Eksklusif, Ketum APSyFI Redma Gita Wiraswasta: Menghentikan Impor Pakaian Bekas Harus dari Importirnya
Menurut Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta belum ada upaya serius untuk menghentikan impor pakaian bekas. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Bagikan:

Impor pakaian bekas menjadi problem saat jumlahnya sudah terlalu banyak. Presiden Jokowi pun memerintahkan agar tindakan ini dihentikan karena berpengaruh pada industri garmen nasional. Namun dalam pandangan Ketua Umum Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta belum ada upaya serius untuk menghentikan impor pakaian bekas. Yang dilakukan baru tindakan di level pedagang, sedangkan importirnya belum ditindak.

***

Sejatinya Impor pakaian bekas sudah terjadi sejak lama. Namun belakangan jumlahnya sudah terlalu banyak dan mengancam industri garmen nasional dari hulu sampai ke hilir. "Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari-dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri," kata Presiden Jokowi seusai menghadiri peresmian pembukaan "Business Matching" Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Jakarta Rabu, 15 Maret.

Dalam data yang dimiliki Redma Gita Wiraswasta tahun 2022  impor barang bekas ilegal ada ada sekitar 320.000 ton. Dari jumlah itu pakaian bekas ada sekitar 30 persen-nya. Artinya ada sekitar 100.000 ton. “Sebelum tahun 2018 jumlahnya hanya sekitar 5 sampai 10 persen dari total impor barang bekas. Karena sedikit kita tidak ribut. Dan itu buat masyarakat miskin,” katanya.

Namun belakangan masyarakat kelas menengah pun membeli pakaian bekas impor. “Setelah thrifting menjadi gaya hidup, masyarakat kelas menengah pun ikut masuk. Jumlahnya mencapai 100.000 ton, sekitar 500 sampai 600 ribu bal per tahun, ini sudah mengganggu. Puncaknya terjadi pada semester 2 tahun 2022,” lanjut Redma.

Tindakan pelarangan yang dilakukan saat ini menurut Redma masih di level pedagang. “Ini adalah pilihan pahit yang harus diambil. Sebenarnya yang menikmati itu importir. Mereka yang harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi kalau bicaranya di level pedagang tidak akan selesai. Importirnya yang dipegang,” tegas Redma.

Membanjirnya Impor pakaian bekas juga berdampak pada penjualan pakaian di musim lebaran tahun 2023 ini. “Normalnya peningkatan penjualan sampai 100 persen, tapi sekarang kita diserang dengan masuknya pakaian bekas impor, bisa naik 15 sampai 20 persen sudah bagus. Kami sekali lagi meminta pemerintah  serius mengatasi hal ini. Yang kami minta juga tidak neko-neko, minta pemerintah fair saja. Kalau barang impor masuk dengan benar, artinya bayar PPN dan bea masuk lainnya, kita siap bersaing. Soalnya dari hilir sampai hulu kami bayar PPN. Itu yang tidak adil yang kami perjuangkan,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, Rifai dan Irfan Medianto di kantor VOI Media, Jln. Tanah Abang III No 23A, Jakarta Pusat belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Penindakan yang dilakukan saat ini menurut Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta baru di level pedagang, mestinya importirnya yang ditindak. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Penindakan yang dilakukan saat ini menurut Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta baru di level pedagang, mestinya importirnya yang ditindak. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Fenomena impor pakaian bekas sudah lama terjadi, namun baru belakangan menjadi isu nasional, bagaimana Anda melihat hal ini?

Sejak 20 tahun lalu sebenarnya impor pakaian bekas sudah ada. Cuma sekarang makin masif. Aturan soal impor pakaian bekas sudah ada sejak 2015 namun aturan itu tidak pernah ditegakkan. Dulu saat jumlahnya tidak banyak biasa saja, tapi setelah makin banyak keadaannya mulai mengganggu industri garmen kita.

Berapa nilai impor pakaian bekas itu setiap tahun?

Perhitungan kami tahun 2022 impor barang bekas ilegal ada ada sekitar 320.000 ton. Untuk pakaian bekas ada sekitar 30 persen-nya. Sebelum tahun 2018 sekitar 5 sampai 10 persen dari total impor barang bekas. Karena sedikit kita tidak ribut. Dan itu buat masyarakat miskin.

Tapi setelah thrifting menjadi gaya hidup, masyarakat kelas menengah pun ikut masuk. Dan jumlahnya mencapai 100.000 ton, sekitar 500 sampai 600 ribu bal per tahun ini sudah mengganggu. Ini terjadi pada semester 2 tahun 2022.

Mengapa bisa seperti itu?

Karena pakaian bekas sudah berubah cara masuknya. Silahkan konfirmasi ke pihak Bea dan Cukai untuk hal ini. Dulu masuknya pakai perahu kecil lewat pelabuhan rakyat yang ada di pesisir Sumatera, sekarang sudah menggunakan kontainer. Kalau sudah dengan kontainer itu masuknya bukan lagi di pelabuhan rakyat. Dia akan masuk lewat pelabuhan besar meski bukan pelabuhan utama.

Karena jumlahnya yang amat besar, sudah mengganggu industri garmen kita dari hilir sampai ke hulu. Di hilir mereka langsung menjual pakaian bekas kepada konsumen. Ada 80 persen lebih produsen pakaian kita yang IKM (industri kecil menengah) yang terdampak. Mereka kalah bersaing dengan pakaian bekas impor.

Kalau IKM tak berdaya apa dampak berikutnya?

Dalam struktur industri garmen kita, untuk yang besar biasanya orientasinya ekspor, sedang yang kecil adalah IKM. Mereka menyasar pasar dalam negeri. IKM tak berdaya berhadapan dengan banyaknya pakaian bekas impor yang ada di mana-mana. Saat IKM terganggu seluruh rantai produksi juga akan terganggu. Itulah mengapa impor pakaian bekas ini harus dikendalikan.

Anda dari asosiasi serat dan benang yang notabene di sektor hulu garmen, apakah juga terganggu?

Saat sektor hilir garmen terganggu, kami yang ada di sektor hulu juga terganggu. Daya destruktifnya dahsyat sekali pakaian bekas impor ini. Dari hilir ke hulu terdampak, bahkan industri petrochemical juga terdampak.

Desakan agar impor pakaian bekas dikendalikan, kata Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta karena sudah berdampak pada industri garmen dalam negeri. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)
Desakan agar impor pakaian bekas dikendalikan, kata Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta karena sudah berdampak pada industri garmen dalam negeri. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Gangguan itu kalau dinominalkan berapa besar kerugiannya?

Saya belum pernah hitung itu secara detil, tapi perkiraan kasar saja dari impor barang bekas ilegal sebanyak 300.000 ton lebih kerugian negara bisa sebesar Rp 19 triliun. Kalau normal impor itu ada PPN, bea masuk dan lain-lain, nah ini sama sekali tidak ada pemasukan ke negara.

Untuk total nilai pakaian bekas yang masuk sekitar 100.000 ton itu kalau kita komparasikan bisa meng-create sekitar 150.000 orang tenaga kerja dari sektor hilir sampai hulu. Jadi kerugiannya sudah semasif itu dari kehadiran pakaian bekas impor ini pada industri garmen dalam negeri. Itu belum dimasukkan berapa banyak devisa yang keluar untuk membeli pakaian impor ini dari luar negeri.

Jadi efek dominonya banyak?

Kalau bicara efek domino sektor lain juga akan terpengaruh seperti sektor logistik, retail dan lain-lain seperti sektor ekonomi yang ada di sekitar pabrik, ada warung kecil, pedagang keliling  juga terdampak.

Ini kan impor pakaian bekas yang ilegal, untuk impor pakaian yang legal buat apa?

Memang Kemendag bisa  mengeluarkan impor bahan bekas untuk produk daur ulang seperti sarung tangan. Itu hanya untuk perusahaan tertentu yang diawasi secara ketat. Dan bahannya memang bisa dilakukan pendaurulangan. Kalau pakaian bekas yang banyak dijual di pasar sekarang itu susah untuk daur ulang.

Bicara soal thrifting ada yang bilang ramah lingkungan karena ada penggunaan ulang dari pakaian yang sudah digunakan (reused), bagaimana Anda melihat hal ini?

Kalau dari sisi ramah lingkungan saya kira masih debatable. Hal itu untuk kontra past fashion trend. Jadi past fashion trend mereka dibuangnya ke sini. Pemerintah melarang impor pakaian bekas pertama; berdasarkan pertimbangan kesehatan. Kedua dari sisi lingkungan, dari sekian banyak yang masuk, berapa banyak yang bisa diserap pasar. Dari sentra pakaian bekas yang ada di Senen, Gedebage, Blok M dan Slipi masih banyak stok 3 tahun lalu yang belum terjual. Kalau tak terjual juga akan berjamur dan menjadi sampah. Dan yang ketiga larangan itu karena dampak ekonominya amat masif.

Pedagang sudah terlanjur stok barang tiba-tiba diminta stop atau dimusnahkan, bagaimana Anda melihatnya?

Ini juga kendala sendiri, mereka yang berjualan juga IKM. Tapi ini adalah pilihan pahit yang harus diambil. Sebenarnya yang menikmati itu importir pakaian bekas. Itu yang harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi kalau bicaranya di level pedagang tidak akan selesai. Mestinya importirnya yang dipegang. Dan kalau mau, pemerintah bisa lakukan itu.

Karena importirnya sudah menggunakan kontainer jadi yang mereka lakukan serius?

Banyak pihak yang terlibat dalam impor pakaian bekas ini. Pemerintah harus tegas. Kalau tidak, seruan Presiden Jokowi dianggap angin lalu saja.

Jelang lebaran ini berapa besar peningkatan produksi dari anggota APSyFI?

Normalnya peningkatan sampai 100 persen, tapi sekarang kita diserang dengan masuknya pakaian bekas impor. Bisa naik 15 sampai 20 persen sudah bagus. Yang paling parah itu di tahun 2019. Ada pandemi sedikit menurun. Kami sekali lagi meminta pemerintah  serius mengatasi hal ini. Yang kami minta juga tidak neko-neko, minta pemerintah fair saja. Kalau barang impor masuk dengan benar, artinya bayar PPN dan bea masuk lainnya, kita siap untuk bersaing. Kalau tidak, ya tidak kuat, soalnya dari hilir sampai hulu kami bayar PPN. Itu yang tidak adil, itulah yang kami perjuangkan.

Berapa besar produksi garmen kita yang diekspor?

Ada sekitar 450.000 sampai 500.000 ton per tahun. Nilainya sekitar 6 sampai 7 miliar dolar Amerika per tahun. Indonesia termasuk produsen busana branded terkemuka. Brand seperti Nike, Adidas, Mango, Zara, Uniqlo dan lain-lain produksinya di negara kita. Secara volume eskpor itu cuma 30 persen dari total produksi garmen nasional. Jadi sisanya untuk pasar dalam negeri.

Bicara soal hilirisasi, seperti apa implementasinya di sektor tekstil?

Ini soal penguatan integrasi, karena kita sudah punya semua dari hulu sampai ke hilir. Garmen, kain, benang kita punya. Yang masih bolong itu integrasinya. Karena kebijakan pemerintah yang terlalu banyak memberikan insentif impor. Di APSyFI sampai pada bahan hutan tanaman industri untuk rayon kita sudah punya. Kita minta pemerintah memberikan perlakuan yang sama, agar persaingannya fair.

Jika dibandingkan dengan Vietnam, Bangladesh, China dan negara produsen garmen lainnya seberapa menarik Indonesia ini untuk para investor?

Untuk kualitas kita amat menarik, karena itu negara-negara Uni Eropa banyak yang ambil dari kita. Tapi dari sisi cost kita kalah bersaing dengan Bangladesh dan Vietnam. Apalagi Vietnam mereka dapat fasilitas, ke  Uni Eropa Vietnam dapat preferensi tarif, Indonesia tidak. Jadi dari segi harga, mereka kompetitif.   

Pasca pandemi COVID-19 apakah saat ini kondisinya sudah pulih?

Sejak kuartal 1dan kuartal 2  tahun 2022 sudah mulai pulih. Kuartal ketiga dan empat mulai turun, meskipun jika dibandingkan year on year tahun sebelumnya masih naik. Mengapa bisa begitu karena pakaian bekas impor merajalela. Dari situlah mulai muncul isu PHK karyawan di sektor garmen. Pemerintah awalnya tak terima, tapi begitulah faktanya.

Industri garmen ini sebenarnya strategis, karena banyak menyerap tenaga kerja. Inilah yang bisa jadi jaring pengaman sosial dan jaring pengaman ekonomi. Setelah pertanian sektor tekstil yang jadi penyerap tenaga kerja yang banyak. Itu yang formal, belum lagi yang informal dan dikelola IKM. Jadi sangat banyak dan ini harus diperhatikan pemerintah.

Kecenderungan industri ke depan menggunakan energi hijau bagaimana anggota APSyFI?

Kita memang ada 3 arahan untuk ke depan. Pertama soal green industry termasuk green product. Produk utama kami adalah nilon, poliester dan rayon. Untuk rayon sudah pasti green karena gampang terurai. Yang jadi PR poliester dan nilon. Karena dia basisnya sintetis, kalau dibuang ke tanah sulit terurai. Solusinya kita menggunakan produk daur ulang. Dengan Kementerian Perindustrian kita sedang menyusun standar industri hijau. Belum banyak sektor yang membuat ini, kami termasuk pionir. Jadi ada efisiensi penggunaan bahan baku, air dan penggunaan bahan kimia yang ramah lingkungan. Anggota kami sudah tak ada yang menggunakan energi dari batu bara, alternatifnya kita pakai gas.  Untuk listrik kita juga menggunaan listrik PLN yang menggunakan energi hijau.

Yang kedua soal produk development yang lebih ke arah fungsional seperti baju untuk pemadam kebakaran, busana petugas medis dan baju pebalap.  

Sejak SMP Main Basket, Redma Gita Wiraswasta Masih Lakoni hingga Kini

Untuk menjaga Kesehatan tubuh, Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta rutin berolahraga bola basket. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Untuk menjaga Kesehatan tubuh, Ketum APSyFI, Redma Gita Wiraswasta rutin berolahraga bola basket. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Untuk menjaga kesehatan, sebagai Ketua Umum Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta masih rutin bermain bola basket. Olahraga itu dia gemari sejak SMP. Sekarang hanya di akhir pekan saja ia bisa bermain basket. Namun itu sudah cukup untuk menjaga kebugaran raganya.

Karena sudah sejak lama menekuni basket, aktivitas ini sudah menjadi kebiasaan. “Sekarang sudah banyak aktivitas di kantor dan organisasi, saya bisa bermain basket di akhir pekan. Kalau tidak, pas malam hari sepulang dari kantor,” kata pria yang memiliki klub basket bernama Capala.

Di klub basketnya dilatih anak kelompok umur yang berjenjang mulai dari kisaran usia 10 dan 11  tahun. “Selain anak-anak kita punya kelompok umur hingga 18 tahun, 19 tahun dan bahkan dan juga yang 23 tahun,” katanya.

Kalau sudah di klub basket aktivitas yang dilakukan Redma sudah segala hal. “Di klub Capala saya sekalian mengatur klub, melatih dan mengurus segala yang diperlukan untuk kemajuan klub kami. Kami memfasilitasi anak daerah Jakarta Timur dan  sekitarnya yang punya ketertarikan pada olahraga bola basket,” lanjutnya.

Selama bulan Ramadan ini  ada perubahan dalam pola latihan, yang berbeda dari sebelumnya. “Biasanya di akhir pekan anak-anak di klub basket saya berlatihnya di pagi hari. Saat bulan Ramadan ini ada perubahan jam latihan. Yang biasanya pagi menjadi sore hari. Setelah latihan, anak pulang ke rumah bisa langsung berbuka puasa,” katanya.

Untuk yang sudah besar, lanjut Redma pola latihannya sedikit berbeda. dilakukan setelah berbuka. “Usai berbuka makan dan minum dulu, baru berlatih,” ujarnya.

Perkembangan Basket 

Redma Gita Wiraswasta senang olahraga bola basket di tanah air mengalami perkembangan yang pesat. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Redma Gita Wiraswasta senang olahraga bola basket di tanah air mengalami perkembangan yang pesat. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Perkembangan olahraga bola basket di Indonesia lanjut Redma terbilang pesat. Di kawasan Asia Tenggara, tim basket Indonesia sudah menunjukkan prestasi yang membanggakan. “Di ajang SEA Games beberapa waktu yang lalu tim Basket Putra kita berhasil meraih medali emas. Mereka sukses menundukkan tim basket Filipina yang biasanya langganan merebut medali emas. Itu pertama kali tim kita bisa mengalahkan Filipina dan membawa pulang medali emas,” katanya.

Menurut Redma Gita Wiraswasta keberhasilan itu adalah buah dari pembinaan yang dilakukan para pelatih dan pembina basket di tanah air. “Tim Filipina itu selama ini memang merajai. Dan level mereka itu sudah Asia. Jadi saat kita berhasil menumbangkan mereka dan membawa pulang medali emas SEA Games itu prestasi yang membanggakan,” lanjutnya.

Pembinaan dan kompetisi yang berjenjang di lingkungan Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) menjadi kuncinya. “Kompetisi yang berjenjang dari level kota, provinsi hingga nasional itu amat bagus dan amat membantu. Setiap bulan ada kompetisi yang dilakukan oleh klub dan sekolah. Anak-anak sudah terbiasa berkompetisi,” katanya.

Seperti halnya sepak bola, bola basket juga melakukan naturalisasi pemain asing untuk bergabung dengan tim nasional. “Menurut saya kehadiran mereka amat membantu mendongkrak semangat dan mental pemain lokal. Yang paling penting juga adalah etos, pemain naturalisasi itu menjadikan basket dengan serius dan itu bisa menjadi contoh,” katanya.

Belakangan ini, lanjut Redma cukup banyak potensi pemain basket dari Indonesia. “Meski dari sisi postur sedikit kalah dengan negara-negara lain namun dari sisi kecepatan kita bisa maksimalkan. Bagus kalau ada pemain yang punya tinggi tubuhnya ideal lalu sisi kecepatan kita maksimalkan,” kata menekankan dibandingkan negara tetangga kita tak kalah dari sisi potensi.

Ajak Anak ke Lapangan Basket

Saat ke lapangan basket  Redma Gita Wiraswasta ikut mengajak istri dan anak-anaknya. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Saat ke lapangan basket  Redma Gita Wiraswasta ikut mengajak istri dan anak-anaknya. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Sibuk dengan kegiatan di kantor dan asosiasi, bisa bermain basket menjadi aktivitas menyegarkan bagi Redma Gita Wiraswasta. “Selama sepekan kita penuh dengan kegiatan di kantor dan asosiasi saat akhir pekan bisa main basket itu menjadi  refreshing buat saya. Jadi saat kembali ke kantor pada hari Senin sudah segar kembali. Hadir di kantor dengan semangat yang baru,” lanjutnya.

Nyaris setiap hari Redma sibuk dengan kegiatan yang berkutat dengan anggota asosiasi dan berhubungan dengan pemerintah. Dia bisa rileks saat berada di lapangan basket. “Kalau sudah di lapangan basket saya bisa rileks. Dan di lapangan basket saya bisa lepas dari pekerjaan dan aktivitas rutin,” kata Redma yang seangkatan dengan mantan pebasket nasional Ali Budimansyah.

Tak jarang Redma mengajak anak dan istrinya ke lapangan basket. “Saat ke lapangan basket, saya ajak istri dan anak-anak juga. Saat saya bermain basket mereka juga ikut. Anak saya yang besar mulai mengikuti jejak saja main basket,” kata Redma selepas latihan di lapangan basket biasanya makan bersama dengan anak dan istri di rumah makan yang mereka sukai.  

“Jadi sekali aktivitas bisa melakukan banyak hal. Saya juga sebagai ayah bisa melaksanakan tugas juga,” ujar Redma Gita Wiraswasta menyudahi perbincangan.

"Tapi ini adalah pilihan pahit yang harus diambil. Sebenarnya yang menikmati itu importir pakaian bekas. Itu yang harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi kalau bicaranya di level pedagang tidak akan selesai. Importirnya yang dipegang. Dan kalau mau, pemerintah bisa lakukan itu,"

Redma Gita Wiraswasta