JAKARTA - Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai untuk mengatasi pinjaman online (pinjol) ilegal yang terus marak, program literasi digital dan keuangan harus menyasar hingga tingkat keluarga.
"Dari sisi permintaan, peningkatan literasi digital dan keuangan harus dikedepankan terlebih dahulu. Program literasi digital dan keuangan perlu menyasar elemen masyarakat sampai ke tingkat keluarga," ujar Nailul saat dikutip dari Antara, Selasa 24 Agustus.
Sementara itu, dari sisi penawaran, perlu diperbanyak pinjol legal atau resmi yang beroperasi di Indonesia. Saat ini, lanjut Nailul, hanya lima persen saja pinjol legal yang beroperasi di Tanah Air, selebihnya adalah pinjol ilegal.
Menurut Nailul, untuk mengurangi jumlah pelaku dan korban pinjol ilegal, memang harus dilakukan dari dua sisi baik permintaan maupun penawaran pinjol ilegal itu sendiri.
Nailul menyampaikan, pemberantasan pinjol ilegal saat ini memang difokuskan untuk mencari pinjol ilegal tersebut melalui upaya pemberantasan atau penutupan layanan atau aplikasi. Namun demikian, ia menilai penutupan aplikasi atau layanan tersebut kurang efektif karena sifat dari aplikasi yang bisa diganti nama dan diduplikasi sistemnya dengan mudah.
"Istilahnya ditutup satu bisa ada kembali 100 aplikasi serupa. Dari sisi permintaan pun masih tumbuh. Data dari OJK, permintaan untuk membuat akun di pinjol resmi atau legal masih tumbuh di tengah pandemi. Artinya, besar kemungkinan permintaan menjadi nasabah pinjol ilegal juga masih akan tumbuh juga," kata Nailul.
Kemudian hal lain yang paling penting juga menurut Nailul adalah segera disahkannya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi untuk melindungi masyarakat dari praktik curang pinjol ilegal.
"Banyak sekali kasus pinjol ilegal yang menjebak masyarakat untuk pinjam di aplikasinya," ujarnya.
Guna memperkuat langkah-langkah pemberantasan pinjol ilegal, pada akhir pekan lalu, lima institusi antara lain Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (Kominfo) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia (Kemenkop UKM) memberikan pernyataan bersama.
BACA JUGA:
Tindak lanjut pernyataan bersama kelima institusi tersebut akan diwujudkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang akan memuat langkah-langkah dari masing-masing kementerian/lembaga yang terkoordinasi dalam Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI).
Nantinya, masing-masing institusi tersebut akan memperkuat tugas pemberantasan pinjol ilegal di bidang masing-masing baik dalam pencegahan, respon pengaduan, dan juga penegakan hukum.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, adanya kerjasama kelima institusi tersebut diperkirakan mampu membatasi gerak dari pinjol illegal yang menjamur. Namun, ia mengatakan satu hal yang perlu diperhatikan dari lembaga-lembaga tersebut lagi adalah modus operandi dari pinjol illegal, yang tidak lagi menggunakan penyedia aplikasi yang resmi seperti Play Store dan App Store sebagai basisnya namun dari Application Package File (APK) yang tersedia banyak dari internet.
"Menggunakan perangkat dari Kepolisian dan Kemkominfo, sangat mungkin APK dan situs penyedia jasa tersebut dilacak sehingga pinjol illegal dapat dicegah," ujar Josua.
Dari sisi OJK, lanjut Josua, penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat dapat menjadi bentuk kebijakan pencegahan agar masyarakat terhindar dari jerat pinjol illegal. OJK mungkin juga perlu melakukan penyuluhan kepada masyarakat awam karena bukan tidak mungkin masyarakat tertarik iming-iming pinjol untuk kredit konsumsi.
"Terkait dengan urgensinya, SWI mungkin dapat memprioritaskan dari sisi pengaduan masyarakat untuk mengurangi dampak negatif pinjol ilegal, seiring dengan luasnya dampak yang timbul akibat pinjol illegal, terutama dari sisi data pribadi masyarakat," kata Josua.