Gara-Gara Pemerintah, Bulog Berpotensi Terus Merugi, kok Bisa?
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) berpotensi terus mengalami kerugian dalam beberapa tahun ke depan karena mengelola cadangan beras pemerintah (CBP). Hal ini disebabkan karena dana yang digunakan sebagai modal pengadaan dan perawatan dipinjam dari perbankan dengan bunga komersil.

Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso mengatakan kerugian terus berjalan. Sebab, dana pengadaan sering terlambat dicairkan oleh pemerintah hingga bertahun-tahun. Padahal, bunganya terus berjalan setiap bulannya secara komersial.

Meski begitu, sosok yang akrab disapa Buwas enggan membeberkan berapa besar potensi kerugian yang dialami Bulog, karena mengelola CBP tersebut.

"Hanya sekarang persoalan pembiayaannya ini kami mendapatkan pembiayaan dari utang yang tentunya bunga komersil dan dalam proses perjalannya bahwa penggunaan CBP ini makin tidak jelas karena programnya sudah beralih dari Bansos Rastra sudah tidak ada," katanya, di Jakarta, Senin, 18 Oktober.

Buwas menjelaskan potensi kerugian bisa lebih besar terjadi karena tingginya biaya perawatan. Pasalnya, gudang-gudang penyimpanan yang selama ini digunakan sejatinya bukanlah diperuntukkan untuk menyimpan beras CBP. Sehingga, membutuhkan biaya ekstra untuk menyimpan beras CBP dengan jumlah 1,8 hingga 2 juta ton.

"Saya harus jujur gudang yang ada di Bulog saat ini adalah bukan gudang beras, tapi gudang pada umumnya. Jadi bagaimana menyimpan satu pangan bisa awet dan tahan lama, itu tidak mungkin. Kalau mau awet perawatannya jadi mahal," ucapnya.

Seperti diketahui, Bulog selaku pengelola CBP diberi amanat untuk mengamankan stok di angka 1 juta ton sampai 1,5 juta ton. Namun, BUMN tersebut hanya memiliki ruang penyaluran untuk stabilisasi harga, bantuan bencana alam, dan golongan anggaran.

Lebih lanjut, kata Buwas, kondisi semakin buruk lantaran belum adanya regulasi yang jelas terkait dengan pengelolaan beras yang turun mutu atau disposal. Apalagi, potensi beras turun mutu semakin besar ketika program bantuan non tunai berupa bantuan beras dialihkan ke Kementerian Sosial (Kemensos).

Berdasarkan perkiraan Bulog saat program itu dialihkan beras CBP untuk kepentingan kegiatan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) dan bencana paling maksimal hanya mampu terserap 850 ribu ton per tahun.

"Sekarang termasuk yang kemarin disposal 20.000 sampai hari ini pun belum ada penyelesaiannya. Nah, kalau dilihat dari situ potensi Bulog merugi itu pasti, karena uangnya kami pinjam bunganya komersil jalan terus. Sudah kita tagihkan setahun lebih tidak terbayarkan, bunganya Bulog yang tanggung, jadi memang kalau penugasan ya inilah yang terjadi," ucapnya.