Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pengusutan dugaan korupsi tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus dilakukan. Salah satunya adalah mencari ada tidaknya kickback atau imbalan dalam proyek tersebut.

“Masih ditelusuri penyidik (soal adanya kickback/pemberian imbalan red),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi VOI melalui pesan singkat, Jumat, 12 Juli.

Sementara ini, Tessa bilang, dugaan kickback atau pemberian imbalan memang belum terendus penyidik. Tapi, kemungkinan ini bisa saja ditemukan dalam proses berjalan.

Adapun pembangunan shelter untuk masyarakat berlindung dari hantaman gelombang tsunami itu menggunakan anggaran dari pemerintah pusat.

“(Mata anggaran pembangunan shelter tsunami di NTB berasal dari, red) Kementerian PUPR,” tegasnya.

Sementara soal nilai proyek shelter tsunami di NTB itu, sambung Tessa, sama seperti kerugian negara yang ditimbulkan. Beberapa waktu lalu dia pernah mengungkap negara merugi hingga Rp19 miliar gara-gara proyek tersebut.

“Segitu nilai proyeknya. Iya (sama dengan kerugian negara yang ditimbulkan, red),” ujar juru bicara berlatar belakang penyidik.

Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada dua tersangka yang ditetapkan, satu berunsur penyelenggara negara dan lainnya berasal dari BUMN.

Disebutkan pembangunan ini dilaksanakan Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2014. Penyidikan dugaan korupsi ini dilaksanakan sejak 2023.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan modus yang diduga terjadi dalam praktik korupsi ini adalah menurunkan kualitas bangunan. Temuan ini didapat setelah tim melakukan pengecekan langsung di lapangan.

“Ada yang memang tidak digunakan beberapa kami cek, ada yang memang kualitasnya menurun,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Juli.

Meski begitu, Asep belum memerinci penurunan kualitas tersebut. Dia hanya bilang pengecekan tersebut akan menggandeng ahli konstruksi untuk melakukan penilaian.KPK Cari Dugaan <i>Kickback</i> dalam Kasus Korupsi Shelter Tsunami di NTB

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pengusutan dugaan korupsi tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus dilakukan. Salah satunya adalah mencari ada tidaknya kickback atau imbalan dalam proyek tersebut.

“Masih ditelusuri penyidik (soal adanya kickback/pemberian imbalan red),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi VOI melalui pesan singkat, Jumat, 12 Juli.

Sementara ini, Tessa bilang, dugaan kickback atau pemberian imbalan memang belum terendus penyidik. Tapi, kemungkinan ini bisa saja ditemukan dalam proses berjalan.

Adapun pembangunan shelter untuk masyarakat berlindung dari hantaman gelombang tsunami itu menggunakan anggaran dari pemerintah pusat.

“(Mata anggaran pembangunan shelter tsunami di NTB berasal dari, red) Kementerian PUPR,” tegasnya.

Sementara soal nilai proyek shelter tsunami di NTB itu, sambung Tessa, sama seperti kerugian negara yang ditimbulkan. Beberapa waktu lalu dia pernah mengungkap negara merugi hingga Rp19 miliar gara-gara proyek tersebut.

“Segitu nilai proyeknya. Iya (sama dengan kerugian negara yang ditimbulkan, red),” ujar juru bicara berlatar belakang penyidik.

Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi pembangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada dua tersangka yang ditetapkan, satu berunsur penyelenggara negara dan lainnya berasal dari BUMN.

Disebutkan pembangunan ini dilaksanakan Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan, Kegiatan Pelaksanaan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2014. Penyidikan dugaan korupsi ini dilaksanakan sejak 2023.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan modus yang diduga terjadi dalam praktik korupsi ini adalah menurunkan kualitas bangunan. Temuan ini didapat setelah tim melakukan pengecekan langsung di lapangan.

“Ada yang memang tidak digunakan beberapa kami cek, ada yang memang kualitasnya menurun,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Juli.

Meski begitu, Asep belum memerinci penurunan kualitas tersebut. Dia hanya bilang pengecekan tersebut akan menggandeng ahli konstruksi untuk melakukan penilaian.