JAKARTA - Pangan Indonesia 'goyang'. Sejumlah komoditas penting mengalami lonjakan harga. Pertama kedelai, kemudian daging. Beberapa waktu lalu kami melakukan observasi langsung, melihat dampak kenaikan kedelai dalam rantai pasokan pangan: dari biji hingga menjadi lauk di piring-piring kita.
Senin, 25 Januari, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memaparkan tiga strategi untuk menekan harga kedelai impor. Pertama adalah menerapkan agenda SOS selama seratus hari ke depan, sejak Januari hingga Maret 2021.
"Di antaranya memerlancar pasokan ke perajin tahu tempe pasar, stabilisasi harga, meningkatkan produksi pertanian, menyiapkan CPCL, serta membentuk gugus tugas lintas kementerian/lembaga," ungkap Yasin Limpo dalam Raker Bersama Komisi IV DPR RI.
Strategi kedua yang akan diterapkan selama dua ratus hari adalah penyiapan areal tanam seluas 325 ribu hektare. Kementan juga akan penyediaan hama, penyiapan penanam musim gadu, hingga mengontrol pengendalian hama. Agenda ini disebut Yasin Limpo sebagai agenda temporer.
"Ketiga, agenda permanen, mengusulkan kedelai menjadi bagian dari 12 pangan strategis, memaksimalkan pasokan kedelai lokal, hilirisasi produk kedelai dan bentuk-bentuk lainnya," katanya.
Tiga langkah ini dikemukakan Yasin Limpo setelah berminggu-minggu para perajin, pedagang dan masyarakat dibuat kelimpungan dengan harga kenaikan kedelai. Rabu, 7 Januari, kami mengunjungi sejumlah tempat, mulai dari pabrik pengolahan kedelai, pasar, hingga warteg untuk melihat situasi nyata dari permasalahan ini.
Jam tangan kami menunjukkan pukul 02.00 WIB, ketika kami tiba di wilayah kompleks Pik Kopti, Semanan, Jakarta Barat. Pik Kopti merupakan sentra perajin tahu dan tempe terbesar se-Asia Tenggara. Di kawasan seluas 12,4 hektare, berdiri seribuan rumah yang dijadikan pabrik pengolahan kedelai, baik tahu ataupun tempe.
Kami sempat berkeliling dengan sepeda motor untuk melihat secara luas aktivitas di kawasan itu. Kesibukan tampak di tiap-tiap pabrik. Kami menghentikan motor di ujung jalan, di muka sebuah pabrik tahu yang cukup besar.
“Mau liputan produksi tahu, mas?” seorang pria bertanya kepada kami. Jojo Sumarja, namanya. Ia adalah pemilik pabrik. Kami berhadapan dengan orang yang tepat. Jojo bukan orang baru. Ia telah menggeluti profesi sebagai perajin tahu sejak 1993. Pria 48 tahun itu mengatakan profesi tersebut digeluti turun-temurun oleh keluarga besarnya di Pekalongan.
“Harapan saya sama pemerintah minta distandarin lagilah harga kacang kedelainya. Jangan sampai naik seperti sekarang. Bagi saya yang jalanin usaha tahu kecil-kecilan, ya repot. Cuma bisa nutupin yang kerja, beli kacang. Ya, begitu aja. Bertahan aja sekarang sudah untung,” Jojo bercerita, dengan tangan menunjuk tujuh pekerjanya yang tengah sibuk di dalam pabrik.
Proses pengolahan kedelai
Jojo mengajak kami masuk ke dalam pabrik. Panas luar biasa langsung menggerayangi tubuh. Suasana terik di luar, ditambah barisan tungku kayu terbakar dan panci-panci besar nan mendidih di dalam pabrik adalah siksaan luar biasa bagi kami. Tapi tidak bagi para pekerja. Mereka telah beradaptasi dengan kondisi kerja macam ini.
Secara umum produksi tahu-tempe di Kompleks Kopti masih dilakukan dengan cara tradisional. Bahan-bahannya, kata Jojo, terdiri dari kacang kedelai, garam, air bersih, dan air biang tahu. Biang tahu adalah air sisa pembuatan tahu yang diendapkan selama satu sampai dua hari.
Selain itu, Jojo juga menggunakan 98 hingga 99 persen penggumpal asam cuka (asam asetat) pekat. Setidaknya ada empat fase pembuatan tahu.
Pertama, kedelai yang sudah dibeli mulai dicuci hingga bersih. Kedelai kemudian direndam air bersih selama empat hingga sepuluh jam. Kegiatan ini lazimnya dilakukan malam hari. Tujuannya supaya kedelai mengembang dan lebih mudah untuk digiling sekaligus menghasilkan tekstur halus seperti bubur.
Fase kedua, setelah menjadi bubur, kedelai dimasak dalam tungku besar hingga mendidih. Selama proses pemasakan, penambahan bahan pembuat tahu seperti asam cuka dan air dilakukan. Proses ini akan menghasilkan endapan tahu berbentuk gumpalan.
Selanjutnya, adonan yang telah matang langsung disaring dengan kain saring tahu dan diperas. Suara yang Anda dengar ini adalah proses penyaringan. Proses ini akan menghasilkan ampas tahu.
Tahu yang sudah disaring ini berbentuk seperti sari kedelai. Sari itu kemudian dicampur dengan larutan pengendap (air biang), sedikit demi sedikit, sembari diaduk perlahan.
Fase terakhir, setelah proses penggumpalan, air asam dibuang. Adonan tahu pun dapat dicetak. Proses pencetakan dilakukan menggunakan kain saringan tahu dan ditekan agar tahu padat. Tahu putih kemudian dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan. Tahu pun siap dipasarkan.
Sebagai tambahan, jika ingin membuat tahu kuning --seperti tahu Bandung, tahu tersebut tinggal direbus kembali dengan menggunakan air rebusan kunyit yang ditumbuk. Jeje dengan bangga menyebut dirinya sebagai pelopor yang memperkenalkan produksi tahu kuning di seantero Kompleks Kopti.
Dampak kenaikan harga bagi Jojo
Jojo menjelaskan, secara periodik, dirinya selalu memasok satu ton kedelai untuk tiga hari produksi. Jojo mengatakan, kedelai itu ia ambil dari distributor yang beroperasi di seberang pabriknya.
Ekosistem pengolahan kedelai di Kompleks Kopti memang telah terbangun mantap. Bagi Jojo, ia tak perlu repot mencari tempat jauh untuk mendapat pasokan rutin kedelai. Jojo memaparkan ada sejumlah merek kedelai yang secara umum dijual para distributor: Anggrek, Bola, Lotus, Segitiga, hingga Tiga Roda. Merek terakhir adalah yang paling mahal.
Terkait kenaikan harga kedelai, Jojo menjelaskan, merek Anggrek yang berharga paling murah dan lazimnya dijual Rp6 ribu per kilo kini sudah menyentuh angka Rp9 ribu. Dampaknya, dari satu ton kedelai, Jojo kini hanya bisa memproduksi tiga sampai empat kuintal tahu.
Jumlah itu sudah menyusut jauh. Sebelum kenaikan harga kedelai, Jojo mampu membeli pasokan kedelai lebih banyak hingga hasil produksi sampai empat sampai lima kuintal. Penjualan pun menurun jauh. Terkait penjualan, kata Jojo hal itu bahkan telah dimulai sejak awal pandemi COVID-19. Instabilitas harga kedelai memperparah situasi.
kata Jojo.
Keuntungan Jojo pun merosot. Ia yang biasanya mendapat untung hingga Rp2 juta lebih per hari, kini hanya bisa menerima keuntungan Rp1,5 juta per hari. Pahit, kata Jojo. Margin itu menurutnya hanya dapat menutupi biaya pegawai, makan harian, dan membeli kedelai.
Kami, dalam kesempatan itu juga mengikuti Jojo mengantar tahu kepada para pengecer. Rata-rata penjual tahu yang dipasok pabrik Jojo berada di kawasan Kompleks Kopti. Ada 50 calon penjual. Semua transaksi dilakukan secara tunai. Dari pabrik Jojo, tahu-tahu itu akan mereka bawa ke pasar-pasar tradisional terdekat, seperti Pasar Rawa Lele dan Pasar Kalideres.
Dari pedagang ke pembeli
Sebelum ke pabrik tahu milik Jojo, pagi di hari yang sama kami mendatangi Pasar Modern Duri Kosambi, Jakarta Barat. Tak jauh dari pintu masuk pasar, dua orang pedagang tahu-tempe langsung menyita perhatian. Kami pun mendekat untuk berbincang.
Di sela-sela melayani pembeli, Irwan, salah satu pedagang tahu-tempe di Pasar Modern Duri Kosambi menjelaskan ia rutin memasok seratus hingga dua ratus tahu bermacam jenis dari sebuah pabrik sekitar. Namun jumlah pasokannya telah menurun jauh akibat kenaikan harga kedelai. Bahkan, khusus tempe, Irwan sampai harus mengolah kedelai sendiri dengan jumlah terbatas. Padahal, di waktu normal Irwan rutin membawa hingga 70 kilogram ke lapaknya.
tutur Irwan.
Temuan kami di Pasar Modern kami lanjutkan ke Pasar Trasional Duri Kosambi. Penjual tahu-tempe disini tampak berbeda dengan yang ada di Pasar Modern. Di pasar tradisional, para pedagang hanya menjual dagangan milik pengrajin tahu-tempe setempat. Kami mendapatkan keterangan itu dari seorang penjual bernama Fandi.
Fandi mengaku tak tahu banyak soal kenaikan harga kedelai secara pokok. Yang jelas Fandi mengaku tak menaikkan harga. Namun Fandi juga menyadari ukuran tempe dan tahu yang ia terima dari pabrik tempat ia memasok jadi lebih kecil.
Kedelai di piring kita
Siang hari sebelum ke pabrik milik Jojo di Kompleks Kopti, kami beristirahat sembari santap siang di sebuah warteg: Warteg Bersaudara, yang berdiri di sekitar kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Keresahan soal kenaikan harga kedelai juga dirasakan Ratih, pengurus Warteg Bersaudara. Wanita berusia 35 tahun itu menjelaskan bahwa tahu dan tempe adalah menu favorit di Warteg Bersaudara sedari dulu.
“Sehari-hari kami stok tempe balok 12 biji. Kalau tahu, kulitnya kami beli 30 ribu. Tahu putih 20 ribu, tahu kuning 20 ribu. Kami belinya di pasar. Kami olah jadi beragam makanan, mulai dari orek kering, orek basah, tahu goreng, tahu sayur, dan tahu kecap. Baik tahu atau tempe dua-dua naiknya (harga) kalau enggak salah naiknya sampai Rp1.000,” Ratih.
Meski kenaikan harga tahu dan tempe berdampak besar baginya, Ratih mengaku belum menaikkan harga. Katanya, ia masih mendapat selisih keuntungan. Ratih tak merinci margin yang ia dapat dengan kenaikan harga ini. Yang jelas, dalam situasi normal, Ratih telah mematok margin Rp2 ribu per menu untuk olahan tahu dan tempe.
Seorang ibu rumah tangga, Rahmi, yang kami temui saat berbelanja lauk olahan tempe dan tahu mengatakan kenaikan harga kedelai tak membuat keluarganya beralih ke menu lain. Namun ia mengaku sempat kebingungan karena selama tiga hari tahu dan tempe sempat langka lantaran aksi mogok para perajin kedelai. Aksi mogok itu dilakukan sebagai wujud memprotes pengelolaan harga kedelai oleh pemerintah.
Kementerian Perdagangan bicara
Dari sisi otoritas, Satgas Pangan bentukan Bareskrim Polri menjelaskan hasil pengumpulan data dan analisis soal ketersediaan serta kebutuhan kedelai nasional. "Kami telah koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan sejumlah pihak lain untuk menelusuri dugaan adanya penimbunan dan permainan harga kedelai yang melonjak sejak beberapa hari lalu," tutur Helmy, dalam pemberitaan VOI, Rabu, 6 Januari.
Menurut Helmy, dugaan soal penimbunan tak ditemukan. Kenaikan harga kedelai dipicu oleh dinamika global pandemi COVID-19 yang berdampak pada harga kedelai di pasar dunia. "Berdasarkan data FAO, pada Desember 2020 ada kenaikan harga kedelai di pasar global sebesar 6 persen dari harga awal 435 dolar AS menjadi 461 dolar AS per ton," kata Helmy.
Pemberitaan Liputan6.com hari ini menyebut harga kedelai di Indonesia telah mencapai angka Rp9 ribu hingga Rp9.300. Dan mendalami dinamika global yang memicu kenaikan harga kedelai, hal itu terjadi karena China memborong kedelai dari Amerika Serikat (AS).
Ulasan VOI pada kanal Bernas, Selasa, 5 Januari menjelaskan bahwa pada 17 September, China setuju membeli 9,89 juta ton kedelai AS. Transaksi itu terjadi antara September 2020 dan Agustus 2021, menurut Departemen Pertanian AS.
Dari total itu, 3,27 juta telah dipesan pada Agustus 2020. Sementara, 2,07 juta lainnya dilakukan September 2020. Mengutip Nikkei Asia, China membeli sekitar 40 persen kedelai yang ditanam di AS.
Mantan Presiden AS, Donald Trump bahkan kala itu menyebut pesanan China tersebut sebagai pesanan kedelai terbesar dalam sejarah. Sejarah itu dicatatkan di bawah kesepakatan perdagangan Fase I antara AS dan China pada Januari 2020.
Rincian kesepakatan Fase I adalah tentang ekspor makanan, pertanian, dan produk makanan laut AS ke China. Sementara China mengakhiri pemaksaan atau penekanan perusahaan asing untuk mentransfer teknologinya untuk perusahaan China.
Kesepakatan lain dalam Fase I adalah menegaskan penentangan AS terhadap manipulasi mata uang dan komitmen China untuk membeli setidaknya 200 miliar dolar AS dalam bentuk komoditi ekspor AS selama dua tahun ke depan.