JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa berpeluang melanjutkan penguatan pada awal pekan lalu, seiring turunnya imbal hasil atau yield obligasi Amerika Serikat (AS).
Pada pukul 9.34 WIB, rupiah menguat tujuh poin atau 0,05 persen ke posisi Rp14.258 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.265 per dolar AS.
Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra di Jakarta, Selasa, mengatakan, rupiah mungkin bisa menguat lagi hari ini karena imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun masih terlihat menekan ke bawah yaitu berada di kisaran 1,57 persen saat ini.
"Penurunan yield ini karena pasar berekspektasi bahwa bank sentral AS belum akan melakukan tapering setelah data tenaga kerja AS, non-farm payrolls bulan Mei, menunjukkan hasil di bawah ekspektasi," ujar Ariston dilansir Antara.
Pasar menantikan data indeks harga konsumen AS Mei 2021 yang merupakan indikator inflasi, yang akan dirilis pada Kamis, 10 Juni malam, untuk menentukan arah harga selanjutnya. Angka yang di atas ekspektasi bisa mendorong kembali penguatan dolar AS.
BACA JUGA:
Menurut Ariston, data inflasi yang konsisten menunjukkan kenaikan di atas 2 persen bisa memicu bank sentral AS mengubah kebijakannya menjadi lebih ketat.
Dari dalam negeri, hari ini akan dirilis data cadangan devisa yang mungkin menunjukkan kenaikan cadangan karena surplusnya neraca perdagangan RI.
"Hasil yang menunjukkan kenaikan bisa mendukung penguatan rupiah terhadap dolar AS," kata Ariston.
Ariston mengatakan rupiah hari ini berpotensi menguat ke kisaran Rp14.230 hingga Rp14.200 per dolar AS dengan potensi pelemahan di kisaran Rp14.300 per dolar AS.
Pada Senin, 7 Juni lalu, rupiah ditutup menguat 30 poin atau 0,21 persen ke posisi Rp14.265 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.295 per dolar AS.