Erick Thohir Bubarkan 7 BUMN termasuk Merpati karena Pekerjanya Terkatung-katung: Kita Zalim Kalau Karyawannya Tidak Diberi Kepastian
Pesawat Merpati. (Foto: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap bahwa dirinya akan membubarkan tujuh perusahaan pelat merah karena sudah tak beroperasi lagi.

Namun demikian, tujuh perusahaan yang dibubarkan tersebut masih tercatat memiliki pekerja. Menurut Erick, para pekerja tidak pernah mendapat kebijakan yang jelas.

"Sekarang kan yang perlu ditutup itu ada tujuh yang memang sudah lama tidak beroperasi dan ini kasian juga nasib dari pegawainya terkatung-katung. Kita kan zalim kalau karyawannya enggak diberi kepastian," ujarnya dalam acara 'Satu Jam Bersama Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga', dikutip Jumat, 24 September.

Lebih lanjut, Erick mengatakan jika tidak mengambil keputusan cepat, itu nanti akan membuat perusahaan tersebut makin lama makin tidak sehat. Karena itu, menurut dia, percepatan keputusannya sangat penting.

"Ketika kita melihat ada satu perusahaan yang enggak sehat dan sekarang terbuka digitalisasi dan market-nya itu kalau tidak diambil keputusan cepat, akan membuat itu makin lama makin tidak sehat. Padahal dalam waktu yang singkat kita bisa perbaiki. Cuma karena prosesnya belum sehat, akhirnya bukan enggak sehat saja tapi jadi bangkrut dan tutup," ucapnya.

Namun sayangnya, Erick belum memberi penjelasan lebih rinci terkait kapan waktu penutupan tujuh BUMN tersebut dan akan seperti apa penyelesaian hak-hak para pekerjanya ke depan.

Berikut tujuh perusahaan pelat merah yang bakal ditutup:

1. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)

Merpati mencatatkan kerugian. Bahkan, Merpati juga disebutkan sudah tidak mengudara sejak Februari 2014. Lalu, seluruh fasilitas produksi pesawat terbang berusia di atas 30 tahun dan dalam kondisi rusak.

Kondisi keuangan perusahaan tersebut bermasalah. Karena itu, pemerintah menugaskan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk menyelesaikan permasalahan Merpati dengan memberikan pinjaman dana restrukturisasi mencapai Rp663,99 miliar.

Belakangan, sempat terdengar kabar bahwa Merpati ingin terbang lagi, namun hingga saat ini belum juga terealisasi.

Masalah pun masih merundung perusahaan tersebut. Sejumlah mantan pilot Merpati Airlines melayangkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Mereka menuntut hak pesangon yang belum dituntaskan oleh perusahaan pelat merah itu. Surat tersebut dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.

2. PT Kertas Leces (Persero)

Kertas Leces disebut telah berhenti beroperasi sejak 2015. Penyebabnya karena pasokan bahan baku tidak tersedia, dan tidak memiliki bisnis yang terintegrasi. Bahkan, alat produksi mesin pulp dan kertas sudah berumur tua mengakibatkan operasional tidak efisien.

Perusahaan pelat merah ini juga mendapat bantuan kucuran dana dari PPA senilai Rp38,5 miliar. Tapi sampai sekarang belum ada kelanjutan dari proses penyehatan BUMN tersebut.

3. PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas

Perusahaan ini menjadi salah satu BUMN yang dilirik Erick untuk ditutup. Adapun pertimbangannya karena kondisi perusahaan sudah sekarat, bahkan menjadi  'pasien' PPA. Perusahaan ini sempat mendapat kucuran dana talangan sebesar Rp49,96 miliar dan pinjaman dana restrukturisasi Rp89,08 miliar untuk perusahaan ini. Namun hingga kini belum ada kelanjutannya.  

4. PT Kertas Kraft Aceh (Persero)

Melansir bisnis.com pada November 2018, perusahaan ini telah menghentikan operasi karena menghadapi beberapa kendala operasional yang berimbas pada kondisi keuangan. Kertas Kraft Aceh juga mengajukan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga Medan pada tahun yang sama.

Pada tahun 2019, ada rencana melakukan merger antara Kertas Kraft Aceh dengan Kertas Leces. Tapi, perusahaan ini tak mampu bertahan.

Erick pun sudah menyerahkan perusahaan ini ke PPA. Perusahaan itu memberikan dana talangan sebesar Rp51,34 miliar dan pinjaman dana restrukturisasi Rp141,61 miliar untuk BUMN ini. Namun, hingga kini belum ada kelanjutan pembenahannya.

5. PT Industri Sandang Nusantara (Persero)

Perusahaan ini bergerak di bidang tekstil. Perusahaan ini diketahui masih memproduksi masker di tengah pandemi COVID-19 saat ini. Dikutip dari laman resmi, PT ISN, perusahaan ini memproduksi market dengan merek Insan Mask. Produksi ini terlihat dari surat izin edar yang mereka terima dari Kementerian Kesehatan pada 20 November 2020.

BUMN yang satu ini juga mendapat suntikan dana dari PPA sebesar Rp26 miliar. Hal ini diberikan sebagai bantuan untuk kelangsungan perusahaan.

6. PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero)

Perusahaan pelat merah ini bergerak di pembiayaan kapal. Namun, Erick mengatakan BUMN ini memang tidak fokus menjalankan bisnisnya, di mana justru menyasar lini bisnis lain. PANN beroperasi di luar bisnis utama atau core bisnis perusahaan.

Erick juga pernah memberi fakta yang mengagetkan kepada publik lantaran ia menyebut PANN hanya memiliki tujuh pegawai, dari direksi sampai komisaris.

7. PT Istaka Karya (Persero)

Terakhir adalah BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan ini kabarnya sudah lama tidak beroperasi. Bahkan, gaji pegawai sudah tidak dibayarkan.

Dilansir dari CNBC Indonesia, Sekretaris Perusahaan PT Istaka Karya (Persero) Yudi Kristianto menebarkan kabar karyawan Istaka Karya belum menerima upah.

"Memang benar kita sampai dengan bulan Januari ini genap 8 bulan belum terima gaji," ujar Yudi, Selasa, 5 Januari.

PPA tengah melakukan restrukturisasi kepada Istaka Karya karena segudang masalah yang dihadapi perusahaan. Pada 2020, Istaka sempat mendapat dana talangan dari PPA senilai Rp62,44 miliar, namun belum jelas kelanjutan penggunaannya.

Masih mengutip sumber yang sama, Direktur Utama Istaka Karya Sigit Winarto mengatakan pandemi sangat berpengaruh terhadap alokasi pembangunan infrastruktur Istaka Karya.

"Ibaratnya kue konstruksi semakin kecil, tingkat persaingan jauh melesat dan semakin ketat. Selain hal pokok terkait masalah kesehatan, juga menjamin keselamatan seluruh karyawan, sementara proyek on going harus tetap berjalan," katanya, Rabu, 11 Agustus.

Sigit mengemukakan di tengah persaingan yang begitu ketat, perusahaan pun harus melakukan tata ulang secara menyeluruh. Mulai dari strategi pelaksanaan, tata cara baru dalam bekerja, serta menyesuaikan kapasitas finansial perusahaan. Hal tersebut untuk memastikan kemampuan perusahaan memberikan dukungan penuh terhadap jalannya proyek.