Bagikan:

JAKARTA - PT Hero Supermarket Tbk (HERO) akan menutup seluruh gerao Giant pada Juli mendatang. Imbas penutupan gerai Giant tersebut akan membuat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) gulung tikar dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebab, ada ratusan bahkan ribuan pekerja UMKM yang menjadi rantai pemasok atau supply chain ke gerai Giant yang ada di seluruh Indonesia.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan dengan tumbangnya sang raksasa 'Giant' mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan akibat UMKM yang menjadi pemasok barang binasa bersamaan dengan tumbangnya sang raksasa.

Karena itu, Iqbal meminta pemerintah, dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja, Menteri Koperasi dan UMKM, serta Menteri Perindustrian memikirkan nasib para UMKM yang bermitra dengan Giant sebagai pemasok barang-barang yang dijual di supermarket kelompok Hero Group tersebut.

"Yang juga harus diperhatikan adalah, memastikan hak-hak ribuan pekerja Giant tersebut terbayar sesuai dengan isi PKB menggunakan aturan pesangon lama yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan. Bukan menggunakan aturan baru yang diatur dalam omnibus law UU Cipta Kerja. Karena nilai PKB lebih tinggi dari nilai UU Cipta Kerja," kata Iqbal, di Jakarta, Selasa, 1 Juni.

Menurut Iqbal, ada dua bagian besar yang harus diselesaikan oleh ketiga kementerian tersebut di atas. Bagian pertama, bagaimana menyalurkan hampir 3.000-an karyawan Giant yang ter-PHK ke unit usaha Hero Group lainnya semaksimal mungkin, seperti Hero Supermaket, Guardian, dan IKEA.

"Pemerintah harus memikirkan dampak sosial yang terjadi akibat ribuan pekerja Giant yang ter-PHK di tengah menghadapi kesulitan ekonomi dalam pandemi COVID-19,"

Saiq Iqbal

"Dalam hal ini, Menteri Tenaga Kerja harus mengambil inisiatif sebagai leader, memanggil paksa manajemen Giant dan Hero Group untuk memastikan batas waktu tanggal penyelesaian kasus PHK," tuturnya.

Tak hanya itu, kata Iqbal, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga harus memastikan penyaluran pekerja ke unit usaha Hero Group lainnya, dan membayar hak-hak buruh yang harus diberikan oleh menajamenen Giant dan Hero Group.

Bagian kedua, kata Iqbal, pemerintah wajib membantu ratusan bahkan ribuan pelaku usaha UMKM sebagai rantai pemasok ke Giant yang kehilangan usahanya. Di samping ribuan buruh di industri UMKM yang juga ikut ter-PHK juga harus mendapatkan hak-haknya, seperti pesangon, konpensasi, dan upah terakhir.

"Pertanyaannya, dari mana industri UMKM membayar hak-hak buruhnya? Karena bisa dipastikan Giant dan Hero Group tidak membayar konpensasi atau pesangon bagi buruh UMKM yang ter PHK akibat tutupnya Giant. Pemerintah harus tanggungjawab untuk mencarikan solusi bagi ribuan buruh UMKM yang juga ikut ter-PHK," ucapnya.

KSPI desak pemerintah ikut bertanggung jawab

KSPI akan terus berjuang untuk mendesak pemerintah agar ikut bertanggungjawab terhadap hak-hak buruh Giant yang ter-PHK dan hak-hak buruh UMKM yang kehilangan pekerjaan karena rantai pasoknya diputus oleh Giant.

Menurut Iqbal, PHK ribuan orang di tengah pandemi COVID-19 ini membuktikan, Omnibus Law Cipta Kerja tidak bisa menjadi solusi untuk memastikan buruh tidak kehilangan pekerjaan.

Lebih lanjut, Iqbal berujar kasus penutupan Giant yang berdampak pada PHK puluhan ribu pekerja Giant dan UMKM menjelaskan fakta bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja bukan solusi terhadap peningkatan investasi di Indonesia. Bahkan sebelumnya, PT Freetrend di Kabupaten Tanggerang tutup dan mem-PHK 7.800 pekerja. Begitu pun PT Lawe Adya Prima di Kota Bandung yang mem-PHK 1.200 orang pekerja.

"Penutupan perusahaan yang terjadi di Giant, PT Freetrend, dan PT Lawe Adya Prima yang menyebabkan puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan itu, membuktikan pemerintah tak berdaya memberikan kepastian terhadap dunia usaha dan buruh yang sedang bekerja," katanya.

"Jangankan investasi baru masuk ke Indonesia, investasi yang sudah ada saja keluar dari Indonesia dan menyebabkan puluhan ribu pekerja di tiga perusahaan tersebut ter-PHK. Omnibus Law UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan bukan jawaban yang dibutuhkan oleh para pekerja dan investor untuk bisa berusaha di Indonesia. Padahal pemerintah menggembar-gemborkan ketika omnibus law disahkan tidak ada PHK dan mendatangkan investasi yang membuka lapangan kerja," sambungnya.

Bercermin dari kasus Giant, PT Freetrend, dan PT Lawe Adya Prima ini, KSPI mendesak hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan atau mencabut UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan yang semakin membuat posisi buruh semakin sulit dan dimiskinkan secara struktural.