JAKARTA - Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tak sanggup bertahan ditengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di Jawa dan Bali yang terus diperpanjang. Bahkan, industri padat karya ini telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 30 persen selama periode PPKM diberlakukan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rahman mengatakan berdasarkan laporan anggotanya sebagian besar telah melakukan PHK sebanyak 20 hingga 30 persen selama masa PPKM.
Meski begitu, kata Rizal, jumlah tersebut masih dapat bertambah lantaran banyak yang belum melaporkan kondisi perusahaannya, belum lagi industri di luar anggota API.
"Kalau secara keseluruhan saya belum menghitung tapi kemarin beberapa anggota sudah melaporkan telah melakukan pengurangan karyawannya. Secara persentase rata-rata 20 hingga 30 persen," katanya kepada wartawan, Rabu, 4 Agustus.
Lebih lanjut, Rizal menjelaskan, terjadinya PHK di industri tekstil tak dapat terhindarkan. Sebab, karakter industri ini sangat sensitif dengan pembatasan-pembatasan aktivitas. Terlebih lagi saat ini pasar domestik masih lesu akibat adanya PPKM selama lebih dari satu bulan.
BACA JUGA:
Contohnya, kata Rizal, pasar tekstil di Tanah Abang yang ditutup pemerintah. Padahal, pasar itu menjadi salah satu tulang punggung penjualan produk tekstil di dalam negeri. Alhasil, kapasitas produksi di pabrik pun menurun tajam.
"Utilitas produksi industri ini di kisaran 50 persen termasuk dampak dari PPKM, bahkan ada yang di bawah itu," tuturnya.
Sekadar informasi, industri TPT sangat terpukul dengan merebaknya pandemi COVID-19 di Tanah Air. Pada tahun 2020 di awal wabah menyebar industri ini melakukan PHK dan merumahkan karyawan sebanyak 2 juta orang.
Seiring berjalannya waktu dan dilonggarkannya kebijakan pembatasan, pada triwulan pertama tahun 2021 sebanyak 60 persen pekerja yang mendapatkan PHK kembali dipekerjakan. Adapun jumlahnya yang telah dipekerjakan mencapai 1,2 juta orang.