JAKARTA - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga merespons mengenai dana segar untuk Garuda Indonesia. Menurut dia, pernyataan Peter Gontha terkait permintaan penarikan dana penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp1 triliun untuk Garuda tidak terjadi.
"Tidak ada PMN ke Garuda (seperti pernyataan Peter Gontha)," ujarnya kepada VOI, Kamis, 28 Oktober.
Sebelumnya, mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter F. Gontha mengungkapkan penyebab dirinya diberhentikan dari jabatannya di Garuda. Menurut dia, hal itu karena dirinya tak sejalan dengan pemikiran para pemimpin maskapai nasional pelat merah tersebut. Salah satunya mengenai PMN untuk Garuda.
Peter sendiri ditunjuk menjadi Komisaris Garuda mewakili pemegang saham perusahaan yakni, PT Trans Airways. Korporasi milik pengusaha Chairul Tanjung itu menggenggam 28,27 persen saham Garuda. Namun, pada Agustus lalu, Peter diberhentikan dari jabatan tersebut.
"Tahukah anda mengapa saya 'dipecat' dari Garuda? karena tidak sejalan dengan pikiran para pemimpinnya, sekarang kita menuai hasilnya," tulisnya di akun Instagram pribadinya @petergontha, dikutip Kamis, 28 Oktober.
Dalam postingannya, Peter mengungkapkan bahwa dirinya dipaksa untuk menyetujui penarikan dana Rp1 triliun dari total penyertaan modal negara (PMN) yang dianggarkan Rp7 triliun. Akhirnya, ia pun mengaku terpaksa menandatangani permintaan dana. Meksipun, dirinya menilai bahwa pengajuan suntikan dana itu sama saja seperti 'membuang garam di laut'.
"Pada 27 Desember 2020, pada waktu saya tengah berlibur di Bali, saya dituduh memperlambat atau mempersulit pencairan uang PMN pada Garuda. Saya dipaksa menyetujui penarikan Rp1 triliun dari Rp7 triliun yang dijanjikan. Saya akhirnya tandatangan," tuturnya.
Padahal, kata Peter, sejak Februari 2020, dia sudah pernah menyampaikan pendapat bahwa satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persoalan di tubuh Garuda adalah bernegosiasi dengan para perusahaan sewa pesawat atau lessor asing. Sebab, Peter menilai bahwa para lessor tersebut sudah semena-mena memberi kredit pada Garuda selama periode 2012 hingga 2016.
Namun, lanjut Peter, tidak ada yang menyetujui usulan yang diberikannya. Bahkan, ia mengaku dimusuhi oleh direksi Garuda terkait usulannya tersebut.
BACA JUGA:
"Direktur tidak ada yang mau mendengar, data jejak digitalnya ada pada saya. Di situpun saya dimusuhi," jelasnya.
Sampai akhirnya, Peter mengaku mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisaris pada Februari 2021. Alasannya, dia tak ingin terus memperoleh penghasilan, tanpa memberi manfaat kepada perusahaan.
Selain itu, Peter juga mengaku merasa terus dianggap bersikap terlalu keras. Sehingga hal ini menghambat kinerja perusahaan. Menurut dia, dengan pernyataannya di sosial media seperti ini akan makin membuat dirinya dibenci.
"Sekarang kita harus tanggung kebodohan-kebodohan itu. Dan tulisan ini akan menjadikan saya tambah dibenci dikalangan 'Mereka'. Saya menulis status ini dengan tanggung jawab di saya yang sebesar-besarnya," katanya.
Sekadar informasi, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 31 September, komposisi pemilik Garuda Indonesia terdiri dari, Kementerian BUMN mewakili pemerintah menggenggam 60,54 persen, PT Trans Airways 28,27 persen, dan publik memiliki 11,19 persen saham emiten berkode GIAA tersebut.