Bagikan:

JAKARTA - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu alternatif tujuan investasi. Bahkan, kata Bahlil, Korea Selatan, Jepang, hingga China berkompetisi sengit untuk dapat menanamkan modalnya di Tanah Air.

Bahlil mengatakan bahwa Korea Selatan saat ini sudah melampaui Jepang dalam hal menanamkan modalnya di Indonesia. Kata Bahlil, hal ini terlihat dari posisi 10 besar negara yang berinvestasi di Tanah Air. Di mana Korsel menduduki posisi lima besar dengan nilai investasi 1,1 miliar dolar AS.

Sedangkan, lanjut Bahlil, Jepang berada di posisi enam. Adapun total investasi yang ditanamkan Jepang adalah 1 miliar dolar AS.

"Yang menarik lagi Korea Selatan itu sekarang sudah melampaui Jepang sampai dengan semester I. Ini ada kompetisi sengit antara China, Korea dan Jepang," katanya dalam webinar, Rabu, 29 September.

Sekadar informasi, China sendiri menempati posisi ke tiga dengan total nilai investasinya mencapai 1,7 miliar dolar AS. Sedangkan posisi pertama ditempati oleh negara tetangga yakni Singapura dengan nilai investasi sebesar 4,7 miliar dolar AS.

Kata dia, Eropa juga telah melirik Indonesia sebagai negara tujuan untuk berinvestasi. Ada dua negara Eropa yang berinvestasi di Indonesia yakni Belanda dan Swiss. Apalagi, Belanda menjadi penyumbang terbesar yang berinvestasi di Indonesia.

Adapun posisinya Belanda menempati urutan keempat yang masuk daftar 10 besar negara yang berinvestasi di Tanah Air. Sedangkan Swiss berada di posisi sembilan dengan nilai investasi sebesar 0,5 miliar dolar AS.

"Eropa pun sekarang itu mulai menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi alternatif yang mungkin masuk skala prioritas mereka. Kami mengkaji data kami lewat kantor perwakilan kami di Eropa bahwa memang sekarang Belanda menjadi hub ketika Inggris keluar dari Euro ini yang terjadi. Bahkan Amerika Serikat itu urutannya masuk ke 7," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Bahlil menekankan bahwa Indonesia terbuka untuk semua negara yang ingin menanamkan modalnya di Tanah Air. Ia membantah jika dinilai hanya memberikan kemudahan bagi negara-negara tertentu.

"Kami tidak pernah mau membedakan negara mana yang menjadi prioritas. Jadi clear kalau ada sebuah asumsi bahwa kita hanya fokus pada negara tertentu, tidak ada. Indonesia tidak boleh diatur oleh negara manapun. Kita harus menjadi pemain tengah untuk semua negara masuk dengan undang-undang yang lebih fair jadi tidak ada perlakuan khusus," tuturnya.