Bagikan:

JAKARTA - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, usulan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan terkait subsidi kedelai langsung ke importir bukan solusi yang tepat.

Sebab, subsidi importir kedelai tidak memberikan manfaat bagi perajin kedelai dan konsumen akhir.

"Pemerintah kok malah menyubsidi importir, lucu juga. Konsumen akhir belum tentu dapat manfaat. Importir disubsidi, tetapi harga di perajin bisa lebih tinggi," kata Bhima kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 19 Januari.

Menurut dia, skema kebijakan tersebut justru akan menimbulkan masalah baru.

Saat importir menerima subsidi, mereka memiliki kuasa untuk bermain dengan margin.

"Karena di importir juga akan ada masalah baru soal transparansi margin, jadi tranparansi marginnya juga harus diperhitungkan," ujar Bhima.

Bhima berpendapat lahirnya wacana subsidi kedelai lantaran adanya hambatan pendataan di level perajin. Sebab, sebagian besar perajin kedelai berasal dari sektor informal.

Kendati demikian, Bhima tetap tak setuju bila solusi yang diambil adalah pemberian subsidi terhadap importir.

"Saya pikir sebaiknya sih tetap ke perajin atau ke konsumen akhir dalam bentuk bansos tunai saja, gitu, untuk mengompensasi harga tahu tempe yang mungkin naik, itu jauh lebih tepat sasaran," jelasnya.

Sekadar informasi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau kerap disapa Zulhas mengusulkan agar subsidi selisih harga kedelai yang selama ini diberikan kepada perajin tahu tempe, dapat diberikan langsung melalui pengusaha importir.

Hal ini untuk mempermudah pemberian subsidi yang selama ini dinilai rumit.

"Kalau sama pengusaha saya percaya. Kalau Bulog lama," ujarnya kepada wartawan, Senin, 16 Januari.

Zulhas mengatakan, selama ini untuk komoditas kedelai, Indonesia masih bergantung kepada impor.