Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mempertanyakan utang PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN. Pasalnya perusahaan ini mengelola lahan perkebunan yang luas, apalagi saat ini industri kelapa sawit dalam negeri justru mencatatkan keuntungan selama beberapa tahun belakangan ini.

Karena itu, Erick mengaku heran PTPN bisa mengalami tekanan dengan sempat merugi dan utang yang sangat besar yakni 3,1 miliar dolar AS atau Rp47 triliun. Sedangkan perusahaan perkebunan swasta bisa dikatakan mencatatkan keuntungan.

"Nah yang luar biasa juga di PTPN, ini utangnya Rp47 triliun. Padahal yang namanya industri kebun kelapa sawit, swasta tuh untung, ini malah utang," tuturnya dalam webinar, dikutip Rabu, 29 September.

Namun, Erick mengatakan, pihaknya berusaha memperbaiki dengan membuat holding di PTPN dan menjadikan PTPN III menjadi pemimpin holding. Kata dia, langkah ini semata-mata dilakukan untuk memperbaiki utang dan memberikan kepercayaan kepada bank-bank yang menjadi kreditur.

"Bayangkan direksi PTPN 1-12 kalau masing-masing sekarang tinggal satu direksi ada 34 direksi yang dipotong tetapi efisiensi Ini hasilnya baik dan akhir programnya berjalan," ucapnya.

Sekadar informasi, PTPN tadinya rugi Rp1,6 triliun hingga Agustus 2020, kini untung Rp2,3 triliun hingga Agustus 2021. PTPN juga akan fokus di industri gula dengan membentuk SugarCo sebab selama ini Indonesia masih impor gula konsumsi.

"Hal-hal ini juga akan diikuti dengan focusing SugarCo, gula, yang selama ini juga gula kita impor terus yang untuk konsumsi bahkan ada permainan di sana sini," katanya.

Korupsi terselubung

Erick Thohir menduga adanya perilaku koruptif dibalik utang Holding Perkebunan Nusantara atau PTPN III (Persero). Menurut dia, utang tersebut ada karena korupsi secara terselubung. Karena itu, Erick pun berjanji akan membuka kasus tersebut.

Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Erick menjelaskan bahwa utang yang menggunung di BUMN kebanyakan adalah utang lama. Dalam kesempatan itu, Erick pun meminta dukungan parlemen untuk memastikan restrukturisasi utang yang dijalankan oleh sejumlah perusahaan pelat merah tidak sekadar untuk menunda persoalan semata.

Saat ini, kata Erick, pihaknya sedang memfasilitasi restrukturisasi utang PTPN III dengan 50 kreditur baik dalam dan luar.  Dimana, skema yang dilalui berupa kesepakatan intercreditor atau Intercreditor Agreement (ICA) dengan seluruh anggota kreditur sindikasi USD serta SMBC Singapore sebagai agen.

"Ketika PTPN punya utang Rp43 triliun dan ini merupakan penyakit lama yang kita sudah tahu dan ini suatu yang saya rasa korupsi yang terselubung, yang memang harus dibuka dan dituntut yang melakukan ini," katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, dikutip Kamis, 23 September.

Lebih lanjut, Erick mengingatkan bahwa restrukturisasi utang BUMN tidak sekadar memanjangkan cicilan bunga bank, namun ditransformasikan melalui refocusing ke program atau proyek yang mendatangkan profit bagi perusahaan.

"Setelah restrukturisasi PTPN harus melakukan efisiensi yang besar-besaran terhadap operasionalnya. Lalu kedua, corporate action, yang memang corporate action di situ dituntut. Kita inisiasi tadi, selain efisiensi, peningkatan daripada produksinya," katanya.

Selain itu, Erick mengaku juga akan melakukan refocusing anggaran PTPN III untuk beberapa program yang dinilai unggul, misalnya, budidaya kelapa sawit hingga meningkatkan produksi gula konsumsi.

"Dan, kalau kita benchmarking kelapa sawit BUMN dengan swasta lumayan tidak jauh seperti jaman dulu. Disitulah terjadi peningkatan revenue sebanyak 37 persen. Jadi, focusing daripada produk yang ada PTPN ini menjadi kunci," ucapnya.