Pencairan Insentif Nakes 2020 Telat, Alasan Sri Mulyani: Menkes Mengubah Skema Pembayaran
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan telah membayarkan tunggakan insentif tenaga kesehatan untuk penanganan COVID-19 tahun lalu mencapai Rp1,34 triliun hingga 11 Juni 2021. Angka tersebut setara dengan 90,8 persen dari pagu. Namun, pemerintah menemukan masih ada tunggakan insentif kesehatan yang belum dibayarkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dari sekitar tambahan anggaran nakes yang sekitar Rp4,6 triliun di 2020, pemerintah sudah hampir merealisasikan 100 persen. Hanya tinggal sedikit yang belum tercairkan.

Lebih lanjut, Sri menegaskan lamanya waktu realisasi pembayaran tunggakan 2020 bukan disebabkan oleh faktor ketersediaan anggaran. Menurut dia, persoalannya adalah Menkes mengubah skema pembayaran insentif langsung kepada nakes sehingga terjadi keterlambatan karena diperlukan inventarisasi data

"Lebih pada tata kelola dan bagaimana menciptakan akuntabilitas akurasi data base dari tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 2 Juli.

Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah telah membayarkan tunggakan insentif nakes sebesar Rp1,34 triliun hingga 11 Juni 2021. Nilai tersebut disalurkan untuk 200.506 nakes dan 1.607 fasilitas kesehatan.

"Pembayaran tunggakan klaim tahap terakhir masih dalam proses review APIP Kemenkes," ujarnya.

Pemerintah, lanjut Sri, telah membayarkan insentif nakes mencapai Rp4,65 triliun dan santunan kematian Rp58,8 miliar pada tahun lalu. Sementara untuk tahun 2021, pemerintah telah membayarkan insentif nakes mencapai Rp2,665 triliun dari pagu Rp3,8 triliun dan santunan kematian Rp49,8 miliar dari pagu Rp60 miliar.

"Pembayaran insentif nakes tahun 2021 Rp2,6 triliun untuk 323.46 nakes dan 6.198 faskes," ucapnya.

Sri Mulyani menjelaskan, insentif tersebut dibayarkan untuk tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawab pusat atau Kementerian Kesehatan.

Sementara untuk tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah, menurut Sri, pembayaran insentif dilakukan oleh pemerintah daerah menggunakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

"APBD-nya berasal dari transfer keuangan dari pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) yang kami minta sejak awal diamankan untuk penanganan COVID-19," katanya.

Sri Mulyani mengaku telah meminta daerah untuk mengalokasikan minimal 8 persen DAU dan DBH untuk penanganan COVID-19, termasuk insentif untuk tenaga kesehatan.

Dengan demikian, terdapat alokasi Rp8,15 triliun yang tersedia di APBD provinsi sebesar Rp1,44 triliun dan kabupaten/kota Rp6,71 triliun.

"Namun realisasinya baru mencapai Rp650 miliar," jelasnya.