La Niña, ini juga berpengaruh. Dalam suasana seperti ini, jika PPN naik akan besar pengaruhnya,"

Roy Nicholas Mandey