Teriakan Perajin Tahu di Banten: Kami Dulu di Orde Baru Dapat Subsidi Kedelai, Sekarang Belum Ada Lagi
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah perajin tahu di Kabupaten, Provinsi Banten meminta pemerintah memberikan subsidi harga kedelai di pasaran karena berpengaruh terhadap produksi.

"Kita dulu di era orde baru (Orba) mendapatkan subsidi kedelai, namun sampai sekarang belum ada lagi," kata Mad Soleh (55) seorang perajin tahu di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, dikutip dari Antara, Jumat 25 Juni..

Pemberian subsidi kedelai, menurut dia, dipastikan usaha kerajinan tahu di Kabupaten Lebak berkembang dan mampu menyerap tenaga kerja.

Selama ini, perajin tahu relatif tidak stabil, karena harga kedelai mengalami turun naik, tambahnya, bahkan, hari ini harga kedelai di pasaran melonjak hingga Rp550 ribu per karung berbobot 50 kilogram, padahal, pekan lalu Rp530 ribu per karung.

Melonjaknya harga kedelai tentu berdampak terhadap produksi, bahkan beberapa perajin terancam bangkrut,  kata dia, sebab satu sisi perajin menjual tahu tidak mengalami kenaikan dan sisi lainnya harga kedelai melonjak.

"Kami mengibaratkan nasib perajin 'mati segan hidup tak mau', karena harga kedelai turun naik di pasaran, " katanya.

Begitu juga perajin tahu lainnya , Usman (55) mengatakan selama ini, harga kedelai sebagai bahan baku tahu tidak disubsidi oleh pemerintah. Mereka para perajin tahu membeli kedelai ke Pasar Rangkasbitung.

Menurut dia, penggunaan kedelai impor dari Amerika Serikat itu berlangsung sejak tahun 1980-an hingga kini, sebab dengan kedelai lokal kualitasnya kurang bagus

"Kami berharap pemerintah dapat mensubsidi kedelai, sehingga usaha tahu kembali berkembang, " katanya.

Ia mengatakan, saat ini perajin tahu di Kampung Muara Kebon Kelapa Rangkasbitung tercatat sebanyak 18 unit, namun sebagian besar terancam bangkrut.

Para perajin tahu, kata dia, omzet rata-rata sebesar Rp900 ribu dari produksi 50 kg. Dari Rp900 ribu itu, perajin bisa meraih keuntungan kotor Rp350 ribu dan belum dipotong tenaga kerja serta transportasi.

"Saya kira paling bantar perajin meraih keuntungan bersih Rp100 ribu dari 50 kg itu," katanya.

Memed (45) seorang perajin tahu mengatakan dirinya saat ini masih bertahan memproduksi, meski terkadang pulang modal, sebab usaha tahu tidak bisa lagi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Namun, dirinya memproduksi tahu yang penting keluarga dan tiga pekerja bisa terpenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari.

"Kami berharap harga kedelai disubidi sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha dan Menengah Kabupaten Lebak Yudawati mengatakan pemerintah mendorong pelaku usaha berkembang di masa pandemi ini dengan mengajukan program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).

"Kami minta perajin usaha kecil, termasuk pemilik pabrik tahu mengajukan bantuan modal itu," katanya.