Bareskrim Polri Bocorkan Tiga Cara Berangus Debt Collector, Profesi yang Berpotensi Jadi Musuh Masyarakat
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Cerita tidak mengenakkan tentang para penagih utang (debt collector) kerap ditemui di tengah-tengah masyarakat seiring dengan masifnya layanan keuangan yang cukup beragam saat ini.

Kasubdit V IKNB Bareskrim Polri Kombes Pol. Ma’mun mengatakan situasi tersebut sebenarnya bisa dihindari apabila seluruh pemangku kepentingan dapat bekerja sama dan menjalankan aktivitas dalam koridor hukum yang berlaku. Menurut dia, setidaknya ada tiga hal utama yang perlu jadi perhatian.

Pertama adalah perlunya sebuah metode sosial kontrol yang memanfaatkan sistem teknologi informasi. Sehingga, seluruh pihak yang terlibat dalam industri ini, baik itu debt collector, debitur, kreditur, masyarakat, hingga kepolisian dapat mengawasi praktik penagihan di lapangan.

“Debt collector berpotensi untuk menjadi musuh masyarakat dan aparat hukum apabila melakukan kegiatannya di luar aturan yang berlaku,” ujarnya dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Infobank pada Senin, 26 Juli.

Ma’mun menambahkan, tendensi negatif yang sering melekat pada aktivitas penagihan utang memang sulit dihindari. Namun dirinya yakin hal tersebut bisa diubah seiring dengan peningkatan profesionalisme insan di lapangan. Terlebih bisnis jasa penagihan ini dinilai tidak akan bisa hilang karena memang mempunyai demand yang cukup tinggi dari pelaku jasa keuangan.

“Keberadaan debt collector tidak bisa dihapuskan karena memang jasanya dibutuhkan oleh industri keuangan di Indonesia,” tuturnya.

Kedua adalah perlunya sebuah wadah asosiasi yang membawahi sejumlah perusahaan penagih utang agar kegiatan bisnis ini dapat lebih terfokus.

“Jadi bisa memberikan pendidikan dan juga pengetahuan hukum bagi anggota yang bertugas di lapangan,” tegasnya.

Kemudian yang ketiga berupa produk hukum yang mengawasi aktivitas perusahaan penagihan utang, termasuk di dalamnya adalah pendataan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini.

“Ini aturannya sebenarnya sudah ada, cuma mungkin perlu dipertegas lagi dan juga disertai dengan sosialisasi sanksi untuk menghindari pelanggaran aturan,” tutup Ma’mun.