Pengusaha Sebut Larangan <i>Display</i> Rokok Bentuk Ketidakpastian Usaha: Padahal Kami Sudah Jauhkan dari Tempat Ibadah dan Jangkauan Anak-Anak
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Beberapa minimarket di DKI Jakarta mulai menutupi pajangan atau display produk rokok. Hal tersebut sejalan dengan adanya seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok. Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai bahwa larangan display rokok bentuk ketidakpastian usaha di Indonesia.

Dewan Penasihat Hippindo, Tutum Rahanta mengatakan kebijakan tersebut makin menambah tekanan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan juga industri retail secara garis besar. Sebab, seruan yang diteken pada 9 Juni 2021 tersebut meminta seluruh pengelola gedung Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembinaan terhadap pemberlakukan kawasan larangan rokok.

Adapun salah satu poin utamanya adalah tidak memasang reklame dan display rokok, termasuk juga memajang kemasan produk rokok di tempat berniaga. Kebijakan penindakan juga telah dilakukan oleh pemerintah kota Jakarta Barat dengan menutup stiker, poster, hingga menutup rak pajangan produk rokok.

Tutum mengatakan kebijakan tersebut kurang tepat dan tidak beralasan. Kebijakan tersebut seolah memperlakukan produk IHT sebagai barang ilegal. Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan semua pengusaha patuh.

"Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi," katanya melalui keterangan resmi, Selasa, 22 September.

Menurut Tutum, larangan menampilkan produk IHT dan zat adiktif akan menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal, karena pandemi COVID-19 masih berlangsung. Selain itu, Sergub juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Lebih lanjut, Tutum menjelaskan PP Nomor 109 Tahun 2012 menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.

"Kami juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak," tuturnya.

Selain itu, Tutum menyayangkan seruan ini dikeluarkan tanpa sosialisasi, sehingga banyak pelaku usaha yang terkejut dengan kebijakan ini. Ia berharap kebijakan ini dicabut, sebab keputusan ini juga bisa memberikan sentimen buruk bagi kepastian berusaha secara garis besar.

"Bukan tidak mungkin, produk lain juga bisa mengalami diskriminasi serupa di masa depan (seperti yang saat ini dialami produk rokok)," ucapnya.