JAKARTA - Bareskrim Polri mengungkap praktik nakal para debt collector yang bekerja di perusahaan pinjaman online (pinjol). Mereka kerap menagih dengan cara-cara kasar hingga unsur pencemaran nama baik.
"Di mana mereka membuat pesan-pesan, tulisan yang mungkin sifatnya sudah mencemarkan nama baik," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Helmy Santika kepada wartawan, Kamis, 29 Juli.
Terungkapnya praktik nakal ini, berawal saat tim dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) menyelidiki kasus pinjol ilegal. Dalam kasus itu, polisi menetapkan delapan tersangka, dua di antaranya debt collector berinisial YR dan DR.
Cara yang digunakan dengan menyebarkan pesan jika para debitur atau peminjam uang ini sebagai pelaku kejahatan seperti pengedar narkoba. Bahkan, jika debitur perempuan, mereka akan menyebar gambar si peminjam uang yang telah diedit.
"Contohnya adalah seperti ini. dibuat seolah-olah bahwa borrower (debitur) itu adalah bandar sabu, bandar narkoba. Kemudian mohon maaf kalau dia perempuan, dicrop, ditempelkan yang dengan yang tidak senonoh, serta yang lain-lainnya," ungkap Helmy.
BACA JUGA:
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat (3) UU ITE jo, Pasal 8 Ayat (1) huruf f Jo. Pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 311 KUHP.
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap praktik pinjaman online (pinjol) ilegal lantaran tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam kasus ini, delapan orang ditetapkan tersangka.
Pengungkapan ini, merupakan pengembangan kasus pinjol sebelumnya yang melibatkan PT SCA di kawasan Jakarta Utara. Sebab, dalam penyelidikan lebih jauh perusahaan itu ternyata memiliki jaringan perusahaan pinjol lainnya. Bahkan, beberapa di antaranya mengklaim sebagai koperasi.