Bagikan:

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencatatkan kenaikan rugi bersih pada kuartal I 2021. Pada laporan keuangan per 31 Maret 2021, perseroan mencatatkan rugi sebesar 384,34 juta dolar AS atau setara dengan Rp5,57 triliun di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir. Angka itu naik 219,86 persen dari periode yang sama tahun sebesar 120,16 juta dolar AS.

Dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan usaha sebesar 353,07 juta dolar AS atau turun 54,03 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 768,12 juta dolar AS dengan rugi per saham dasar 0,01485 dolar AS.

Pendapatan usaha Garuda terdiri atas penerbangan berjadwal, penerbangan tidak berjadwal, dann lainnya. Penerbangan berjadwal menyumbang terbesar ke pendapatan sebesar 278,22 juta dolar AS. Pendapatan pada kuartal I 2021 tersebut turun hingga 57,49 persen dibanding periode sama tahun lalu senilai 654,52 juta dolar AS.

Penerbangan tidak terjadwal tercatat mengalami kenaikan signifikan hingga 328 persen. Pada kuartal I pendapatan dari sektor tersebut senilai 22,78 juta dolar AS sedangkan pada periode yang sama tahun lalu hanya 5,31 juta dolar AS.

Kemudian, pendapatan lainnya yang dicatatkan Garuda Indonesia hanya tercatat 52,06 juta dolar AS . Catatan tersebut juga mengalami penurunan hingga 51,92 persen dibandingkan tiga bulan pertama tahun lalu yang senilai 108,27 juta dolar AS.

Garuda Indonesia juga mencatatkan adanya kenaikan beban pemeliharaan dan perbaikan di kuartal I-2021 menjadi 159,73 juta dolar AS dibanding periode yang sama tahun lalu 128,52 juta dolar AS.

Sementara itu, beban operasional penerbangan turun menjadi 392,25 juta dolar AS dari sebelumnya 525,65 juta dolar AS, dan beban umum dan administrasi turun menjadi 46,25 juta dolar AS dari sebelumnya 72,45 juta dolar AS. Grup mengalami kerugian sebesar 385,4 juta dolar AS dan liabilitas jangka pendek Grup melebihi aset lancarnya sejumlah 4,07 miliar dolar AS dan Grup mengalami defisiensi ekuitas sebesar 2,32 miliar dolar AS.

Dalam laporan keuangan tersebut, manajemen Garuda Indonesia mengatakan kondisi keuangan ini disebabkan pandemi COVID-19 yang diikuti dengan pembatasan perjalanan.

"Telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas Garuda," kata manajemen Garuda.

Upaya Garuda Indonesia mengurangi tekanan

Sebagai bagian dari usaha berkesinambungan untuk menghadapi dan mengelola kondisi saat ini, Grup mengambil langkah-langkah yang telah dan akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Pertama, melakukan optimalisasi pendapatan penumpang berjadwal baik rute domestik dan internasional melalui optimalisasi produksi serta strategi dynamic pricing.

Kedua, meningkatkan pendapatan kargo berjadwal, salah satunya dengan melakukan penerbangan cargo only selama masa pandemi untuk mengkompensasi penurunan pendapatan dari penumpang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ketiga, menutup rute-rute yang tidak menghasilkan profit. Keempat, rightsizing untuk meningkatkan margin di rute-rute potensial. Kelima, meningkatkan charter revenue yang berkelanjutan dengan membuat kerjasama kemitraan jangka pendek dan jangka panjang.

Keenam, menerapkan protokol COVID-19 pada seluruh titik layanan Garuda Indonesia (Cleanliness, Safety and Healthiness), serta melakukan campaign melalui sosial media. Ketujuh, meningkatkan arus kas dengan mengganti cadangan pemeliharaan dengan jaminan pembayaran (SBLC) dari pihak perbankan.

Kedelapan, secara aktif mencari alternatif pendanaan terkait utang dan pinjaman yang akan jatuh tempo. Kesembilan, Sinergi Garuda Indonesia Grup melalui keselarasan rute dan penetapan jadwal penerbangan yang disesuaikan dengan permintaan pasar.

Terakhir, melakukan negosiasi dengan lessor terkait penurunan biaya sewa pesawat, penundaan kedatangan pesawat baru, maupun opsi early redelivery pesawat.

Namun demikian, keterlaksanaan dan efektivitas rencana manajemen dalam memperbaiki kondisi keuangan Grup akan tergantung pada beberapa  asumsi yakni kreditur akan menyetujui relaksasi pembayaran utang.

Kemudian, lessor akan menyetujui untuk negosiasi restrukturisasi kewajiban sewa. Lalu, kemampuan Grup melakukan rasionalisasi positif jumlah dan biaya karyawan sesuai dengan rencana jangka panjang Grup.

Termasuk, pemegang saham akan terus memberikan dukungan finansial kepada Grup. Serta, Direktorat Jenderal Pajak akan menyetujui relaksasi pembayaran kewajiban perpajakan Grup.

Jika Grup tidak dapat merealisasikan rencana dan tindakan yang disebutkan di atas, Grup mungkin tidak dapat terus beroperasi sebagai kelangsungan usaha. Laporan keuangan konsolidasian ini tidak mencerminkan penyesuaian yang diperlukan jika Grup tidak dapat melanjutkan kelangsungan usahanya.

Kas bersih digunakan untuk aktivitas operasi tercatat 34,76 juta dolar AS, kas bersih digunakan untuk aktivitas investasi tercatat 98,12 juta dolar AS, dan kas bersih diperoleh dari aktivitas pendanaan tercatat 100,90 juta dolar AS.