Bagikan:

JAKARTA - Bulungan, Minggu dinihari, 13 September. Jam tangan kami menunjukkan pukul 02.49 WIB, ketika kericuhan antara dua kelompok kecil pemuda pecah di depan SMA 70 Jakarta. Kericuhan bermula dari balap lari liar dengan taruhan uang hingga memancing sekelompok orang berbadan tinggi besar turun dari mobil berwarna hijau army dan terlibat dalam kericuhan. Malam kami berakhir di sana, dengan perbincangan bersama kelompok Speed Run. Malam itu kami sadar gerakan lari liar makin meluas. Balap lari liar kini milik semua orang. Mereka yang berhasrat melepaskan diri dari sistem.

 [Klik untuk Menambah Rasa]

Beberapa jam sebelum keributan itu, sekitar pukul 12.03 WIB, kami sudah berada di wilayah Bulungan, ketika mobil polisi menyisir jalan sepanjang SMA 70 hingga GOR Bulungan. Dengan sirine, polisi mengusir ratusan orang yang berjejalan di sepanjang jalan. Bulungan malam itu begitu ramai. Bagai tak ada pandemi di antara mereka.

"Itu disuruh pindah karena keramaian. Kan mau PSBB. Persiapan kata polisinya," ungkap seorang pedagang minuman keliling yang tiba-tiba menghampiri kami.

Menurut pedagang itu Bulungan memang selalu ramai di akhir pekan, meski malam itu terasa jauh lebih sesak. Beberapa orang bermotor kemudian pergi bergerombol. Dari atas motor, mereka berteriak, "Antasari aja, Antasari aja!"

Polisi membubarkan kerumunan (Yudhistira Mahabharata/VOI)

Gerombolan lain menyusul, menyisakan gerombolan lainnya yang menetap di lokasi. Meski ditinggal banyak orang, keramaian tak terasa banyak berubah. Orang-orang yang terusir polisi digantikan dengan gerombolan-gerombolan lain yang tak henti berdatangan. Kami pesimis melihat situasi malam itu dan memutuskan mengikuti seruan gerombolan yang sebelumnya bergerak ke Antasari.

Sampai di Antasari, kami tak menemukan apapun. Bahkan, lokasi di sekitar Rumah Sakit Brawijaya yang --jika merujuk unggahan akun Instagram @info.balaplari100m-- kerap digunakan sebagai lokasi balap lari liar pun kosong. Kami memutuskan kembali ke Bulungan, hingga unggahan Instagram Story di akun @info.balaplari100m mengubah arah kami. Unggahan itu menunjukkan kegiatan di sekitar Jalan Inpres Raya, Ciledug, Kota Tangerang, Banten. Kami pun ke sana.

Pelari dalam gang

Menyusuri Jalan Raya Inpres, kami menemukan kelompok pemuda yang berkumpul di depan sebuah gang kecil. Beberapa dari mereka menggunakan celana olahraga. Beberapa tanpa pakaian. Sisanya mengenakan pakaian kasual, jaket, serta celana denim. Kami menghampiri belasan pemuda kisaran 20 tahun itu.

Ketika kami sampai, mereka baru saja menyelesaikan balap lari. Ada dua orang yang terlibat. Satu si celana olahraga. Dan satunya lagi adalah laki-laki yang tak berpakaian. Mereka lari untuk uang Rp50 ribu. Kami menawarkan diri untuk ikut dalam balapan. Seorang pemuda bernama Gilang menyambut permintaan kami.

Namun, balap lari tak dapat dilakukan saat itu juga. Saat kami tiba kelompok itu baru saja ingin berpindah tempat. Ternyata balap lari liar mereka lakukan di lokasi-lokasi yang cenderung mendadak. Nantinya, ketika mereka menemukan lokasi, mereka akan mengunggah kegiatan mereka dan menandai akun-akun berembel-embel "info balap lari", baik itu @info.balaplari100m atau akun-akun sejenis. Akun-akun itulah nanti yang menyebar.

Kelompok yang kami temui ini adalah kelompok liar. Mereka mengaku tak terafiliasi dengan akun manapun yang biasa menyebarkan informasi tentang kegiatan balap lari. Kami pun bertukar nomor dengan Gilang. Ia berjanji akan menghubungi kami ketika lokasi lari ditemukan.

 "Tergantung di mana. Ngerinya di sini ada (polisi). Nyarinya nanti jangan tempat orang balapan. Jalur yang kosong, kita-kita aja yang main. Biar aman aja. Biar abang aman, kita aman. Paling di sini nanti. Main bubar, main bubar. Soalnya kalau yang di trek-trekan, rusuh ... Soalnya kalau yang di tempat balap larinya, polisi mulu. Mendingan janjian, sekali main, bubar," kata seorang pemuda lain. Seperti Gilang, ia juga membawa banyak uang di tangannya.

Sekitar 30 menit kami menunggu kabar dari rombongan Gilang, hingga sebuah informasi datang dari Bulungan. Akun media sosial @speedrun.100m mengunggah kegiatan balap lari di Bulungan. Dalam siaran langsung di Instagram, terlihat jalur di depan SMA 70 dijadikan trek adu kuat mereka. Kami pun kembali ke Bulungan.

 [Klik untuk Menambah Rasa]

Keramaian Bulungan tak berkurang sejak kami tinggalkan beberapa jam lalu. Namun kali ini gerombolan manusia lebih terpusat. Semakin dekat ke SMA 70, suara makin riuh. Gerombolan semakin ramai. Dan yang jelas, suasana semakin tak kondusif.

Dua kelompok kecil pemuda terlibat kericuhan yang dipicu oleh taruhan balap lari. Mereka saling berteriak dan sesekali saling serang. Saat kami tiba, orang-orang mulai bertumpahan ke badan jalan. Lalu lintas tersendat. Knalpot sepeda motor dibetot lebih keras, klakson-klason ditekan lebih lantang.

Sebuah mobil berwarna hijau army kemudian muncul. Dengan sirine dan lampu strobo berwarna biru, Toyota Harrier itu membelah kericuhan. Pergerakan itu memancing teriakan dan umpatan dari kerumunan. Tak berselang lama dari berlalunya mobil itu, tiga orang berbadan tegap tiba-tiba berlari ke arah kerumunan dan meneriakkan ancaman. "Siapa tadi yang ngomong? Saya tembak kalian!"

Tak jelas siapa gerombolan berbadan tinggi besar, berpotongan cepak, dan bermobil hijau army itu. Yang jelas, mereka terpancing masuk ke dalam kericuhan. Keadaan bahkan memanas ketika sebuah helm putih dilempar dari seberang jalan dan mengenai kepala salah satu dari orang-orang itu. Berlangsung sekitar 20 menit, Kericuhan mereda dengan sendirinya.

Gerombolan berbadan besar menunjuk seorang pria yang merekam kejadian (Mahesa ARK/VOI)

Para pelari liar

Di tengah kericuhan itu, kami bertemu dengan pemuda setempat yang kami kenal. Lare, namanya. Kepada kami, juru masak di sebuah tempat makan di Bulungan itu menjelaskan awal mula terjadinya kericuhan yang dipicu oleh sejumlah uang yang dipertaruhkan dalam balap lari liar.

 "Jangan dijelek-jelekin, tempatnya. Itu (keributan) karena memang dia enggak mau bayar, ya ... Tadi tuh berapa session, ya. Banyak ... Pertama clash itu gara-gara enggak mau bayar," kata dia.

Keributan dua kelompok pemuda di depan SMA 70 (Mahesa ARK/VOI)

Keterangan Lare kemudian membawa kami ke kelompok pemuda lain di sekitar lokasi. Mereka adalah pengelola akun Instagram @speedrun.100m. Kami berbincang dengan Jek, salah satu motor pergerakan akun @speedrun.100m.

Usianya 20 tahun. Akun @speedrun.100m ia kelola bersama empat temannya yang rata-rata berusia 17 sampai 21 tahun. @speedrun.100m adalah satu dari banyak gerakan lain di berbagai daerah Indonesia yang ikut dalam arus balap lari liar.

Mereka bukan penggagas. Agak sulit mencari siapa yang paling awal melakukan pergerakan ini. Beberapa akun berembel-embel "balap lari liar 100m" menunjukkan berbagai informasi. Berdasar penelusuran, kami mendapati akun @infobalaplari100m sebagai akun yang memiliki unggahan paling awal.

Unggahan pertama mereka adalah 25 Agustus. Sementara akun lain rata-rata mengunggah unggahan pertama mereka pada September. Termasuk @speedrun.100m, yang melakukan unggahan pertama kali pada 5 September. Meski bukan yang pertama, @speedrun.100m adalah akun yang melambungkan gerakan ini.

Balap lari liar yang diselenggarakan @speedrun.100m di Cileungsi, Jawa Barat adalah momen viral dan jadi perbincangan di mana-mana. Di luar Instagram, @speedrun.100m adalah wadah. Bukan wadah yang besar. Tapi Speed Run memiliki tujuan jelas.

Speed Run (Mahesa ARK/VOI)

Lewat pergerakan ini mereka mencoba memunculkan sebanyak mungkin potensi pelari dengan cara mendobrak birokrasi dan jalur-jalur resmi. Di mata mereka, terlalu banyak potensi atlet yang tersia-siakan hanya karena tak memiliki akses ke jalur resmi. Karenanya, jalanan dan media sosial mereka pilih. Dan bukan tanpa alasan mereka memilih lari tanpa alas kaki dalam setiap balap lari liar. Hal itu menurut Jek adalah simbol dari perlawanan terhadap sistem.

 "Karena potensi-potensi temen-temen gua di sekitar dan orang-orang yang enggak gua kenal bisa ngeluarin potensinya masing-masing. Gua pengin mereka ngembangin bakatnya dan tersampaikan. Gimana, ya. Kasarnya orang-orang yang enggak ada uangnya suka minder gara-gara background keuangan mereka. Kita sebagai wadah aja, sih. Intinya sebagai wadah untuk pelari-pelari kita supaya bisa maju ke depannya."

Speed Run sendiri kini telah memiliki lima pelari. Potensi-potensi itu mereka dapat dari kegiatan-kegiatan balap lari liar dan orang-orang di sekitar mereka. Beberapa dari para pelari itu adalah atlet profesional. Bagi para atlet-atlet itu, balap lari liar adalah cara menjaga kebugaran di tengah pandemi yang memaksa mereka menghentikan kegiatan dan latihan harian.

Menurut Jek, hari ini keadaan makin sulit bagi rekan-rekannya yang atlet. "Di tongkrongan gua itu, ada juga pelari, yang pelarinya itu di Liga 2. Ada juga yang di PS TNI, di pra-PON," kata Jek.

Sejak awal, balap lari liar adalah kegiatan positif. Potensi dan semangat yang perlu didukung otoritas, pastinya. Namun, tak mudah menjaga hal ini tetap di jalur positif, mengingat tak semua memberontak dengan cara Jek dan Speed Run.

Balap lari liar kini milik semua orang. Para pelari dalam gang, oknum penjudi di Bulungan Minggu malam itu, atau segala kerumunan yang hanya menyaksikan aksi adu cepat tak beralas kaki itu dari atas sepeda motor mereka.

Semua dapat melakukan apapun yang mereka lakukan. Dengan konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti, pastinya. Bersiaplah untuk ke penjara jika kedapatan mengantongi uang taruhan. Atau bersiaplah digunduli di dalam sel jika terlibat dalam kericuhan yang mengganggu ketenteraman lingkungan. Salah benar bukan urusan kami. Tapi, konsekuensi di atas jelas nyata di dalam negara hukum.