JAKARTA - Simon Cowell punya andil besar menciptakan bintang-bintang di panggung musik dunia. Produser musik asal Inggris itu punya insting tinggi mencari bibit bintang – penyanyi hingga boyband. Ia tak hanya terlibat dalam upaya pencarian, tapi Simon ikut pula membentuk citra mereka.
Buktinya Ia mampu mengorbitkan Westlife hingga kesohor di dunia. Kehebatan Simon tak hanya berhenti sampai situ. Ia juga mampu membangkit kembali gairah boyband yang telah mati suri di era 2010-an. Dalam hal itu, ia membentuk boyband fenomenal: One Direction.
Simon Cowell bukan orang baru dalam belantika musik. Ia sudah eksis sebagai produser musik sedari era 1980-an. Kejeliannya melihat bibit-bibit calon penyanyi dunia tiada dua.
Ia jeli dalam melihat bintang-bintang yang siap bersinar. Ambil contoh kala Simon menemukan boyband asal Irlandia, Westlife. Simon mampu mengorbitkan Shane, Egan, Nicky, Mark, dan Bryan ke panggung dunia. Ia mampu mengantarkan Westlife menemukan label rekaman, RCA Record.
Album pertama Westlife sesuai namanya mengorbit pada 1999. Album itu laris manis dipasaran. Simon pun mendapatkan banyak pujian. Insting Simon dalam menemukan bintang menggema ke mana-mana. Belakangan Simon lalu jadi bintang ajang pencarian bakat dari Pop Idol hingga American Idol sedari 2002.
Lagi-lagi kehebatan Simon teruji. Ia bisa melihat mana calon penyanyi yang mampu diterima industri musik dan mana yang tidak. Ia pun tak jarang memberikan ragam komentar yang membangun buat para calon bintang. Sekalipun komentar-komentarnya dianggap sadis.
Panggung ajang pencarian bakat membuat nama Simon kian dikenal. Ia mampu menjadi juri inti dari ajang pencarian bakat dalam waktu yang lama. Ia bahkan mampu menciptakan ajang pencarian bakatnya sendiri pada 2004: The X Factor.
Ajang pencarian bakat itulah yang kemudian membawanya menemukan bintang baru pada 2010. Bintang itu adalah Zayn Malik, Harry Styles, Niall Horan, Louis Tomlinson, dan Liam Payne. Rata-rata usia mereka masih 16 hingga 18 tahun kala ikut X-Factor.
اقرأ أيضا:
Simon pun menyatakan niat untuk mengorbitkan mereka. Namun, bukan satu persatu mereka. Kelima pemuda itu disatukan Simon dalam boyband bernama One Direction.
“Ketika kami pertama kali berkumpul sebagai band, Simon telah memberi tahu kami bahwa dia memberi kami garis hidup dan dia mengharapkan banyak imbalan. Jadi bukan hanya kita melakukan ini untuk diri kita sendiri, kita merasa seperti kita berutang sesuatu padanya,” ungkap Niall Horan sebagaimana dikutip Mick O'Shea dalam buku berjudul One Direction: No Limits (2014).
One Direction Mendunia
Keinginan Simon membangun boyband bukan tanpa alasan. Era 2010-an dianggapnya telah terjadi kekosongan pasar boyband. Rata-rata boyband populer dunia macam Backstreet Boys, NSYNC, hingga Boyzone bertumbangan pada awal era 2000-an.
Simon ingin menjadikan One Direction sebagai boyband baru yang digilai pecinta musik dunia. Bekal yang diharapkan Simon sudah ada semua di One Direction. Suara merdu, wajah rupawan, dan aksi panggung yang memukau.
Urusan menari ala boyband kebanyakan tak jadi soal. Simon bisa membentuknya. Alhasil, album demi album One Direction meramaikan pasar musik dunia. Album itu antara lain Up All Night (2011), Take Me Home (2012), dan Midnight Memories (2013).
Ketiga album itu sukses besar. Kesuksesaan membuat lagu What Makes You Beautiful, Liittle Things, dan Story of My Life populer. Popularitas itu membuat anak muda di seantero dunia mengidolai masing-masing personel One Direction.
Segala macam barang – cendera mata dari One Direction jadi buruan. konser-konsernya pun selalu penuh. Keseuksesaan itu jadi bukti bahwa Simon berhasil menciptakan bintang besar. Namun, One Direction memilih hiatus pada 2016.
Bak terjatuh tertimpa tangga. Berita sedih pun hadir dari salah satu personelnya, Liam Payne. Liam meninggal dunia di Buinos Aires, Argentina pada 16 Oktober 2024.
“One Direction menaklukkan Amerika. Mereka mencetak tiga album nomor satu di AS. Tidak ada salahnya bahwa mereka semua sangat tampan dan menawan. Semua orang menyukai salah satu dari mereka. Selalu ada wanita yang lebih tua yang bertanya: apakah boleh menyukai Harry Styles" ujar Ben Beaumont-Thomas dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul He had All the Stuff You Need to be a Pop Star (2024).
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)