JAKARTA - Dalam paparan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 terungkap bahwa defisit anggaran telah menyentuh besaran Rp336,9 triliun di akhir Juli tahun ini.
Jumlah tersebut merupakan refleksi belanja negara yang lebih tinggi dengan Rp1.368,4 triliun dari pada sisi pendapatan yang disebutkan sebesar Rp1.031,5 triliun
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa APBN mencerminkan kondisi ekonomi secara menyeluruh dan nyata. Jika dilihat dari sisi pendapatan negara, termin hingga Juli tersebut tumbuh 11,8 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2020 (year-on-year/y-o-y).
Adapun, rinciannya yaitu penerimaan pajak tumbuh 7,6 persen, kepabeanan dan cukai tumbuh 29,5 persen, dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) 15,8 persen.
“Semuanya menggambarkan green signal. Kalau kita lihat tahun lalu pendapatan negara terkontraksi 12,3 persen, tetapi sekarang sudah naik dengan growth 11,8 persen,” tuturnya melalui saluran virtual, Rabu, 25 Agustus.
Sementara untuk belanja negara yang sebesar Rp1.368,4 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat (BPP) senilai Rp952,8 triliun, setara transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp415,5 triliun.
“Belanja negara sebagai countercyclical juga melakukan kerja kerasnya yang dilihat dari pertumbuhan 9,3 persen, dimana tahun lalu di posisi Juli kita masih berjuang untuk menggunakan APBN karena dulu masih terjadi perubahan mendasar dari work from office ke work from home,” tuturnya.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, dalam Undang-Undang APBN 2021 disebutkan bahwa pendapatan negara ditargetkan bisa menyentuh angka Rp1.743,6 triliun.
Kemudian untuk belanja diyakini akan mencapai Rp2.750 triliun. Itu berarti defisit anggaran negara periode 2021 akan sebesar Rp1.006,4 triliun atau setara dengan 5,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Jadi ini semua menunjukan jika APBN kita bekerja keras memulihkan dan mendorong ekonomi,” tutup Menkeu Sri Mulyani.