JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Daeng Muhammad mengatakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang farmasi, yaitu PT Indofarma Tbk berkinerja layaknya perusahan cilok. Hal tersebut dia ungkapkan saat menggelar rapat kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
“Mohon maaf, kenapa Indofarma saya analogikan seperti perusahaan cilok? Karena omzetnya Rp1,7 triliun tapi keuntungannya Rp30 juta,” ujarnya Kamis, 3 Juni.
Daeng menambahkan, hal tersebut sungguh ironis di tengah peluang besar korporasi farmasi untuk unjuk gigi dalam situasi pandemi COVID-19 karena kebutuhan bidang kesehatan cenderung meningkat.
“Orang bilang masih syukur untung Rp30 juta, tapi kalau omsetnya triliunan dengan kondisi sekarang tidak relevan. Padahal, perusahaan farmasi dunia mampu mengambil keuntungan dari momentum yang ada saat ini,” tutur dia.
Lebih lanjut, legislator dari Fraksi Amanat Nasional (PAN) itu kemudian meminta Menteri Erick untuk bisa menggenjot kinerja perusahaan farmasi nasional maupun seluruh BUMN lain agar bisa membawa dampak positif bagi negara.
“Saya minta Pak Menteri untuk bisa evaluasi dengan target-target yang jelas. Lakukan juga audit manajerial terhadap BUMN-BUMN kita, apakah mereka bekerja dengan aturan maupun SOP yang berlaku,” tegasnya.
Lantas, bagaimana kinerja Indofarma pada sepanjang 2020 lalu?
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, diketahui bahwa entitas usaha berkode saham INAF itu mencatatkan laba bersih Rp27,58 juta pada tahun lalu. Torehan tersebut anjlok hampir 100 persen dari bukuan 2019 yang sebesar Rp7,9 miliar.
BACA JUGA:
Padahal, INAF disebut sukses membukukan pendapatan usaha sebesar Rp1,72 triliun pada 2020, atau melesat 26,22 persen dari 2019 yang sebesar Rp1,36 triliun.
Tingginya angka penjualan pada tahun lalu disokong oleh obat, alat kesehatan, diagnostik dan lainnya senilai Rp 849,73 miliar. Lalu, penjualan ethical sebesar Rp836,36 miliar, dan penjualan over the counter (obat tanpa resep) sebesar Rp 11,17 miliar.
Amblasnya cuan INAF diketahui akibat peningkatan dana cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) serta kenaikan beban pajak penghasilan (PPh) yang menggerus laba bersih perseroan yang sudah terkumpul pada sepanjang tahun lalu.