JAKARTA - Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk Peter Frans Gontha dikabarkan bakal segera hengkang dari maskapai kebanggaan negeri itu. Sinyal kuat ini disampaikan Peter dalam akun Instagram pribadinya akhir pekan lalu.
“Yang pasti tanggal 14 Agustus (saya) akan berhenti/diganti/diberhentikan karena sudah minta berhenti (sejak) Januari lalu. Terima kasih atas kepercayaannya selama ini,” ujar dia melalui @petergontha.
Bila ditelisik lebih dalam, VOI sempat memberitakan sikap Peter yang ditengarai sudah tidak sejalan dengan jajaran manajemen maupun stakeholder lain di entitas usaha berkode saham GIAA tersebut. Hal itu dia curahkan lewat laman Facebook pada awal Juni lalu.
“Keputusan yang diambil Kementerian BUMN (terkait Garuda) secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan dewan komisaris,” katanya.
Bahkan, bos Java Jazz tersebut juga berinisiatif agar Kementerian BUMN, selaku entitas induk Garuda Indonesia, untuk tidak memberinya gaji sebagai bentuk tanggung jawab atas kondisi perusahaan yang tengah dirundung masalah finansial akibat pandemi COVID-19.
“Maka kami mohon, dengan sedikit meringankan beban perusahaan, untuk segera mulai bulan Mei 2021, yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honorarium bulanan kami sampai dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mendatang,” tuturnya.
Lantas, siapakah sebenarnya Peter Frans Gontha yang ‘berani’ menentang keputusan pemerintah melalui kementerian pimpinan Erick Thohir itu?
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 4 Mei 1948 tersebut merupakan anak dari pasangan V. Willem Gontha dan Alice. Dia memulai karir profesional sebagai seorang awak kapal pesiar Holland-America Line yang berpusat di Belanda.
Peter juga tercatat sempat mendapatkan beasiswa belajar akunting di Praehap Institute Belanda dari Shell. Selepas pendidikan, dia bekerja di Citibank New York dan akhirnya menjadi Vice President American Express Bank untuk Asia.
BACA JUGA:
Kembali ke Indonesia, Peter membuat karya yang cukup fenomenal dengan mendirikan Plaza Indonesia Realty (The Grand Hyatt Jakarta). Dia juga disebut-sebut tokoh kunci dari hadirnya beberapa media raksasa Tanah Air, seperti Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), PT Chandra Asri Indonesia, PT Tri Polyta Indonesia, First Media, serta Indovision.
Dalam perjalanannya, Ayah dari Dewi Gontha itu juga diketahui menjadi petinggi BeritaSatu TV sekaligus pemrakarsa gelaran pentas musik terbesar di Indonesia, Jakarta International Java Jazz Festival (Java Jazz). Musik yang katanya digemari kalangan oleh atas itu mulai dia geluti sejak berusia delapan tahun.
Kepiawaiannya merangkul dan menaklukan berbagai bidang tersebut membuat pemerintah menganggap jasa Peter diperlukan untuk memperjuangkan kepentingan diplomasi Indonesia di luar negeri.
Tepat pada 15 Oktober 2014, dia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Polandia. Jabatan tersebut dia emban selama empat tahun atau hingga 2018, sebelum akhirnya diberi kuasa untuk duduk di kursi petinggi Garuda Indonesia.
Sebagai informasi, GIAA merupakan national flag carrier yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh pemerintah dengan porsi 60,54 persen. Disusul kemudian oleh konglomerat Chairul Tanjung yang menggenggam 28,27 persen saham perseroan, serta masyarakat dengan kepemilikan di bawah 5 persen yang berjumlah 11,19 persen.