Garuda Indonesia Blak-blakan Tak Mampu Bayar Utang ke Pertamina dan Angkasa Pura, Nilainya Puluhan Triliun!
Pesawat Garuda Indonesia. (Foto: Dok. Garuda Indonesia)

Bagikan:

JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk. melaporkan jika perseroan belum dapat memenuhi kewajiban keuangannya kepada mitra usaha strategis, seperti PT Pertamina untuk pembelian bahan bakar, PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II sebagai operator bandara.

Hal tersebut diungkapkan Garuda saat menyampaikan laporan keuangan konsolidasi periode 2020 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) di penghujung pekan lalu.

“Menurut emiten bersandi saham GIAA itu, pada sepanjang tahun lalu terpaan pandemi COVID-19, diikuti dengan pembatasan perjalanan, telah menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan, dan memiliki dampak buruk pada operasi dan likuiditas,” ungkap laporan tersebut dikutip Senin, 19 Juli.

Asal tahu saja, Garuda Indonesia dan Citilink (anak usaha Garuda) disebutkan memiliki kewajiban bayar kepada perusahaan migas negara Pertamina senilai lebih dari 716 juta dolar AS (sekitar Rp10 triliun). Angka ini terdiri dari utang Rp8,21 triliun dan 133,51 juta dolar AS.

Kewajiban itu akhirnya disepakati kedua belah pihak untuk dilakukan peninjauan kembali alias restrukturisasi.

“Perseroan dan CI (PT Citilink Indonesia) menandatangani perjanjian restrukturisasi utang dengan Pertamina dengan periode restrukturisasi selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 31 Desember 2020 sampai dengan 31 Desember 2023,” kata manajemen GIAA.

Lalu, pada 30 Desember 2020, Garuda juga menandatangani perjanjian restrukturisasi utang dengan Angkasa Pura I dan II 7,96 juta dolar AS yang terdiri dari Rp112,19 juta dolar AS dan 10.413 dolar AS dengan periode restrukturisasi selama tiga tahun terhitung sejak 31 Desember 2020 sampai dengan 31 Desember 2023.

Secara garis besar, kinerja national flag carrier ini pada sepanjang tahun lalu membukukan kerugian sebesar 2,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp36,2 triliun (kurs Rp14.503).

Garuda menyebut liabilitas jangka pendek grup melebihi aset lancarnya sejumlah 3,8 miliar dolar AS dan grup mengalami defisiensi ekuitas sebesar 1,9 miliar dolar AS.

Situasi sulit yang dihadapi GIAA tercermin pula pada sektor pendapatan usaha yang tercatat sebesar 1,4 miliar dolar AS. Capaian itu tersebut terjun bebas dibandingkan dengan 2019 dengan nilai 4,5 miliar dolar AS