JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan jika pemerintah hingga saat ini masih menalangi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke bank sentral senilai Rp110,454 Triliun yang digelontorkan kepada obligor dan debitur saat krisis finansial 1997-1998 silam.
“Sampai hari ini pemerintah masih harus membayar BLBI itu ke bank sentral yang menggelontorkan dana ke perbankan yang pada saat itu mengalami kesulitan likuiditas,” ujarnya saat menggelar konferensi pers virtual bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terkait pelantikan Satgas BLBI di Jakarta, Jumat, 4 Juni.
Menurut Menkeu, atas kasus ini negara memiliki hak tagih kepada obligor dan debitur BLBI.
“Para Obligor ini adalah mereka yang memiliki bank dan menerima dana BLBI. Sementara debitur merupakan yang meminjam dari bank-bank yang dibantu oleh negara,” tuturnya.
Atas dasar tersebut, Menkeu lantas membentuk skema tersendiri untuk memperlancar upaya penagihan kepada para pengemplang dana negara yang belum memenuhi kewajiban hingga sekarang.
“Kita akan melakukan penagihan melalui mekanisme piutang negara dan itu adalah masalah perdata,” sebutnya.
BACA JUGA:
Menkeu juga memastikan bahwa pihaknya beserta jajaran lintas kementerian dan lembaga terkait akan menempuh upaya keras mengingat kasus ini sudah molor puluhan tahun.
“Dan oleh karena waktunya sudah sangat panjang, jadi sekarang sudah lebih dari 20 tahun, tentu kita tidak lagi mempertanyakan niat baik atau tidak, tinggal mau membayar atau tidak,” tegasnya.
Mantan bos Bank Dunia dan IMF tersebut juga menjelaskan bahwa telah membangun koordinasi dengan sejumlah instansi strategis, seperti Kepolisian RI, Badan Intelijen Negara (BIN), Kejaksaan RI, Kementerian ATR, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kemenko Bidang Perekonomian, dan Kemenko Maritim Investasi.
“Semua memiliki kewenangan yang sangat strategis. Saya berterima kasih kepada seluruh instansi yang terus membantu untuk mendapatkan hak tagih negara,” tutup Menkeu.