JAKARTA - Demonstrasi tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja berlangsung di berbagai daerah Nusantara, Kamis, 8 Oktober. Kami menyebar tim di Jakarta Pusat, titik paling panas dalam gerakan se-Ibu Kota untuk menangkap segala dinamika kumpulan massa di sekitar kami. Ini adalah laporan kolektif VOI soal meluasnya kericuhan serta massa misterius di antara kami dan para demonstran.
Tim A-Bundaran Monas [14.00]
Sekitar pukul 14.00 WIB, tim VOI-A berada di Bundaran Monas, Jakarta Pusat untuk memantau demonstrasi tolak RUU Cipta Kerja. Di sana, pergerakan massa dominan buruh dan mahasiswa ditahan barikade polisi.
Menit berjalan, aksi saling dorong mulai terjadi di barisan depan massa. Tak memunculkan kericuhan signifikan, hingga kelompok massa lain datang dari belakang barisan demonstran. Massa tak teridentifikasi itu merangsek barisan sembari melempar botol ke arah barikade polisi.
Bentrokan segera terjadi dengan cepat dan tiba-tiba. Polisi pun mulai menembakkan gas air mata yang membuat massa terpecah ke berbagai arah.
Berdasar pantauan kami, di situlah titik awal segala kerusuhan yang kemudian meluas ke berbagai sudut se-Jakarta Pusat. Kericuhan yang dipicu kedatangan gelombang massa misterius.
Tim B-Jalan Haji Agus Salim [15.00]
Sekitar pukul 15.00 WIB, Tim VOI-B yang berada di Jalan Haji Agus Salim, di depan Hotel Mercure, memantau detik-detik pecahnya bentrokan antara polisi dan massa. Entah massa ini berhubungan dengan massa di Bundaran Monas atau tidak.
Yang jelas, kami melihat barisan polisi seakan terkepung. Mereka berdiri di antara dua kelompok massa. Satu kelompok di Jalan Sabang. Lainnya di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Beberapa menit saling pantau, massa di Jalan Sabang mulai maju. Massa ini terdiri dari mahasiswa dan gerombolan tak teridentifikasi. Perlahan mereka mendekat ke arah polisi, hingga beberapa orang di antara mereka mulai melempar batu ke arah polisi.
Polisi membalas dengan menembakkan gas air mata sembari bergerak ke arah massa dari Jalan Sabang. Massa Jalan Sabang pun kembali mundur. Bentrokan selama beberapa menit itu terhenti.
Tak lama, massa di Jalan Medan Merdeka Selatan --lokasi pusatnya di Balai Kota-- yang didominasi mahasiswa maju ke arah polisi. Mereka berupaya melewati barisan polisi untuk bergerak ke kawasan dekat Patung Kuda. Melihat pergerakan itu, polisi merespons.
Barisan polisi yang sebelumnya bergerak ke Sabang membelah diri. Sebagian kembali ke arah Jalan Haji Agus Salim untuk menghalau pergerakan massa dari Jalan Medan Merdeka Selatan. Ketika massa makin mendekat, polisi menembakkan gas air mata ke arah massa. Massa mundur. Sebagian masuk ke Balai Kota. Lainnya berlarian ke Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS), ke tempat tim VOI-C berada.
Tim C-Gedung Pancasila [15.40]
Tembakan gas air mata membubarkan kelompok massa di sekitar Gedung Pancasila, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat. Serangan itu sungguh mengejutkan. Tim VOI-C yang berada di lokasi saat itu menyaksikan mobil komando masih diisi orasi saat serangan terjadi. Orang-orang masih terpaku di tempat mereka duduk dan berdiri. Serangan yang menghancurkan kedamaian di dekat Kedutaan Besar AS itu.
Bersama dengan gas air mata, massa berlarian, diikuti sejumlah polisi yang membuntuti mereka dengan pelontar gas air mata. Serangan tiba-tiba itu menimbulkan kepanikan. Orang-orang terjatuh dan harus dievakuasi karena luka dan dampak gas air mata. Ojek online (ojol) masuk barisan. Bersama relawan medis, mereka membantu mengevakuasi massa yang terluka.
Perlawanan dari massa terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Polisi dan massa saling balas serangan. Dari sisi massa demonstran, kami melihat bagaimana perlawanan dilakukan silih berganti. Satu barisan maju menggantikan barisan lain yang mundur. Tembakan masif gas air mata membuyarkan pertahanan massa. Massa berhamburan ke perkampungan sekitar.
Kami mengikuti arus evakuasi massa. Sekitar pukul 17.00 WIB, kami berada di Kebon Sirih. Warga kampung di sekitar kolong rel kereta api memberi pertolongan. Beberapa menyediakan air minum, makanan ringan, hingga membongkar lahan berdagang mereka untuk tempat demonstran rehat.
Tim D-Jalan Sabang [15.15]
Di titik lain, beberapa jam sebelum turun tangannya warga kolong rel, tepatnya 15.15 WIB, tim VOI-D juga berada di sekitar Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Bau gas air mata sudah tercium, meski samar.
Situasi yang kami dapati saat itu adalah kebingungan. Orang-orang keluar dari kantornya, mencari tahu keramaian dan ketegangan yang tiba-tiba.
Di Jalan Wahid Hasyim, barulah kami menemukan barisan mahasiswa. Jalanan sudah ditutup saat itu. Kami sadar bentrokan telah terjadi.
"Ada tembak-tembakan di depan," teriak seorang warga.
Kami segera bergerak ke lokasi yang dimaksud: sekitar Jalan Sabang. Makin mendekati Jalan Sabang, gas air mata makin menyengat.
Kami menyaksikan bagaimana polisi terus-menerus menembakkan gas air mata. Tak jelas, mana massa yang jadi sasaran karena pandangan dan pergerakan kami yang terbatas.
Situasi makin tak kondusif, hingga kami harus mengevakuasi diri ke gang-gang kecil di sekitar Jalan Sabang. Belakangan, kami menyadari sasaran polisi di Sabang saat itu adalah pecahan massa yang bentrok dengan mereka di Jalan Haji Agus Salim, titik bentrokan yang dipantau tim VOI-B.
Tim B-Jalan Haji Agus Salim [15.30]
Di sisi lain jalan, tim VOI-B menangkap perkembangan lain dari bentrokan saat itu. Massa di Jalan Sabang kembali mendekat ke arah polisi di Jalan Haji Agus Salim.
Kali ini pergerakan massa tak seagresif yang pertama. Polisi ikut bergerak perlahan ke arah massa. Namun, kali ini, barisan polisi yang maju dilengkapi tameng.
Salah satu mahasiswa dengan almamater hijau muda memisahkan diri dari barisan massa. Ia maju lebih dekat ke arah barisan polisi sembari mengangkat kedua tangannya.
Pesan 'gencatan' itu dibalas polisi dengan mengirim satu personel ke arah mahasiswa itu. Keduanya berbincang di antara barisan massa.
Dalam perbincangannya, mahasiswa beralmamater hijau muda meminta izin membawa teman-teman mahasiswa lain di belakangnya untuk melewati barisan polisi dan bergabung dengan rombongan mahasiswa lain yang berada di Jalan Medan Merdeka Selatan.
Gencatan benar-benar terwujud. Polisi dan mahasiswa kemudian saling berjabat tangan, diikuti barisan massa lain. Lagu Indonesia Pusaka berkumandang.
Tim B-Gedung ESDM & Bundaran HI [17.00 & 19.00]
Meninggalkan gencatan di Jalan Haji Agus Salim, tim VOI-B bergerak ke Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jalan MH Thamrin pukul 16.30 WIB. Kementerian itu dirusak. Bahkan kena jarah.
Jelang pukul 19.00 WIB, tim VOI-B bergeser ke kawasan Bundaran HI. Di sana, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui mahasiswa.
Didampingi Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman dan Kapolda Metro Jaya Nana Sudjana, Anies berjanji akan membawa aspirasi mahasiswa ke pertemuan antara gubernur.
Anies.
Anies kemudian meminta para mahasiswa pulang. Mahasiswa pun pulang. Sebagian mahasiswa menumpang mobil TNI untuk diantar ke kampus masing-masing.
Massa misterius
Kami benci mempolarisasi massa. Bukan maksud membeda-bedakan antara yang beralmamater dengan yang tidak. Tapi temuan kami menunjukkan banyaknya kemunculan kelompok yang merusak gerakan massa ini.
Seperti temuan tim VOI-D di Jalan Sabang, di mana banyak orang-orang tak teridentifikasi mengumpulkan batu dan benda tumpul lain di tas mereka. Atau temuan tim VOI-B di Gedung Kementerian ESDM. Petugas keamanan setempat mengatakan kepada kami bahwa kemunculan massa terjadi tiba-tiba.
Ada kira-kira 30 orang yang mendatangi gedung kementerian. Tak ada satu pun dari mereka yang mengenakan almamater atau atribut lain yang dapat mengidentifikasi kelompok mereka.
Orang-orang itu menerobos keamanan, merusak sejumlah fasilitas, termasuk bangunan dan kendaraan. Mereka bahkan mengambil dua unit laptop dan komputer.
Polisi, Jumat, 9 Oktober mengumumkan telah menangkap 1.192 orang yang mereka sebut perusuh. Beberapa dari tangkapan itu disebut sesbagai anggota kelompok Anarko Sindikalis.
Namun, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus ribuan orang itu ditangkap pada 7 dan 8 Oktober. Artinya, sebelum kericuhan terjadi. Namun, penangkapan itu, kata Yusri jadi indikasi besarnya potensi penunggangan aksi demonstrasi yang dilakukan massa damai.
"Sampai dengan detik ini memang ada 1.192 (orang) kita amankan, sebelum dilakukan rusuh itu memang kita lakukan razia," ujar Yusri, Jumat, 9 Oktober.
Dalam pengumuman lain, Yusri membocorkan hasil interogasi sejumlah massa yang ditangkap. Kata Yusri, beberapa dari mereka mengaku dijanjikan fasilitas dan uang saku untuk terlibat dalam aksi massa dan membuat kericuhan.
Hal itu diketahui berdasakan pemeriksaan ponsel dan keterangannya. Sebab dari ponsel mereka ditemukan ajak-ajakan untuk membuat kericuhan pada aksi demonstrasi mahasiswa dan buruh.
"Yang dia (massa perusuh) tahu ada undangan-undangan datang disiapkan tiket kereta api, disiapkan truk, disiapkan bus. Kemudian nantinya akan ada uang makan untuk mereka semua," Yusri.
"Beberapa kelompok-kelompok memang datang tujuannya memang dari beberapa daerah seperti, Purwakarta, Karawang, Bogor, Banten, yang datang ke Jakarta memang tujuannya untuk melakukan kerusuhan," tambahnya.
Tim Advokasi untuk Demokrasi dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengungkap temuan berbeda soal massa. Di luar aksi anarkis yang terjadi, Tubagus menemukan begitu banyak reaksi spontan dari masyarakat yang pergerakannya didasari pemahanan kritis masing-masing.
“Seharusnya mereka tidak melakukan upaya-upaya demikian. Karena upaya-upaya represif yang dilakukan oleh aparat ini memancing upaya-upaya, atau memanaskan suasana. Harusnya mereka tak melakukan hal itu. Rakyat tidak bersenjata, tapi mereka tembaki dengan gas air mata. Rakyat datang dengan tangan kosong, tapi mereka pukuli. Itu bisa kita saksikan bersama di baik itu pemberitaan-pemberitaan media maupun yang disaksikan secara seksama oleh kita tadi,” ungkap Tubagus.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho memberi catatan soal pelanggaran prinsip yang dilakukan polisi dalam aksi demonstrasi kemarin. Menurutnya polisi seharusnya mengedepankan prinsip penghalauan, bukan pengejaran dan penangkapan.
Apalagi, polisi tak cuma menangkap perusuh, tapi juga mahasiswa dan jurnalis. Bahkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) setidaknya mencatat ada pemukulan terhadap tujuh jurnalis selama demonstrasi tolak RUU Cipta Kerja kemarin.
"Penanganan unjuk rasa diharapkan untuk lebih bersifat menghalau, serta menghindarkan dari pengejaran dan/atau penangkapan," kata Teguh dalam keterangannya, Jumat, 9 Oktober.