Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 berdampak pada semua lini kehidupan. Salah satunya adalah sektor transportasi yang sangat terdampak karena adanya pembatasan kegiatan.

Salah satu yang merasakan dampak pandemi adalah Garuda Indonesia. Namun, kondisi maskapai nasional ini diperburuk dengan adanya beban masa lalu, yang membuat Garuda Indonesia berada di ambang kebangkrutan.

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan pemerintah terkesan lamban dalam menyelesaikan permasalahan keuangan yang menimpa maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (GIAA).

Lebih lanjut, Alvin mengatakan langkah yang lambat ini membuat masalah semakin rumit dan beban utang yang dimiliki Garuda Indonesia kian membengkak. Seperti diketahui, Garuda Indonesia sempat terlilit utang hingga Rp70 triliun. Di mana utang tersebut terus bertambah Rp1 triliun setiap bulannya.

"Pemerintah kan sudah punya rencana, apapun yang sudah direncanakan cepat dilaksanakan saja. Jangan rencana tetap rencana tiap hari lewat, kan beban Garuda Indonesia makin nambah," katanya kepada wartawan, Kamis, 12 Agustus.

Alvin menilai upaya dilakukan oleh manajemen Garuda dalam melakukan penyelamatan perusahaan sudah tepat. Di antaranya seperti mengembalikan pesawat yang tidak beroperasi ke lessor dan melakukan restrukturisasi utang.

Meski begitu, Alvin lagi-lagi menyoroti menganai kecepatan realisasi kebijakan yang diambil. Menurut dia, pendapatan yang minus membuat perusahaan terpaksa harus melakukan restrukturisasi.

Apalagi saat ini, kata Alvin, industri penerbangan selama merebaknya pandemi COVID-19 masih belum pulih 100 persen. Meski di Indonesia menyediakan banyak rute domestik, namun kondisi ini tak membantu meningkatkan kinerja maskapai di masa pandemi COVID-19 ini.

"Selama masih ada pandemi mau berapa banyak rutenya kalau manusianya tidak ada yang pergi kan percuma saja," ucapnya.

Tak hanya itu, kata Alvin, syarat vaksinasi untuk berpergian juga menjadi salah satu kendala maskapai untuk meningkatkan kinerja. Sebab, masyatakat Indonesia yang sudah divaksin baru 20 persen dan 80 persennya lagi belum.

"Ini semakin memperkecil pasar," tuturnya.

Serikat pekerja minta dukungan Erick Thohir selamatkan Garuda

Sebelumnya, Serikat Bersama (Sekber) Garuda Indonesia Bersatu meminta dukungan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN Erick Thohir agar menyelamatkan maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari kesulitan keuangan. Menurut mereka, perusahaan penerbangan nasional ini menghadapai dua permasalahan utama yang harus menjadi perhatian para pengambil keputusan.

Koordinator Sekber Garuda Indonesia Bersatu, Tomy Tampatty mengatakan permasalahan yang pertama adalah mengenai keuangan terutama utang yang cukup besar ditambah lagi dengan menurunnya kinerja operasional akibat dari dampak COVID-19.

"Kedua adalah permasalahan fundamental bisnis yang perlu ditata kembali dan dikelola secara optimal guna mengoptimalisasi pendapatan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, Selasa, 10 Agustus.

Karena itu, kata Tomy, sangat dibutuhkan orang yang sangat mengerti di bidang bisnis penerbangan. Menurut dia, manajemen melakukan kesalahan asumsi bahwa masalah Garuda Indonesia hanya masalah keuangan semata, termasuk restrukturisasi utang sebagai pilar utamanya. Tapi belum menyentuh akar masalahnya dan cenderung memindahkan masalah jangka pendek menjadi masalah jangka panjang.

"Padahal masalah fundamental bisnis untuk penciptaan laba itu yang jauh lebih penting yang selama ini agak terabaikan seperti dalam hal ketepatan memilih alat produksi, ketepatan memilih rute yang diterbangi dan ketepatan people process technology yang dijalankan sehingga bisnisnya menjadi untung," ujarnya.