Bagikan:

JAKARTA - Pernyataan mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang mengkorelasikan tingkat kekayaan dengan latar belakang kepercayaan ternyata mengundang perhatian tersendiri dari publik Tanah Air. 

Menurut Wapres dua periode tersebut, kalangan muslim masih belum mendominasi daftar puncak orang paling kaya di republik ini.

"Dari sisi ekonomi apabila ada 10 orang kaya, maka paling tinggi 1 orang muslim. Tapi apabila 100 orang miskin, setidaknya 90 umat yang miskin. Jadi pincang keadaan ekonomi kita," ujarnya saat turut serta dalam acara Halal Bi Halal KAHMI yang digelar secara virtual pada Senin. 14 Juni.

Sontak hal tersebut membuat dinamika tersendiri di masyarakat. Salah satu yang turut buka suara adalah eks politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

"Menjadi kaya itu bukan karena agamanya, tapi karena kerja keras, ulet dan niatnya. Kalau pemalas, apapun agamanya pasti miskin. Jadi komentar Pak JK yang menghubungkan agama dengan kemiskinan atau kekayaan ini tidak tepat dan cenderung provokatif untuk saling membenci," tutur Ferdinand melalui akun Twitter pribadi @FerdinandHaean3 seperti yang dikutip pada Kamis, 17 Juni.

Sebenarnya, apabila dirunut ke belakang, bos CT Corp Chairul Tanjung juga pernah berucap soal supremasi kalangan nonmuslim yang menjadi hartawan paling banyak di Indonesia. Argumentasi itu dia kemukakan berdasarkan data yang dirilis oleh Forbes kala itu.

"Berdasarkan data Forbes, dari 50 orang terkaya itu yang muslim 8 orang, nonmuslim 42 orang," katanya pada medio 2017.

Lantas, apakah yang diungkapkan oleh CT, panggilan akrab Chairul Tanjung, masih relevan hingga saat ini guna mengamini pendapat mantan Wapres Jusuf Kalla tiga hari lalu?

Pada akhir tahun lalu, Forbes Indonesia merilis 100 orang terkaya di Indonesia terbaru 2020. Dalam laporannya, Forbes masih menempatkan Hartono Bersaudara di daftar puncak dengan perkiraan harta mencapai 38,8 miliar dolar AS atau setara Rp548,2 triliun (kurs Rp14.160).

Tempat berikutnya diisi oleh Keluarga Widjaja pemilik konglomerasi Sinar Mas Group dengan kekayaan 11,9 miliar dolar AS.

Lalu, Prajogo Pangestu yang merupakan taipan pendiri Chandra Asri sebesar 6 miliar dolar AS, Anthony Salim 5,9 miliar dolar AS, serta Sri Prakash Lohia yang diperkirakan memiliki kekayaan 5,6 miliar dolar AS.

Untuk diketahui, dari lima daftar puncak tidak satupun yang menganut keyakinan Islam. Lalu bagaimana dengan urutan selanjutnya?

Pada peringkat enam orang paling tajir di Indonesia ditempati oleh Susilo Wonowidjojo dengan total kekayaan 5,3 miliar dolar AS. Lalu, Jogi Hendra Atmadja dengan harta 4,3 miliar dolar AS, Boenjamin Setiawan 4,1 miliar dolar AS, Chairul Tanjung 3,9 miliar dolar AS, dan Dato Sri Tahir sebesar 3,3 miliar dolar AS.

Dari kesepuluh daftar orang paling kaya di Indonesia, hanya pengusaha senior Chairul Tanjung yang diketahui sebagai seorang muslim. Sehingga, perkataan JK alias Jusuf Kalla pada awal pekan ini benar adanya.

Lantas bagaimana dengan si miskin yang katanya kebanyakan beragama Islam? Dalam laman resmi pemerintah Indonesia disebutkan bahwa negara ini dihuni oleh 87,2 persen penduduk beragama Islam atau setara dengan 207 juta orang.

Disusul kemudian oleh Protestan 6,9 persen, Katolik 2,9 persen, Hindu 1,7 persen, Budha 0,7 persen, serta Khonghucu 0,05 persen.

Sementara berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2020 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang. Angka tersebut melesat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dengan 24,79 juta orang.

Kemudian untuk persebaran penduduk miskin, paling banyak diketahui berada di Pulau Jawa dengan jumlah 14,67 juta orang, dengan rincian 8,11 juta orang berada di wilayah perkotaan dan 6,65 juta orang lainnya terdapat di pedesaan.

Disusul kemudian Pulau Sumatera dengan 6,07 juta penduduk miskin, Bali dan Nusa Tenggara 2,11 juta, serta Pulau Sulawesi dengan 2,06 juta orang. Adapun, Maluku dan Papua disebut hanya memiliki 1,54 juta orang miskin.

Meski BPS melakukan pendataan penduduk miskin tidak berdasarkan agama yang dianut, namun bisa diketahui bahwa konsentrasi penduduk miskin terjadi di Pulau Jawa yang merupakan wilayah dengan mayoritas muslim.

Sehingga, apabila asumsi sederhana ini dapat diterima, maka apa yang dikatakan oleh Jusuf Kalla tidak sepenuhnya keliru. Wallahu A'lam Bishawab.