Bagikan:

JAKARTA - Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan fleksibilitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di masa pandemi sangat diperlukan guna menekan dampak yang ditimbulkan, baik pada sektor kesehatan maupun perekonomian.

Menurut dia, penggunaan APBN yang luwes memungkinkan penyelenggara negara untuk menentukan sektor prioritas yang harus mendapat penanganan pertama di tengah ketidakpastian yang berlanjut saat ini.

“Namun tentunya dalam menggunakan uang negara harus menjunjung tinggi nilai akuntabilitas dan transparansi,” ujar dia dalam keterangan resmi seperti yang dikutip pada Rabu, 7 Juli.

Arsal menambahkan, salah satu yang memegang peranan penting dalam APBN adalah sokongan pajak sebagai kontributor utama penerimaan negara.

“Pajak diharapkan bukan hanya berperan sebagai instrumen pembiayaan dalam APBN tetapi harus dapat berperan besar dalam memberikan stimulus secara menyeluruh terhadap pemulihan ekonomi nasional (PEN) khususnya di masa pandemi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Arsal menjelaskan jika pajak terdisrupsi cukup hebat akibat COVID-19 yang kemudian tercermin dari kontraksi penerimaan pada sepanjang tahun lalu dan tahun ini dibandingkan dengan kondisi normal sebelum pandemi.

“Keadaan ini kemudian direspon dengan memberikan sejumlah insentif maupun stimulus perpajakan untuk mendorong aktivitas ekonomi di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga tengah menggulirkan reformasi perpajakan dengan harapan tax ratio dapat terus ditingkatkan,” jelas dia.

Sebagai informasi, fleksibilitas penggunaan anggaran tercermin dari realokasi dana PEN memasuki semester II 2021.

Dalam sebuah konferensi pers virtual, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memutuskan tiga sektor PEN mengalami peningkatan anggaran dengan dua sektor lainnya terjadi penurunan.

Adapun, tiga sektor yang ditingkatkan anggarannya adalah perlindungan sosial dari Rp148,27 triliun menjadi Rp149,08 triliun, sektor kesehatan dari Rp172,84 triliun menjadi Rp185,98 triliun, dan insentif usaha dari Rp56,73 triliun menjadi Rp62,83 triliun.